Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hamid Awaludin

Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia.

Akankah PDI-P Jadi Oposisi?

Kompas.com - 08/04/2024, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kita membutuhkan oposisi yang terinstitusi (parlemen) karena pemerintah mengelola anggaran negara. Uang tersebut adalah milik rakyat sehingga harus ada kontrol ketat mengenai pengalokasian serta penggunaan anggaran tersebut.

Bila tidak ada oposisi, maka dengan mudah akan terjadi salah kelola oleh pemerintah. Ini menyangkut masalah hukum dan moral.

Kita membutuhkan oposisi yang kuat di parlemen karena pemerintah yang mengambil kebijakan publik, menentukan kondisi hidup rakyat. Malah bisa menentukan hidup matinya rakyat.

Oposisi juga bisa mengontrol sahwat kekuasaan yang melegitimasi dirinya melalui undang-undang.

Nah, oposisi sangat penting dan relevan untuk menghindari pembuatan undang-undang yang tidak membahagiakan rakyat. Undang-undang yang membenarkan segala tindakan penguasa kendati menyengsarakan dan menghimpit rakyat.

Sementara oposisi masyarakat sipil sangat dibutuhkan untuk menjaga dan mengontrol apa saja yang dilakukan oleh penguasa dan wakil rakyat. Fungsi oposisi masyarakat sipil beragenda ganda: mengontrol penguasa dan mengontrol wakil rakyat sekaligus.

Bila tujuan oposisi sangat luhur, lantas mengapa banyak penguasa, dengan pelbagai dalih, termasuk dalih budaya, amat alergi dengan keberadaan oposisi.

Ini semata-mata karena syahwat berkuasa tanpa mau direcoki dengan kontrol terhadap praktik kekuasaan yang diperagakannya. Di sini, berlaku prinsip Lord Acton, sejarahwan ternama Inggris: kekuasaan cenderung korup. Kekuasaan absolut akan korup secara absolut.

Nah, dalam pembentukan pemerintahan baru pada Oktober nanti, bila bukan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang diusung PDIP dinyatakan pemenang, apakah PDI-P sebagai partai yang paling besar perolehan suaranya dalam pemilu 2024 lalu, akan menjadi partai oposisi?

Saya yakin, PDIP akan menjadikan diri sebagai partai oposisi. Tradisi menjadi partai oposisi, sudah mandarah daging dalam diri PDIP.

Tidak ada partai politik di negeri kita sekarang ini, yang memiliki jejak pengalaman menjadi oposisi, begitu panjang, selain partai berlambang kepala banteng tersebut.

PDIP sudah mematok diri sebagai partai oposisi sejak rezim Orde Baru. Partai-partai politik lain yang menjadi partai oposisi, misalnya Partai Demokrat dan PKS, belum memiliki pengalaman sebanyak PDIP.

Mengapa PDIP bisa menjadi partai oposisi begitu panjang dan tidak menimbulkan riak serta ombak politik yang menggulung dan menghempas?

Jawabannya, ada pada sikap politik yang diyakini dan dipraktikkan oleh pemimpinnya: Megawati Sukarnoputri.

Prinsip Megawati sangat sederhana: bila kita siap menang, kita juga harus siap kalah. Menang tidak menjadi rakus, kalah tidak menjadi kalap.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com