Ketentuan ini juga sudah bolak-balik diuji di MK dan semua putusan MK konsisten menegaskan kedudukan ET atau PT sebagai open legal policy pembentuk UU.
Artinya besaran persentase ambang batas tersebut sepenuhnya diserahkan kepada pilihan hukum DPR dan presiden.
Berdasarkan pertimbangan a quo, pasal 414 ayat (1) UU 7/2017 hadir sebagai politik hukum dalam mendorong terciptanya sistem multipartai sederhana di Indonesia.
Semenjak pertama kali diterapkannya PT pada pemilu 2009, dari 38 jumlah partai politik peserta pemilu, hanya 9 partai politik yang lolos ke parlemen.
Pada pemilu 2014, dari 12 partai politik peserta pemilu, tersisa 10 partai politik yang lolos parlemen.
Pemilu 2019, dari 16 partai politik, hanya 9 partai yang lolos ke parlemen. Terakhir pada pemilu 2024, dari 18 partai politik peserta pemilu, berdasarkan hasil rekapitulasi sementara kemungkinan ada 9 partai yang akan lolos ke Senayan.
Berdasarkan perkembangannya tersebut, banyak pihak menilai PT tidak efektif dalam menciptakan penyederhanaan partai politik di parlemen.
Namun hemat saya, persoalan yang mendasar bukan terletak pada PT, melainkan pada persentase yang digunakan belum signifikan mendorong penyederhanaan partai politik.
Penyederhanaan partai politik diharapkan tidak saja dalam komposisi kursinya di parlemen, namun yang paling penting ialah jumlah partai politik peserta pemilu yang perlu disederhanakan.
Penyederhanaan jumlah partai politik peserta pemilu tidak berarti membatasi jumlah partai politik di Indonesia.
Penyederhanaan partai dilakukan guna mendorong sistem multipartai sederhana, baik sederhana dari aspek jumlah peserta pemilu hingga jumlah partai politik di parlemen.
Pengurangan partai politik sebagai peserta pemilu tidak bisa dilakukan dengan menentukan jumlah maksimum partai politik yang dapat menjadi peserta pemilu.
Itu sebabnya pilihan yang paling mungkin dan konstitusional dilakukan ialah membatasi jumlah partai politik di parlemen dengan ambang batas perolehan suara sah secara nasional.
Merujuk pada pertimbangan MK, alasan perlunya koreksi terhadap PT karena belum efektif mendorong penyederhanaan partai politik di parlemen dalam tiga kali pemilu terakhir.
Maka masalah mendasarnya terletak pada persentase PT 4 persen yang perlu ditingkatkan. Paling signifikan, misalnya, ke angka 7 persen yang sebelumnya pernah diusulkan partai Nasdem. Atau menjadi 10 persen seperti yang pernah berlaku di Turkiye.
Jika PT menjadi sebesar 7 persen dengan jumlah peserta pemilu 16 partai seperti pemilu 2019, maka dapat tersisa 5-7 partai politik di parlemen.
Namun dalam sisi ekstrem bila dinaikan menjadi 10 persen, maka tersisa 3-4 partai. PT 10 persen mengandung konsekuensi yang cukup berisiko diterapkan dalam pemilu berikutnya bila jumlah partai peserta pemilu berkisar 16 atau lebih partai politik.
Dengan demikian, PT sebesar 7 persen untuk pemilu berikutnya lebih rasional dalam menciptakan penyederhanaan partai politik di parlemen.
Jumlah partai di parlemen yang berkisar 5-7 merupakan jumlah ideal bagi sistem multipartai sederhana.