Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Didesak Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM Berat, Termasuk Pembunuhan Munir

Kompas.com - 16/03/2024, 07:43 WIB
Singgih Wiryono,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menepati jajinya menuntaskan penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, termasuk kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib.

Anggota KASUM Andi Muhammad Rezaldy mengatakan, Jokowi harus menyelesaikan belasan kasus pelanggaran HAM berat dengan membentuk pengadilan HAM.

"Mendesak Presiden Joko Widodo untuk membuktikan janjinya dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM Berat termasuk kasus Pembunuhan Munir," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (15/3/2024).

Baca juga: Usman Hamid Sebut Berkas Perkara Muchdi PR Bisa Jadi Bukti Pembunuhan Munir Sebagai Pelanggaran HAM Berat

"Presiden cq Pemerintah dan DPR harus segera membentuk Pengadilan HAM untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat dalam hal ini Pembunuhan Munir Said Thalib," sambung dia.

Selain itu, KASUM juga meminta agar Jokowi memerintahkan Jaksa Agung untuk segera menjalankan mandat menindaklanjuti penyelidikan Komnas HAM terkait pembunuhan Munir.

Sedangkan untuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, KASUM mendesak agar penyelidikan untuk menetapkan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat digelar secara transparan dan akuntabel.

"Mendesak Komnas HAM untuk transparan dan akuntabel dalam menyelesaikan penyelidikan kasus pelanggaran HAM berat ini. Keterbukaan dalam proses penyelidikan harus dikedepankan," tuturnya.

Andi juga menyebut KASUM mengajak masyarakat sipil juga media masa mengawal kasus pembunuhan Munir untuk ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat.

"Sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat perlindungan pejuang HAM dan penegakan hukum kasus kejahatan HAM berat di Indonesia," tandasnya.

Sebagai informasi, Munir dibunuh pada 7 September 2004 dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta ke Amsterdam melalui Singapura.

Baca juga: Suciwati dan Usman Hamid Diperiksa Komnas HAM Terkait Kasus Pembunuhan Munir

Ia meninggal sekitar dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam, Belanda, pukul 08.10 waktu setempat.

Hasil otopsi menunjukkan adanya senyawa arsenik dalam tubuh mantan Ketua Dewan Pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) itu.

Proses hukum terhadap orang yang dianggap terlibat dalam pembunuhan Munir pernah telah dilakukan.

Pengadilan menjatuhkan vonis 14 tahun penjara kepada Pollycarpus Budihari Priyanto yang merupakan pilot Garuda Indonesia.

Pengadilan juga memvonis 1 tahun penjara kepada Direktur Utama Garuda Indonesia saat itu, Indra Setiawan. Dia dianggap menempatkan Pollycarpus di jadwal penerbangan Munir.

Sejumlah fakta persidangan bahkan menyebut adanya dugaan keterlibatan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN) dalam pembunuhan ini. Akan tetapi, tidak ada petinggi BIN yang dinilai bersalah oleh pengadilan.

Pada 13 Desember 2008, mantan Deputi V BIN, Muchdi Purwoprandjono yang menjadi terdakwa dalam kasus ini, divonis bebas dari segala dakwaan.

Baca juga: Mahfud Dorong Pemerintah Berikutnya Lanjutkan Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com