Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saksi Sebut Eks Sekjen Kementan Perintahkan Hapus Catatan Keuangan untuk Kepentingan SYL

Kompas.com - 22/04/2024, 18:16 WIB
Irfan Kamil,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Catatan keuangan yang bersumber dari anggaran Kementerian Pertanian (Kementan) RI diperintahkan untuk dihapus saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan korupsi di lingkungan Kementan.

Hal ini terungkap ketika mantan Koordinator Pemeliharaan Biro Umum dan Pengadaan Kementan, Gempur Aditya, dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK sebagai saksi dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi di lingkungan Kementan yang menjerat SYL.

Mulanya, Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh menanyakan catatan keuangan dari ajudan eks Aide-de-camp (ADC) atau ajudan SYL, Panji Harjanto ke Biro Umum dan Pengadaan Kementan.

Baca juga: KPK Akan Cegah Keluarga SYL ke Luar Negeri Lagi jika Keterangannya Masih Dibutuhkan

"Setiap permintaan dari Panji apapun itu, apa pengobatan, apa perawatan kecantikan, itu saudara sampaikan ke Karina (Staf Biro Umum dan Pengadaan Kementan), selalu begitu ya?" tanya hakim Rianto dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (22/4/2024).

"Iya," kata Gempur. "Saudara pastikan dicatat?" timpal hakim menegaskan.

Mendengar pertanyaan itu, Gempur menjelaskan bahwa pengeluaran itu dilaporkan kepada Karina untuk dibukukan.

"Itu dicatat itu atas inisiatif saudara sendiri atau apa dengan Karina?" timpal hakim. "Inisiatif kami pak," kata Gempur.

Baca juga: Sidang Dugaan Pemerasan SYL, KPK Hadirkan 3 Pejabat Eselon Kementan Jadi Saksi

Hakim Rianto terus pengeluaran uang dari Kementan untuk kepentingan pribadi SYL. Hakim pun mengulik adanya penghapusan catatan keuangan tersebut.

"Tidak ada sama sekali perintah untuk melenyapkan itu? coba saudara ingat," tanya hakim.

Menjawab pertanyaan hakim, Gempur pun mengungkapkan bahwa perintah itu pernah disampaikan mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono. Hal ini dilakukan ketika Komisi Antirasuah tengah mengusut dugaan korupsi di lingkungan Kementan RI.

"Melenyapkan itu pernah pak, itu pas ketika sudah ada pemanggilan dari KPK," terang Gempur.

"Siapa yang memerintahkan itu untuk dihilangkan barang bukti, barang bukti yang seperti itu? catatan-catatan pengeluaran uang, permintaan uang," cecar hakim.


Baca juga: Pejabat Kementan Akui Cairkan Puluhan Juta Rupiah untuk “Skincare” Anak dan Cucu SYL

"Itu di Pak Sekjen pak," kata Gempur.

Gempur mengatakan, perintah untuk melenyapkan catatan permintaan uang itu dilakukan setelah rumah dinas SYL di Jalan Widya Chandra digeledah KPK. Di hadapan majelis hakim, Gempur mengaku dirinya dan Karina tidak mengikuti perintah itu dan tetap menyimpan catatan keuangan tersebut.

"Apakah permintaan untuk melenyapkan barang bukti itu setelah penggeledahan atau sebelum?" tanya hakim Rianto.

"Seingat saya itu setelah penggeledahan," kata Gempur. "Apakah sepengetahuan saksi dilenyapkan oleh Bu Karina, disobek atau dibakar?" tanya hakim lagi.

Baca juga: KPK Akan Telusuri Dugaan Keterlibatan Keluarga SYL dalam Pencucian Uang

"Tidak ada pak," kata Gempur. "Tidak, tetap disimpan?" tanya hakim menegaskan. "Tetap disimpan," jawab Gempur.

Dalam perkara ini, Jaksa KPK menduga Syahrul Yasin Limpo menerima uang sebesar Rp 44,5 miliar hasil memeras anak buah dan Direktorat di Kementan untuk kepentingan pribadi dan keluarga.

Pemerasan ini disebut dilakukan SYL dengan memerintahkan eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta; dan eks Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono; Staf Khusus Bidang Kebijakan, Imam Mujahidin Fahmid, dan Ajudannya, Panji Harjanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com