Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Zackir L Makmur
Wartawan

Gemar menulis, beberapa bukunya telah terbit. Suka catur dan humor, tertawanya nyaring

Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Kompas.com - 28/03/2024, 14:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MENTERI Keuangan Sri Mulyani dalam suatu konferensi pers, memberitahukan bahwa “Tahun ini, 2024, bansos di dalam APBN nilainya Rp 496 triliun jadi beda Rp 20 triliun.” Duit sebanyak itu karuan saja rentan dimanfatakan oleh kepentingan lain.

Dari itu bantuan sosial (bansos) telah menjadi subjek perdebatan hangat, terutama menjelang pelaksanaan Pilkada, antara dua lembaga penting dalam pemerintahan Indonesia: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK).

Dalam rapat koordinasi nasional pemberantasan korupsi pemerintah daerah dan peluncuran Monitoring Center for Prevention (MCP) 2024 di Gedung KPK, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, menyoroti kebutuhan akan peraturan daerah (perda) yang mengatur penyaluran bansos menjelang Pilkada 2024.

Marwata berpendapat bahwa bansos sebaiknya tidak disalurkan sekitar 2-3 bulan menjelang pemungutan suara, mengingat potensi penyalahgunaan yang dapat terjadi.

Namun, Menko Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, memiliki pandangan berbeda.

Effendy menolak usulan Marwata dengan alasan bahwa menghentikan penyaluran bansos di waktu yang ditentukan tidaklah bijak, mengingat telah ada regulasi dan target yang telah ditetapkan. Pernyataan ini disampaikannya kepada wartawan di Kemenko PMK, Jakarta Pusat.

Namun, pendapat yang berlainan datang dari pendiri Jaga Pemilu, Luky Djan. Djan berpendapat bahwa penghentian penyaluran bansos seharusnya dilakukan bukan dalam waktu 2 bulan sebelum Pilkada 2024, melainkan 6 bulan sebelumnya.

Menurutnya, langkah ini akan lebih efektif dalam mencegah praktik korupsi yang terkait dengan bansos.

Bansos dalam konteks politik

Bansos menjadi salah satu instrumen vital dalam upaya pemerintah Indonesia untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

Namun, sayangnya, bansos sering kali dieksploitasi untuk kepentingan politik, terutama menjelang pemilihan umum (pemilu) maupun pemilihan kepala daerah (pilkada).

Saat menjelang pemilu atau pilkada, bansos sering dijadikan alat oleh para politisi untuk mendapatkan dukungan politik dari masyarakat. Praktik ini seringkali berupa pembagian bansos secara masif dengan tujuan mendapatkan simpati dan dukungan suara dari penerima bansos.

Politisi sering menggunakan momen penyaluran bansos sebagai ajang kampanye politik informal, yang dapat menciptakan ketidakadilan dan ketimpangan dalam proses politik.

Tidak hanya pada tingkat nasional, dalam konteks politik lokal, penyaluran bansos menjelang pilkada juga menjadi perhatian utama.

Para calon kepala daerah atau tim suksesnya seringkali memanfaatkan penyaluran bansos sebagai strategi untuk memperoleh popularitas dan dukungan politik di tingkat daerah.

Praktik ini dapat berupa pembagian bansos secara selektif kepada pendukung politik tertentu, atau bahkan menggunakan bansos sebagai alat untuk memaksa masyarakat memberikan dukungan politik.

Jelaslah bahwa penggunaan bansos untuk kepentingan politik tidak hanya menciptakan ketidakadilan dalam distribusi, tetapi juga dapat merusak integritas demokrasi dan proses pemilihan umum secara keseluruhan.

Praktik ini dapat menimbulkan ketidakpercayaan terhadap institusi pemerintahan dan menciptakan lingkungan politik yang tidak sehat, di mana kepentingan politik mendominasi kepentingan masyarakat secara umum.

Eksploitasi bansos terjadi ketika bantuan yang semestinya ditujukan untuk membantu kelompok rentan, justru dimanfaatkan untuk kepentingan yang bertentangan.

Pelaku eksploitasi bansos mungkin memanfaatkan situasi ini untuk politisnya, atau mengalihkan bantuan tersebut untuk keperluan yang tidak sesuai tujuan awal diadakannya program bansos.

Tidak jarang, eksploitasi ini melibatkan praktik korupsi, di mana dana bansos disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Jelas ini merugikan jutaan orang yang seharusnya menjadi penerima manfaat utama dari program tersebut.

Peran politik juga tidak bisa dipandang sebelah mata dalam distribusi bansos. Politisasi bansos terjadi ketika bantuan tersebut dimanfaatkan oleh pihak-pihak politik untuk kepentingan tertentu di arena politik.

Acap kali menjelang pemilihan umum (juga pemilihan daerah), bansos sering digunakan sebagai alat untuk memperoleh dukungan politik dari masyarakat, dengan pembagian bantuan yang dihubungkan dengan kampanye politik atau syarat dukungan terhadap calon tertentu.

Dampak dari eksploitasi dan politisasi bansos sangatlah merugikan bagi masyarakat yang seharusnya menjadi sasaran utama dari program tersebut.

Masyarakat rentan yang seharusnya mendapatkan manfaat dari bansos seringkali menjadi korban dari praktik-praktik yang tidak bermoral ini.

