Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Anies dan Ganjar Kompak Minta MK Diskualifikasi Prabowo-Gibran, tapi Yusril Nilai Terlambat...

Kompas.com - 25/03/2024, 05:10 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

Anies mengaku sadar bahwa upayanya mengajukan sengketa pilpres ke MK tak akan banyak membuahkan hasil. Ia menyinggung adanya oknum yang terbukti melanggar kode etik di Mahkamah.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) itu juga mengungkit adanya ketua lembaga yang berulang kali melanggar kode etik dan disanksi, tetapi tetap dibiarkan menjalankan perannya dalam penyelenggaraan pemilu.

Meski begitu, Anies bilang, dirinya akan tetap memilih jalur konstitusi. Sebab, ia tidak ingin penyimpangan terus terjadi.

“Kami tidak ingin penyimpangan itu berlalu tanpa catatan, kami tidak ingin ini menjadi preseden yang buruk bagi generasi-generasi yang akan datang. Biarlah cukup berhenti sampai sini, jangan ada pembiaran,” kata Anies.

Tuntutan kubu Ganjar

Menyusul kubu Anies-Muhaimin, Tim Hukum Ganjar-Mahfud mengajukan sengketa hasil Pilpres 2024 ke MK pada Sabtu (23/3/2024). Kompak, kubu pasangan capres-cawapres nomor urut 3 ini juga meminta MK mendiskualifikasi Prabowo-Gibran.

Deputi Bidang Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, mengatakan, tuntutan tersebut diajukan ke MK lantaran pihaknya menilai bahwa pencalonan Gibran problematik sejak awal. Ia menyinggung polemik Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023 tentang batas usia capres-cawapres.

Baca juga: PPP Belum Bisa Pastikan Gabung Prabowo atau Tetap di Kubu Ganjar

"Kami meminta diskualifikasi kepada paslon 02 yang menurut hemat kami telah didaftarkan dengan melanggar ketentuan hukum dan etika. Dan itu sebetulnya sudah dikonfirmasi oleh MKMK (Majelis Kehormatan MK) dan terakhir oleh DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu)," kata Todung usai mendaftarkan gugatan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Sabtu (23/3/2024).

"Kemudian juga tentu karena ada diskualifikasi, kami juga memohon PSU (pemungutan suara ulang) di seluruh TPS di Indonesia," imbuhnya.

Kubu Ganjar-Mahfud juga meminta MK membatalkan putusan KPU soal hasil hitung manual pilpres. Menurutnya, terdapat dugaan penyalahgunaan kekuasaan yang terkoordinasi dalam pencalonan Prabowo-Gibran.

Selain Putusan MK Nomor 90, menurut Todung, penyalahgunaan kekuasaan itu dibuktikan dengan adanya intervensi kekuasaan, politisi bansos, hingga kriminalisasi kepala desa di berbagai tempat.

Alasan lainnya, terjadi penyalahgunaan sistem teknologi dan informasi milik KPU yang dibuktikan dengan adanya penggelembungan suara dalam Sistem Informasi Rekapitulasi Suara (Sirekap). Belum lagi, Daftar Pemilih Tetap (DPT) juga sempat bermasalah.

"Tapi sekali lagi, saya tidak ingin mengungkapkan itu semua. Yang saya ingin ungkapkan adalah bola itu ada di Mahkamah Konstitusi. Dan MK itu adalah guardian of constitution, MK mesti melaksanakan konstitusi. MK itu mesti melaksanakan hukum, mesti menegakkan demokrasi," sebut Todung.

Atas gugatan ini, Ganjar mengaku bakal lapang dada terhadap apa pun putusan MK. Meski sama-sama menggugat hasil pilpres ke MK, politikus PDI Perjuangan itu mengaku tak berkoordinasi dengan kubu Anies-Muhaimin.

