Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hamid Awaludin

Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia.

Akankah PDI-P Jadi Oposisi?

Kompas.com - 08/04/2024, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

OPOSISI, dalam rimba politik di Tanah Air hari-hari belakangan ini, menjadi wacana publik yang merebak.

Apa sebenarnya oposisi dan mengapa ia dibutuhkan?

Oposisi adalah sikap politik yang tidak mau ikut berkoalisi atau ikut serta dengan pemerintahan.

Oposisi, karena itu, berfungsi untuk mengontrol jalannya kekuasaan, bukan mengamini kekuasaan. Oposisi akan berteriak, bahkan menghardik bila kekuasaan dijalankan secara semena-mena.

Oposisi, sejatinya dimaksudkan untuk membatasi laju kekuasaan, agar tidak menindih dan sewenang-wenang.

Oposisi dalam negara demokratis, jadi mutlak adanya. Makin demokratis suatu negara, makin berkembang budaya oposisi.

Oposisi sangat dibutuhkan untuk menjaga kualitas demokrasi. Penguasa yang menafikan oposisi, adalah penguasa yang jadi tiran, dan akan melumpuhkan demokrasi, meskipun sang penguasa dipilih melalui proses demokrasi yang adil dan wajar.

Oposisi bisa dalam bentuk oposisi di parlemen (institutionalized opposition), bisa juga oposisi yang berkembang di luar parlemen. Oposisi yang terkahir ini dijalankan oleh masyarakat sipil (civil society).

Legitimasi yuridis dan moral oposisi di Indonesia, tertuang dalam Konstitusi: yakni, Pasal 20A (2) UUD 1945. Di situ dikatakan bahwa anggota DPR memiliki hak interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat.

Hak-hak tersebut bila difungsikan, akan menjadi instrumen efektif untuk mengontrol jalannya kekuasaan. Biar penguasa tidak memerintah sekehendak hati dan semaunya saja.

Memang, penggunaan hak-hak tersebut tidak secara otomatis berarti dijalankan oleh oposisi. Bisa saja penggunaan hak-hak tersebut dari anggota parlemen yang tidak masuk dalam kategori oposisi.

Namun, dengan menggunakan hak-hak tersebut, anggota parlemen sudah menyuarakan perbedaan pandangan dan sikap dengan pengendali kekuasaan.

Khusus oposisi di luar parlemen, ia memperoleh legitimasinya dari seperangkat aturan yang berkaitan dengan hak-hak sipil dan politik yang dijamin oleh Konstitusi.

Dengan ini semua, tidak boleh kita mengatakan bahwa oposisi bukan budaya Indonesia. Selama kita berbicara tentang demokrasi, selama itu pula harus berbicara mengenai budaya oposisi.

Robert Dahl, ahli ilmu politik, mendalilkan bahwa dimensi terpenting demokrasi adalah partisipasi rakyat dan kontestasi publik. Dahl mengatakan, kontestasi publik itu adalah kultur oposisi. Muara dari ini semua, adalah kontrol terhadap kekuasaan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com