Eksploitasi dan politisasi bansos juga menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga penyelenggara bansos, yang pada akhirnya dapat mengancam stabilitas sosial dan politik.

Menolak Bansos politik

Bansos seharusnya menjadi alat untuk mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, dalam konteks pemilihan umum (pemilu) atau pemilihan kepala daerah (pilkada), adakalanya praktik bansos politik menjadi perhatian serius.

Dengan begitu masyarakat harus secara tegas menolak politisasi bansos, terutama di periode krusial seperti ini, karena berpotensi menjadi alat sogokan yang merusak integritas demokrasi.

Jelang pemilu atau pilkada, bansos seringkali dimanfaatkan oleh politisi untuk memperoleh dukungan politik dari masyarakat.

Praktik ini sering terjadi dalam bentuk pembagian bansos secara masif kepada warga dengan harapan memenangkan simpati dan dukungan suara di masa pemilihan.

Sangat boleh jadi penyaluran bansos menjelang pemilu atau pilkada menimbulkan risiko bahwa masyarakat akan menganggap bantuan tersebut sebagai sogokan untuk memilih calon tertentu.

Politisi yang memanfaatkan bansos sebagai alat politik mengelabui kebutuhan dasar masyarakat untuk kepentingan pribadi mereka, sehingga kabur antara kewajiban moral dan agenda politik.

Lebih jauh lagi, penerimaan bansos politik secara tidak langsung menempatkan masyarakat pada posisi rentan dan tergantung pada politisi yang membagikannya.

Ini dapat mengakibatkan pengorbanan integritas dan kebebasan berpendapat, karena masyarakat mungkin merasa terikat.

Dari itu menolak politisasi bansos menjadi esensial sebagai bentuk penolakan terhadap praktik-praktik yang merusak dalam proses demokrasi.

Masyarakat harus menyadari bahwa menerima bansos politik berarti menjadi bagian dari siklus korupsi politik yang merugikan negara dan masyarakat.

Maka menolak bansos politik adalah langkah awal yang penting untuk membangun masyarakat yang mandiri dan berintegritas secara politik.

Untuk mencegah praktik bansos politik, langkah-langkah konkret perlu diambil. Pertama-tama, masyarakat harus diberikan pemahaman yang kuat tentang hak-hak mereka sebagai warga negara, termasuk hak untuk memilih secara bebas dan tanpa pengaruh eksternal.

Pendidikan politik yang holistik juga perlu diperkuat untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya bansos politik dan implikasinya terhadap demokrasi.

Dengan menolak bansos politik, masyarakat memperkuat peran mereka sebagai agen perubahan yang mendorong terwujudnya tatanan politik yang bersih dan berintegritas.

Masyarakat yang cerdas dan kritis dalam menanggapi praktik politik yang merusak, akan membantu membangun fondasi demokrasi yang kuat dan inklusif, di mana kepentingan rakyat ditempatkan di atas segalanya.

Penyaluran Bansos yang tepat sasaran

Bansos adalah pilar utama dalam upaya pemerintah untuk mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang membutuhkan.

Namun, untuk memastikan efektivitasnya, penting bagi negara untuk mengimplementasikan aturan bansos yang tepat dan terperinci agar bantuan tersebut dapat tepat sasaran.

Aturan bansos yang baik harus mencakup beberapa aspek kunci. Pertama, kriteria penerima bansos harus jelas dan terdefinisi dengan baik.

Hal ini penting untuk memastikan bahwa bansos disalurkan kepada individu atau keluarga yang benar-benar membutuhkan, sehingga dapat menghindari pemborosan sumber daya atau penyalahgunaan dana oleh pihak yang tidak berhak.

Selain itu, transparansi dalam proses seleksi penerima bansos juga sangat penting. Proses seleksi harus terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga tidak ada ruang bagi praktik-praktik nepotisme atau korupsi.

Masyarakat harus diberikan akses yang memadai untuk memantau dan menilai proses seleksi tersebut, sehingga dapat memastikan bahwa bansos disalurkan secara adil dan sesuai dengan kebutuhan yang sebenarnya.

Selanjutnya, sistem pelaporan dan pengawasan efektif juga diperlukan untuk memastikan bahwa bansos benar-benar diterima oleh mereka yang membutuhkan.

Mekanisme pelaporan harus mudah diakses dan tersedia untuk semua pihak, sehingga masyarakat dapat dengan cepat melaporkan jika ada ketidaksesuaian atau penyalahgunaan dalam penyaluran bansos.

Selain aspek-aspek tersebut, pemerintah juga harus memastikan bahwa dana bansos dikelola dengan efisien dan akuntabel. Penggunaan dana harus ditujukan secara langsung untuk memenuhi kebutuhan dasar penerima bansos, seperti makanan, pakaian, pendidikan, dan perawatan kesehatan.

Dengan menerapkan aturan bansos yang baik dan benar, pemerintah dapat memastikan bahwa bantuan sosial benar-benar tepat sasaran dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat yang membutuhkan.

Penerapan aturan yang transparan, akuntabel, dan efektif juga akan membantu membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga penyelenggara bansos, sehingga mendukung terciptanya tatanan sosial yang lebih adil dan berkelanjutan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com