Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Asrizal Nilardin
Mahasiswa Magister Hukum Universitas Islam Indonesia

Mahasiswa Magister Hukum Universitas Islam Indonesia, Ketua Umum Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Daerah Indonesia

Bongkar Pasang Ambang Batas Parlemen

Kompas.com - 10/03/2024, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Perihal banyaknya suara rakyat yang terbuang sebagai konsekuensi logis dari semua sistem pemilu. Hal itu dapat menstimulasi peran partai politik di akar rumput guna mengamankan basis dukungan rakyat. Karena problem akut dalam sistem kepartaian kita ialah minimnya partai yang mengakar dengan rakyat.

Skema lain yang dapat digunakan bersamaan dengan PT sebesar 7 persen ialah dibentuk fraksi baru di parlemen bagi caleg yang mendapatkan dukungan yang signifikan.

Skema fraksi alternatif ini juga diusulkan oleh Grace Natalie, Wakil Dewan Pembina PSI. Penghitungan rumusannya harus dilakukan secara proporsional (perolehan suara dan representasi dapil) dengan persentase minimum suara tertentu yang diperoleh oleh para caleg untuk diikutsertakan dalam konversi suara ke kursi.

Pembentukan fraksi alternatif ini guna meminimalkan banyaknya suara terbuang. Karena dalam banyak kasus caleg tertentu memperoleh suara individu yang cukup signifikan, namun tidak dapat dikonversi ke kursi DPR lantaran partainya tidak lolos ambang batas parlemen.

Cara ini cukup rasional dan proporsional karena anggota DPR adalah perwakilan rakyat, bukan perwakilan partai politik.

Putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023 tidak memberikan rumusan secara tegas batas minimum/maksimal ambang batas parlemen yang paling proporsional.

Hal itu dapat dipahami karena MK —dalam kebimbangan— tengah menjaga jarak karena ketentuan tersebut merupakan open legal policy.

Kendati dalam putusan a quo MK menegaskan ketentuan ambang batas 4 persen masih konstitusional untuk pemilu 2024.

Namun, MK juga menilai ketentuan itu konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada pemilu 2029 dan pemilu DPR berikutnya.

Dengan demikian, MK merekomendasikan perubahan ketentuan ambang batas parlemen kepada pembentuk UU (DPR dan presiden).

Putusan yang mengandung amar konstitusional bersyarat, berbeda dengan putusan yang amarnya inkonstitusional bersyarat.

Dalam putusan inkonstitusional bersyarat, norma tidak lagi berkekuatan hukum tetap bilamana tidak dilakukan perbaikan atau tidak memenuhi syarat tafsir sebagaimana putusan MK.

Sebaliknya, konstitusional bersyarat mendalilkan norma tetap konstitusional atau berkekuatan hukum sepanjang belum dilakukan perubahan atas norma tersebut.

Dapat disimpulkan bahwa putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023 tidak serta-merta mengubah ketentuan ambang batas parlemen yang berlaku —baik untuk pemilu 2029 atau pemilu DPR berikutnya.

Putusan semacam ini tidak lebih sekadar rekomendasi perubahan dari MK kepada pembentuk UU sebagai open legal policy.

Perubahan sepenuhnya menjadi domain kewenangan DPR dan presiden. Entah tetap mempertahankan PT 4 persen atau menaikannya merupakan kebijakan hukum terbuka yang tidak mengurangi kadar konstitusionalitasnya sedikit pun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com