Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usman Hamid Sindir Komnas HAM yang Lambat Tetapkan Kasus Pembunuhan Munir Sebagai Pelanggaran HAM Berat

Kompas.com - 15/03/2024, 20:19 WIB
Singgih Wiryono,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Eks Anggota Tim Pencari Fakta (TPF) Munir, Usman Hamid menyindir Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang dinilai lambat menetapkan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir sebagai pelanggaran HAM berat.

Sindiran itu diungkapkan Usman saat pemeriksaan berlangsung.

Ia mengaku tak bisa berlama-lama di Komnas HAM, tapi tim ad hoc Komnas HAM justru meminta agar pemeriksaan dilanjutkan.

"Saya nggak bisa sampai sore karena ada agenda lain, mereka bilang 'Jangan ditunda dong, kalau ditunda lebih lama lagi,'," kata Usman saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (15/3/2024).

Baca juga: Ke Usman Hamid, Komnas HAM Tanya soal Penyerahan Dokumen TPF Munir ke SBY

Mendengar ucapan tersebut, Usman menjawab yang sering menunda justru Komnas HAM, karena fakta sudah begitu banyak dan sudah begitu jelas.

"Saya bilang Komnas HAM sudah berkali-kali menunda," tuturnya.

Usman mengatakan, penundaan dimaksud bukan ditujukan pada personal tim Ad Hoc ataupun komisionernya saat ini, tetapi Komnas HAM secara kelembagaan.

Dia juga menilai, penyelidikan kasus Munir untuk ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat masih panjang.

Masih ada banyak saksi yang mungkin harus dipanggil oleh Tim Ad Hoc Komnas HAM untuk memberikan kesimpulan apakah kasus ini layak ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat.

Baca juga: Suciwati dan Usman Hamid Diperiksa Komnas HAM Terkait Kasus Pembunuhan Munir

Padahal menurut Usman, menggunakan fakta-fakta yang sudah terungkap dalam dokumen TPF, dokumen berkas hukum pidana yang telah berjalan dan bukti baru sudah cukup menjadi bukti kuat kasus ini layak disebut pelanggaran HAM berat.

"Dan sekarang sudah ada berkas proses hukum (para terduga pelaku) yang banyak kan," tuturnya.

Misalnya berkas hukum Eks Direktur Utama PT Garuda Indonesia Indra Setiawan, Pilot Garuda Indonesia Polycarpus, dan nama Muchdi Purwoprandjono.

Sebagai informasi, Komnas HAM memanggil Usman Hamid dan istri Almarhum Munir, Suciwati sebagai saksi untuk menentukan apakah kasus pembunuhan Munir dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat atau tidak.

Baca juga: Komnas HAM Diminta Serius Investigasi Kekerasan di Papua Sampai Tuntas

Pemeriksaan ini sebagai salah satu harapan titik terang kasus pembunuhan Munir sejak Komnas HAM membentuk Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat pada 20 September 2022.

Warisan dari komisioner Komnas HAM terdahulu ini dilanjutkan dan saat ini memasuki tahap pemeriksaan para saksi.

KASUM menilai kasus pembunuhan Munir layak disebut sebagai pelanggaran HAM berat karena melibatkan aparat negara dan dilakukan secara terstruktur dan sistematis.

Munir dibunuh pada 7 September 2004 dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta ke Amsterdam melalui Singapura.

Ia meninggal sekitar dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam, Belanda, pukul 08.10 waktu setempat.

Baca juga: 71 Petugas Pemilu Wafat, Komnas HAM: Penyelenggara Berisiko Langgar Hak Asasi

Hasil otopsi menunjukkan adanya senyawa arsenik dalam tubuh mantan Ketua Dewan Pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) itu.

Proses hukum terhadap orang yang dianggap terlibat dalam pembunuhan Munir pernah telah dilakukan.

Pengadilan menjatuhkan vonis 14 tahun penjara kepada Pollycarpus Budihari Priyanto yang merupakan pilot Garuda Indonesia.

Pengadilan juga memvonis 1 tahun penjara kepada Direktur Utama Garuda Indonesia saat itu, Indra Setiawan. Dia dianggap menempatkan Pollycarpus di jadwal penerbangan Munir.

Sejumlah fakta persidangan bahkan menyebut adanya dugaan keterlibatan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN) dalam pembunuhan ini. Akan tetapi, tidak ada petinggi BIN yang dinilai bersalah oleh pengadilan.

Baca juga: Temuan Komnas HAM atas Wafatnya Petugas Pemilu, Bergadang 2 Hari Non-setop

Pada 13 Desember 2008, mantan Deputi V BIN, Muchdi Purwoprandjono yang menjadi terdakwa dalam kasus ini, divonis bebas dari segala dakwaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com