Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tayangan Grafik Sirekap Disetop, Demokrat: Kami Butuh Keterangan KPU agar Tak Jadi Spekulasi

Kompas.com - 06/03/2024, 10:30 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP Partai Demokrat Herman Khaeron mengatakan, pihaknya menuntut penjelasan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI terkait diberhentikannya penayangan grafik atau diagram perolehan suara hasil pembacaan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) terhadap formulir C.Hasil tempat pemungutan suara (TPS).

Herman berpendapat, KPU harus memberi penjelasan supaya tidak timbul kecurigaan di publik.

"Kami membutuhkan keterangan dari KPU supaya tidak menjadi spekulasi publik," ujar Herman saat dimintai konfirmasi, Rabu (6/3/2024).

Herman menjelaskan bahwa Sirekap yang disajikan KPU memang bermasalah.

Baca juga: KPU Setop Tayangan Grafik Sirekap, Tetap Unggah Rekapitulasi Asli untuk Bukti

Dia menilai bahwa teknologi haruslah canggih dalam rangka kepentingan publik. Oleh karenanya, Herman berharap Sirekap disiapkan secara baik.

"Teknologi informasi itu harus handal dan eksklusif. Dan untuk kepentingan publik yang sangat luas harus disiapkan betul dengan baik. Semoga ke depan akan semakin baik," katanya.

Sebelumnya, KPU RI memutuskan untuk menghentikan penayangan grafik atau diagram perolehan suara hasil pembacaan Sirekap terhadap formulir C.Hasil TPS.

Hal ini disebabkan karena tingginya tingkat kekeliruan pembacaan oleh Sirekap yang menyebabkan data perolehan suara tidak sesuai dengan hasil di TPS dan menimbulkan kesalahpahaman publik.

"Ketika hasil pembacaan teknologi Sirekap tidak atau kurang akurat dan belum sempat diakurasi oleh uploader (KPPS/Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) dan operator Sirekap KPU kabupaten/kota, hal itu akan jadi polemik dalam ruang publik yang memunculkan prasangka," kata anggota KPU RI, Idham Holik, kepada Kompas.com, Selasa (6/3/2024).

"Kini kebijakan KPU hanya menampilkan bukti otentik perolehan suara peserta pemilu," ujarnya lagi.

Baca juga: Setop Grafik Sirekap, KPU Wajibkan Jajaran Unggah Bukti Rekapitulasi Asli untuk Publik

Langkah ini bukan berarti KPU menutup akses publik untuk mendapatkan hasil penghitungan suara. KPU berjanji tetap mengunggah foto asli formulir C.Hasil plano dari TPS sebagai bukti autentik perolehan suara, sebagaimana yang selama ini berlangsung.

Fungsi utama Sirekap, menurut Idham, sejak awal memang sebagai sarana transparansi hasil pemungutan suara di TPS, di mana publik bisa melihat langsung hasil suara setiap TPS di seluruh Indonesia melalui unggahan foto asli formulir model C.Hasil plano.

Tampilan Sirekap saat ini pun seperti itu, yakni tanpa diagram/grafik maupun tabel data numerik jumlah suara di suatu wilayah, dan hanya memuat menu untuk memeriksa foto asli formulir C.Hasil TPS.

"Sirekap fokus ke tampilan foto formulir model C.Hasil saja, tanpa menampilkan kembali data numerik hasil tabulasi sementara perolehan suara peserta pemilu hasil pembacaan foto formulir model C.Hasil plano," kata Idham.

Baca juga: Anomali Kenaikan Suara PSI: Dugaan Operasi Loloskan ke Senayan, KPU Enggan Komentar

Di samping itu, KPU juga memastikan bahwa fokus mereka saat ini adalah rekapitulasi manual berjenjang dari tingkat kecamatan, kota/kabupaten, provinsi hingga pusat.

Rekapitulasi manual berjenjang ini lah dasar resmi penghitungan suara yang sah. Adapun angka yang tertera di Sirekap, baik itu akurat maupun tidak, bukan merupakan dasar resmi penghitungan suara yang sah.

"Setiap (formulir) hasil rekapitulasi berjenjang wajib dipublikasikan oleh rekapitulator tersebut dalam hal ini PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan), KPU kabupaten/kota, dan KPU provinsi," ujar Idham.

"Kini, KPU fokus menampilkan data hasil rekapitulasi secara berjenjang: Formulir Model D.Hasil (PPK), Formulir Model DB.Hasil (KPU Kabupaten/Kota) dan Formulir Model DC.Hasil (KPU Provinsi)," katanya lagi.

Baca juga: Tak Temukan Bukti Penggelembungan Suara PSI, Bawaslu: Sirekap Tidak Presisi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com