Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Anggap Ganjar-Mahfud Salah Alamat Minta MK Usut Kecurangan TSM

Kompas.com - 28/03/2024, 14:36 WIB
Ardito Ramadhan,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) menilai, pasangan calon nomor presiden dan wakil presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD salah alamat karena meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mengusut dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Kuasa hukum KPU Hifdzil Alim menyatakan, dugaan kecurangan yang TSM semestinya diadukan ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), bukan MK.

"Pemohon yang memilih memasukkan permohonan dugaan pelanggaran administratif pemilu TSM kepada Mahakamah Konstitusi daripada kepada Bawaslu, padahal masih ada waktu itu 14 hari, adalah benar-benar salah alamat," kata Hifdzil dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (28/3/2024).

Baca juga: TPN Ganjar-Mahfud Akan Fokus Buktikan Kecurangan TSM di Sidang MK

Hifdzil menuturkan, dalil Ganjar-Mahfud bahwa ada praktik nepotisme pada pelaksanaan Pilpres 2024 sesuai dengan definisi pelanggaran administratif pemilu yang TSM.

Ia menyebutkan, Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2022 menyebutkan bahwa pelanggaran yang TSM meliputi kecurangan yang dilakukan oleh aparat dan penyelanggara pemilu secara kolektif.

Kemudian, pelanggaran itu direncanakan secara matang dan dampak pelanggarannya sangat luas terhadap hasil pemilu.

Sementara itu, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 mendefinisikan nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negar

"Kesesuaian tersebut setidak-tidaknya sama-sama menguak adanya perbuatan, adanya subyek yang melakukan, penyelenggara negara, aparat pemerintah, penyelenggara pemilu, adanya perencanaan yang matang, dan adanya perbuatan yang melawan hukum," kata Hifdzil.

Baca juga: Soal Pemilu, Tito: Kekurangan Mungkin Terjadi, yang Penting Tak Ada Desain TSM

Ia pun mengutip ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur bahwa pelanggaran TSM merupakan wewenang Bawaslu untuk mengusutnya, bukan MK.

"UU Pemilu dan perbawaslu telah pula mengatur lembaga yang berwenang memeriksa pelanggaaran administratif pemilu TSM yang didalamnya sbgm diinginkan oleh pemohon masuk klausul nepotisme adalah bawaslu, bukan Mahkamah Konstitusi," ujar Hifdzil.

Dalam sidang perdana pada Rabu (27/3/2024) kemarin, kubu Ganjar-Mahfud menuding ada nepotisme yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo untuk memenangkan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming.


Anggota Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Annisa Ismail menggarisbawahi nepotisme adalah bentuk pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang keberadaannya tidak boleh ditoleransi sama sekali karena berbagai hal.

Salah satunya adalah nepotisme melanggar asas pelaksanaan pemilu, khususnya asas bebas, jujur, dan adil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Nasdem: Anies 'Top Priority' Jadi Cagub DKI

Nasdem: Anies "Top Priority" Jadi Cagub DKI

Nasional
Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com