Modal terbesar yang kita punya hingga hari ini adalah, ikatan emosional antar suku yang kemudian berjalin kelindan menjadi Bangsa Indonesia. Itulah yang dirumuskan Bung Karno dengan nama Pancasila.
Sampai usia negara kita mencapai angka 79 tahun seperti sekarang, Pancasila terbukti ampuh mengikat erat para pelanjut selama bergenerasi.
Momen Pemilu 2024 ini, masih tak seberapa merisaukan bila dibandingkan apa yang pernah terjadi pada 30 September 1965 lalu. Toh kita masih tetap bersatu-padu membangun negara ini dengan susah payah. Namun bukan berarti yang sedang kita hadapi hari ini, bisa dianggap remeh begitu saja.
Celah kecurangan pemilu yang masih menggelayut di benak publik, harus segera ditambal Pemerintah demi mewujudkan rasa keadilan bersama yang termaktub dalam sila kelima Pancasila.
Pemilu yang mempertaruhkan kehormatan negara-bangsa kita, harus dibersihkan dari karat demokrasi. Jika bukan kita yang menjaga marwah konstitusi, siapa lagi yang bisa diharapkan di luar sana?
Sebagai fondasi filosofis dan ideologis Indonesia, Pancasila juga menawarkan paradigma yang kait-mengait dan mendalam sebagai solusi untuk tantangan global yang dihadapi oleh dunia saat ini.
Dalam konteks globalisasi, ketidakstabilan politik, ketegangan antarbangsa, ketidaksetaraan ekonomi, dan konflik sosial menjadi tantangan yang memerlukan pendekatan holistik dan inklusif.
Pancasila menawarkan pandangan yang seimbang dan inklusif terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, serta memberikan arahan yang berpotensi menjadi landasan bagi tatanan dunia lebih adil dan berkelanjutan.
Pertama, Pancasila menekankan pada keadilan sosial. Prinsip-prinsip keadilan sosial yang menjadi salah satu pilar Pancasila menuntun kita untuk menciptakan masyarakat yang adil dan merata, di mana setiap individu memiliki kesempatan sama untuk berkembang dan bersumbangsih.
Di tengah ketimpangan ekonomi global yang semakin meningkat, konsep keadilan sosial Pancasila dapat menjadi fondasi untuk merumuskan kebijakan yang memperjuangkan distribusi kekayaan yang lebih merata dan memberikan akses adil terhadap sumber daya bagi semua orang.
Kedua, prinsip persatuan dalam keberagaman adalah nilai yang sangat relevan dalam konteks global yang semakin kompleks dan beragam.
Pancasila mengajarkan pentingnya menghargai perbedaan dan membangun kesatuan di tengah keberagaman.
Di tengah polarisasi politik, konflik agama, dan etnis yang merajalela, konsep persatuan dalam keberagaman Pancasila dapat menjadi landasan untuk membangun dialog antarbudaya, menghormati hak asasi manusia, dan mendorong inklusi sosial.
Ketiga, Pancasila menegaskan pentingnya kedaulatan rakyat dan demokrasi yang berkeadilan. Dalam dunia yang terus bergerak menuju otoritarianisme dan pembatasan kebebasan sipil, prinsip-prinsip demokrasi Pancasila menegaskan pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, kebebasan berpendapat, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.
Keempat, Pancasila menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara kepentingan individu, masyarakat, dan negara.
Konsep gotong-royong yang ditanamkan dalam Pancasila mengajarkan pentingnya kerjasama dan tanggung jawab bersama dalam membangun masyarakat yang berkeadilan dan beradab.
Dalam konteks global, di mana isu-isu lingkungan hidup, perubahan iklim, dan keberlanjutan menjadi semakin mendesak, konsep gotong royong Pancasila dapat menjadi landasan untuk membangun kemitraan global yang kuat dalam menangani tantangan bersama yang dihadapi umat manusia.
Terakhir, tetapi tidak kalah penting, Indonesia telah membangun peradaban Muslim terbesar dan berperan penting dalam gejolak perubahan dunia hingga sekarang.
Tak masalah jika Barat belum juga jera mengatakan bahwa Muslim adalah teroris, tapi kita perlu tahu siapa yang memulai Perang Dunia I dan II? Bukan Muslim.
Siapa yang membunuh sekitar 20 juta orang asli di Australia? Kolonialis Inggris. Siapa yang menjatuhkan bom nuklir di Hiroshima-Nagasaki? Amerika Serikat.
Siapa yang membunuh lebih dari 100 juta orang Indian di Amerika Utara? Amerika Serikat. Siapa yang membunuh lebih dari 50 juta orang Indian di Amerika Selatan? Amerika Serikat.
Siapa yang mengambil sekitar 180 juta orang Afrika sebagai budak dan 88 persen meninggal di Samudera Atlantik? Bangsa Eropa.
Siapa yang telah membunuh sejuta lebih warga sipil di Irak? Amerika Serikat. Siapa yang membunuh ratusan ribu anak kecil di Palestina—sejak pembantaian di Deir Yassin? Inggris dan Israel.