Anies mengaku sadar bahwa upayanya mengajukan sengketa pilpres ke MK tak akan banyak membuahkan hasil. Ia menyinggung adanya oknum yang terbukti melanggar kode etik di Mahkamah.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) itu juga mengungkit adanya ketua lembaga yang berulang kali melanggar kode etik dan disanksi, tetapi tetap dibiarkan menjalankan perannya dalam penyelenggaraan pemilu.
Meski begitu, Anies bilang, dirinya akan tetap memilih jalur konstitusi. Sebab, ia tidak ingin penyimpangan terus terjadi.
“Kami tidak ingin penyimpangan itu berlalu tanpa catatan, kami tidak ingin ini menjadi preseden yang buruk bagi generasi-generasi yang akan datang. Biarlah cukup berhenti sampai sini, jangan ada pembiaran,” kata Anies.
Menyusul kubu Anies-Muhaimin, Tim Hukum Ganjar-Mahfud mengajukan sengketa hasil Pilpres 2024 ke MK pada Sabtu (23/3/2024). Kompak, kubu pasangan capres-cawapres nomor urut 3 ini juga meminta MK mendiskualifikasi Prabowo-Gibran.
Deputi Bidang Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, mengatakan, tuntutan tersebut diajukan ke MK lantaran pihaknya menilai bahwa pencalonan Gibran problematik sejak awal. Ia menyinggung polemik Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023 tentang batas usia capres-cawapres.
Baca juga: PPP Belum Bisa Pastikan Gabung Prabowo atau Tetap di Kubu Ganjar
"Kami meminta diskualifikasi kepada paslon 02 yang menurut hemat kami telah didaftarkan dengan melanggar ketentuan hukum dan etika. Dan itu sebetulnya sudah dikonfirmasi oleh MKMK (Majelis Kehormatan MK) dan terakhir oleh DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu)," kata Todung usai mendaftarkan gugatan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Sabtu (23/3/2024).
"Kemudian juga tentu karena ada diskualifikasi, kami juga memohon PSU (pemungutan suara ulang) di seluruh TPS di Indonesia," imbuhnya.
Kubu Ganjar-Mahfud juga meminta MK membatalkan putusan KPU soal hasil hitung manual pilpres. Menurutnya, terdapat dugaan penyalahgunaan kekuasaan yang terkoordinasi dalam pencalonan Prabowo-Gibran.
Selain Putusan MK Nomor 90, menurut Todung, penyalahgunaan kekuasaan itu dibuktikan dengan adanya intervensi kekuasaan, politisi bansos, hingga kriminalisasi kepala desa di berbagai tempat.
Alasan lainnya, terjadi penyalahgunaan sistem teknologi dan informasi milik KPU yang dibuktikan dengan adanya penggelembungan suara dalam Sistem Informasi Rekapitulasi Suara (Sirekap). Belum lagi, Daftar Pemilih Tetap (DPT) juga sempat bermasalah.
"Tapi sekali lagi, saya tidak ingin mengungkapkan itu semua. Yang saya ingin ungkapkan adalah bola itu ada di Mahkamah Konstitusi. Dan MK itu adalah guardian of constitution, MK mesti melaksanakan konstitusi. MK itu mesti melaksanakan hukum, mesti menegakkan demokrasi," sebut Todung.
Atas gugatan ini, Ganjar mengaku bakal lapang dada terhadap apa pun putusan MK. Meski sama-sama menggugat hasil pilpres ke MK, politikus PDI Perjuangan itu mengaku tak berkoordinasi dengan kubu Anies-Muhaimin.
"Tidak ada agenda-agenda lain, kolaborasi-kolaborasi yang terkait dengan agenda tertentu, tidak. Kami hanya ingin mendudukkan saja proses ini dengan baik. Apa pun keputusannya kita akan legawa" kata mantan Gubernur Jawa Tengah tersebut dalam konferensi pers di Posko Ganjar-Mahfud, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (21/3/2024).
Sejalan dengan itu, Mahfud menilai, penting untuk menggugat hasil Pilpres 2024 ke MK. Menurutnya, langkah ini demi mempertahankan demokrasi di Indonesia.