Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Sengketa Pilpres, Ahli Kubu Anies-Muhaimin Persoalkan Pencalonan Gibran

Kompas.com - 02/04/2024, 08:09 WIB
Ardito Ramadhan,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 menjadi salah satu pokok persoalan yang mengemuka dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Sejumlah ahli yang dihadirkan oleh kubu pasangan calon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar menilai pencalonan Gibran bermasalah.

Salah satunya, Guru Besar Hukum Administrasi Universitas Islam Indonesia (UII) Ridwan yang menilai pencalonan Gibran sebagai cawapres tidak sah.

"Pencalonan Gibran Rakabuming Raka dari persepektif hukum administrasi, saya menyimpulkan itu tidak sah," kata Ridwan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (1/4/2024).

Baca juga: Sidang Sengketa Pilpres, Ahli Hukum Administrasi: Pencalonan Gibran Tidak Sah

Ridwan beralasan, saat periode pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres), Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI belum mengubah Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 yang mensyaratkan usia minimal calon presiden dan wakil presiden adalah 40 tahun.

Sedangkan, saat itu Gibran baru berusia 36 tahun. Oleh karena itu, menurut Ridwan, putra sulung Presiden Joko Widodo (jokowi) tersebut tidak dapat diterima pencalonannya.

"Peraturan yang berlaku pada saat itu adalah Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 yang mensyaratkan calonnya itu adalah berusia paling rendah 40 tahun," ujar Ridwan.

Ridwan pun menilai aneh Keputusan KPU Nomor 1632 Tahun 2023 terkait penetapan capres-cawapres pada Pilpres 2024.

Sebab, konsiderans dalam keputusan tersebut menyebutkan ketentuan Pasal 52 Ayat (1) PKPU Nomor 19 Tahun 2023 sebagai salah satu pertimbangannya.

Baca juga: Sidang Sengketa Pilpres, Ahli Sebut Perubahan Syarat Capres-Cawapres Ubah Peta Kompetisi Pemilu

Padahal, Keputusan KPU Nomor 1632 Tahun 2023 dikeluarkan pada 13 November 2023 setelah Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 diubah pada 3 November 2023 atau 10 hari sebelumnya.

"Kok masih dijadikan dasar pertimbangan menimbang, konsiderans menimbang? Itu secara hukum administrasi kurang tepat karena tidak berlaku, mestinya yang jadi pertimbangkan adalah undang-undang yang baru, peraturan yang baru," ujar Ridwan.

Ubah peta kompetisi

Sementara itu, ahli ilmu pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Bambang Eka Cahya Widodo mengatakan, perubahan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden yang mendadak, mengubah peta kompetisi Pemilu 2024.

"Perubahan persyaratan dalam waktu yang singkat di tengah proses pendaftaran mengakibatkan perubahan mendasar terhadap peta kompetisi Pemilu 2024," kata Bambang dalam sidang di MK, Senin.

Bambang lantas mengatakan, kerangka hukum pemilu semestinya dijalankan secara konsisten dan tidak boleh diamandemen dalam jangka waktu tertentu sebelum pemilu.

Tujuannya, agar seluruh kandidat memperoleh kesempatan yang sama dan tidak ada yang secara spesifik diuntungkan oleh perubahan aturan secara dadakan itu.

Baca juga: MK Panggil 4 Menteri dalam Sengketa Pilpres, Prabowo-Gibran: Blessing In Disguise

Dalam hal ini, Bambang menilai bahwa penetapan Gibran Rakabuming sebagai cawapres tidak hanya melanggar etika, tetapi juga melanggar hukum dan konstitusi.

"Masuknya Gibran, putra presiden, menimbulkan ketimpangan arena kompetisi sehingga pemilu sebagai demokrasi prosedural mengalami disfungsi elektoral," ujar Bambang.

Seperti diketahui, Gibran berhak maju menjadi cawapres setelah MK mengubah syarat usia dalam pencalonan presiden dan wakil presiden dalam Undang-Undang (UU) Pemilu.

Dalam putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, MK membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.

Oleh karenanya, berdasarkan putusan tanggal 17 Oktober 2023, Gibran bisa maju sebagai cawapres meski saat itu masih berusia 36 tahun.

Baca juga: Di Sidang MK, Faisal Basri Sebut Airlangga, Bahlil, dan Zulhas Paling Vulgar Memolitisasi Bansos

Namun, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI diketahui belum mengubah Peraturan KPU (PKPU) saat pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) mendaftar sebagai peserta Pilpres, termasuk pasangan Prabowo-Gibran.

Padahal, sudah ada putusan MK tersebut. KPU baru mengubah PKPU lebih kurang satu minggu setelah menerima pendaftaran capres-cawapres, tepatnya pada 3 November 2023.

Sementara itu, para kuasa hukum yang tergabung dalam Tim Pembela Prabowo-Gibran menilai ahli yang diajukan oleh Anies-Muhaimin tidak memberikan fakta baru.

"Intinya, menurut hemat kami, sebenarnya saksi yang dihadirkan itu todak menerangkan apa-apa, hanya ngomong-ngomong saja enggak jelas apa yang diomongkan," kata Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra, Senin.

Dia juga mengeklaim bahwa pertanyaan yang pihaknya ajukan tidak mampu dijawab dengan semestinya oleh para ahli.

Baca juga: Di Sidang MK, Ahli Sebut Jokowi Langgar Konstitusi dan Sejumlah UU karena Beri Bansos Sepihak

Oleh sebab itu, Yusril berpandangan bahwa keterangan ahli tersebut tidak relevan untuk dijadikan sebagai alat bukti.

Anggota Tim Pembela Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan menambahkan, keterangan ahli juga jauh panggang dari api karena lebih banyak memberikan narasi ketimbang menjelaskan kasus yang sedang diperkarakan.

"Jadi memang kita tidak merasa susah payah melihat dengan adanya saksi-saksi yang diajukan dan ahli tadi itu, kita yakin sekali bahwa permohonan ini mungkin tidak akan dikabulkan kalau berdasarkan keterangan saksi-saksi dan ahli ini," ujar Otto.

Pada sidang lanjutan, Selasa (2/4/2024) hari ini, giliran kubu Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang menghadirkan saksi dan ahli untuk didengarkan keterangannya di hadapan sidang.

Baca juga: Faisal Basri: Nyata bahwa BLT El Nino Hanya untuk Meningkatkan Suara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Nasional
SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

Nasional
Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Nasional
Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Nasional
Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Nasional
Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Nasional
Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik 'Cicak Vs Buaya Jilid 2'

Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik "Cicak Vs Buaya Jilid 2"

Nasional
JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

Nasional
Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

Nasional
Dukung Jokowi Gabung Parpol, Projo: Terlalu Muda untuk Pensiun ...

Dukung Jokowi Gabung Parpol, Projo: Terlalu Muda untuk Pensiun ...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com