JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Zaenur Rohman berpandangan, pegawai dari luar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kerap membawa "penyakit" ke dalam KPK.
Menurut Zaenur, hal itu tercermin dari kasus pungutan liar di rumah tahanan (rutan) KPK yang melibatkan sejumlah pegawai negeri yang diperbantukan (PNYD) asal Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
"Pegawai negeri sipil dari eksternal yang KPK ditempatkan di dalam KPK saya melihatnya ini mereka membawa penyakit dari luar, kemudian ketika bekerja di KPK penyakit itu tetap lestari karena itu sudah menjadi kebiasaan bertahun-tahun," kata Zaenur kepada Kompas.com, Sabtu (16/3/2024).
Baca juga: Tarik Pungli dari Tahanan, Kepala hingga Petugas Rutan KPK Ramai-ramai Masuk Penjara
Sayangnya, menurut Zaenur, KPK tidak memiliki sistem untuk memastikan agar kebiasaan buruk tersebut hilang ketika para PNYD bertugas di KPK.
"Justru KPK terinfeksi penyakit dari luar ini," ujar Zaenur.
Oleh karena itu, ia menyarankan KPK semestinya tidak lagi memenuhi kebutuhan pegawai dengan meminta pegawai dari lembaga lain.
Zaenur menekankan, KPK adalah lembaga indepnden yang semestinya juga dapat memenuhi kebutuhan pegawainya secara independen.
Namun, Zaenur menilai hal itu tidak mudah dilakukan karena KPK saat ini sudah berstatus sebagai lembaga yang berada di rumpun eksekutif atau di bawah pemerintah dan pegawainya pun berstatus aparatur sipil negara.
"Maka yang terbaik adalah melakukan revisi kembali UU KPK, KPK fully indepdnen, independensi itu termasuk indepnedsi sumber daya manusia dengan memenuhi semua bentuk kebutuhan SDM secara mandiri," ujar Zaenur.
Baca juga: Bukan Penyuapan, Tersangka Pungli Rutan KPK Dikenakan Pasal Pemerasan
Ia tidak memungkiri bahwa KPK juga harus memperbaiki pengawasan dan pengelolaan di internal agar tidak ada lagi kasus korupsi yang terjadi di tubuh KPK.
"Tapi menurut saya yang lebih penting lagi adalah independensi dari sisi kepegawaian itu akan sangat menentukan independensi dari KPK agar KPK tidak rusak dari dalam karena kuda troya dari luar," kata Zaenur.
KPK telah menetapkan 15 orang tersangka kasus pungli di rutan KPK yang terdiri dari kepala dan eks kepala rutan, kepala keamanan dan ketertiban, serta petugas dan eks petugas rutan.
Dalam kasus ini, para tersangka menagih pungli dengan nominal Rp 300.000-Rp 2 jtua kepada tahanan dengan iming-iming mendapatkan beragam fasilitas, seperti percepatan masa isolasi, layanan menggunakan ponsel dan powerbank, dan bocoran informasi soal inspeksi mendadak.
Baca juga: Kasus Pungli Rutan, Problem di KPK Dinilai Sistemik dari Atas sampai Bawah
Uang itu disetorkan secara tunai dalam rekening bank penampung lalu akan dibagi-baikan kepada kepala rutan dan petugas rutan.
Tahanan yang tidak ikut menyetor uang akan dibuat tidak nyaman oleh para petugas, misalnya dengan dikunci rai luar, dilarang dan dikurangi jatah berolahraga, serta mendapat jatah jaga dan piket kebersihan yang lebih banyak.
KPK menduga uang hasil pungli atau pemerasan terhadap tahanan di Rutan KPK mencapai Rp 6,3 miliar dalam kurun waktu 2019-2023.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.