"Tidak ada agenda-agenda lain, kolaborasi-kolaborasi yang terkait dengan agenda tertentu, tidak. Kami hanya ingin mendudukkan saja proses ini dengan baik. Apa pun keputusannya kita akan legawa" kata mantan Gubernur Jawa Tengah tersebut dalam konferensi pers di Posko Ganjar-Mahfud, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (21/3/2024).

Sejalan dengan itu, Mahfud menilai, penting untuk menggugat hasil Pilpres 2024 ke MK. Menurutnya, langkah ini demi mempertahankan demokrasi di Indonesia.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

JK Nilai Negara Harus Punya Rencana Jangka Panjang sebagai Bentuk Kontrol Kekuasaan

JK Nilai Negara Harus Punya Rencana Jangka Panjang sebagai Bentuk Kontrol Kekuasaan

Nasional
JK Respons Jokowi yang Tak Diundang Rakernas: Kan Bukan Lagi Keluarga PDI-P

JK Respons Jokowi yang Tak Diundang Rakernas: Kan Bukan Lagi Keluarga PDI-P

Nasional
Istri hingga Cucu SYL Bakal Jadi Saksi di Persidangan Pekan Depan

Istri hingga Cucu SYL Bakal Jadi Saksi di Persidangan Pekan Depan

Nasional
KPK Akan Hadirkan Sahroni jadi Saksi Sidang SYL Pekan Depan

KPK Akan Hadirkan Sahroni jadi Saksi Sidang SYL Pekan Depan

Nasional
Projo Sarankan Jokowi Gabung Parpol yang Nasionalis Merakyat

Projo Sarankan Jokowi Gabung Parpol yang Nasionalis Merakyat

Nasional
Soal Potensi PAN Usung Anies di Jakarta, Zulhas: Kami kan Koalisi Indonesia Maju

Soal Potensi PAN Usung Anies di Jakarta, Zulhas: Kami kan Koalisi Indonesia Maju

Nasional
Sukanti 25 Tahun Kerja di Malaysia Demi Hajikan Ayah yang Tunanetra

Sukanti 25 Tahun Kerja di Malaysia Demi Hajikan Ayah yang Tunanetra

Nasional
Zulhas Sebut 3 Nama Kader untuk Pilkada DKI Jakarta, Ada Eko Patrio, Zita Anjani, dan Pasha Ungu

Zulhas Sebut 3 Nama Kader untuk Pilkada DKI Jakarta, Ada Eko Patrio, Zita Anjani, dan Pasha Ungu

Nasional
Biaya Kuliah Mahal, Wapres: Pemerintah Belum Bisa Tanggung Seluruhnya

Biaya Kuliah Mahal, Wapres: Pemerintah Belum Bisa Tanggung Seluruhnya

Nasional
Keinginan JK Agar Pemilu di Masa Depan Lebih Efisien...

Keinginan JK Agar Pemilu di Masa Depan Lebih Efisien...

Nasional
Jusuf Kalla: Rekonsiliasi Tidak Berarti Semua Masuk Pemerintahan

Jusuf Kalla: Rekonsiliasi Tidak Berarti Semua Masuk Pemerintahan

Nasional
Presiden Iran Wafat, Wapres: Kita Kehilangan Tokoh Perdamaian

Presiden Iran Wafat, Wapres: Kita Kehilangan Tokoh Perdamaian

Nasional
Menkominfo Lapor ke Jokowi, Sudah Turunkan 1,9 Juta Konten Judi Online

Menkominfo Lapor ke Jokowi, Sudah Turunkan 1,9 Juta Konten Judi Online

Nasional
PDI-P Anggap Pertemuan Puan dan Jokowi di WWF Bagian Tugas Kenegaraan

PDI-P Anggap Pertemuan Puan dan Jokowi di WWF Bagian Tugas Kenegaraan

Nasional
Projo Sebut Jokowi Sedang Kalkulasi untuk Gabung Parpol

Projo Sebut Jokowi Sedang Kalkulasi untuk Gabung Parpol

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com