Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anomali Kenaikan Suara PSI: Dugaan Operasi Loloskan ke Senayan, KPU Enggan Komentar

Kompas.com - 04/03/2024, 08:25 WIB
Syakirun Ni'am,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Melonjaknya perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengundang kecurigaan sejumlah pihak.

Diketahui, PSI menjadi sorotan karena kenaikan suaranya berdasarkan hitung manual (real count) Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dinilai tak wajar dalam beberapa hari terakhir.

Pengamat politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin mengatakan, suara suatu partai politik mustahil naik secara tajam secara langsung.

Dia bahkan menyindir kenaikan seperti itu tidak ubahnya semacam sulap.

Baca juga: Sirekap Pileg Data 65,84 Persen: PSI Kantongi 3,13 Persen Suara

Ujang mengatakan, beberapa politisi mulai dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) hingga Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga menyadari ketidakwajaran kenaikan suara PSI.

“Karena sesama politisi paham, tidak mungkin langsung simsalabim suara itu, tidak mungkin langsung melonjak,” kata Ujang saat dihubungi Kompas.com, Minggu (3/3/2024).

Menurut Ujang, di antara kecurigaan mereka adalah dugaan operasi untuk meloloskan PSI ke parlemen dengan cara menaikkan perolehan suaranya hingga tembus empat persen. Caranya dengan mengalihkan suara partai politik tertentu kepada PSI.

Ujang menyebut, jika memang operasi tersebut benar adanya maka kedaulatan masyarakat dalam sistem demokrasi terancam.

“Kedaulatan rakyat, suara rakyat bisa diakali, bisa dimanipulasi, bisa dimainkan, ini bahaya,” ujar Ujang.

Baca juga: Bawaslu Telusuri Dugaan Penggelembungan Suara PSI di Cilegon

Romi PPP ungkap modus menangkan PSI

Terpisah, Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy alias Romi mengaku mendapatkan informasi terdapat dua modus untuk meloloskan PSI ke parlemen.

Adapun PSI diketahui dipimpin oleh putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) Kaesang Pangarep.

“(Modus pertama) memindahkan suara partai yang jauh lebih kecil yang jauh dari lolos PT (parliamentary threshold) kepada coblos gambar partai tersebut dan/atau memindahkan suara tidak sah menjadi coblos gambar partai tersebut,” kata Gus Romi dalam keterangan tertulisnya, Minggu (3/3/2024).

Romi mengaku bahwa pihaknya telah mendengar terdapat operasi untuk memenangkan PSI yang digerakkan aparat.

Baca juga: Suara PSI Naik Pesat, Pengamat: Tak Mungkin Simsalabim Langsung Melonjak

Mereka menargetkan penyelenggara pemilu di tingkat daerah agar PSI meraup 50.000 suara di setiap kabupaten/kota di pulau Jawa dan 20.000 suara di setiap kabupaten/kota di luar Jawa.

Adapun operasi itu dilakukan dengan membiayai organisasi masyarakat (ormas) kepemudaan tertentu yang pernah dipimpin menteri.

Mereka memiliki agenda untuk memobilisasi masyarakat agar mencoblos logo PSI di surat suara.

“Setidaknya itu yang saya dengar dari salah satu aktivisnya yang diberikan pembiayaan langsung oleh aparat sebelum Pemilu,” ujar Romi.

Namun, ketika pemilu bergulir rencana itu tidak berjalan mulus. Hasil hitung cepat (quick count) sejumlah lembaga survei menyatakan suara PSI jauh di bawah ambang batas parlemen, yakni di angka dua persen.

Baca juga: Romahurmuziy Ungkap 2 Modus untuk Loloskan PSI ke Parlemen

Hitung cepat lembaga survei memiliki margin of error sekitar 1 persen. Artinya, agar lolos parlemen suatu partai harus meraup minimal sekitar tiga persen dalam hitung cepat.

Dengan demikian, mereka berpeluang tembus empat persen dalam hitung manual KPU.

Namun, dalam beberapa waktu terakhir sejumlah pengamat politik hingga pemilik lembaga survei mengendus keganjilan. Sebab, suara PSI melesat dan keluar dari garis kewajaran.

Dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) KPU, masuk data dari 110 tempat pemungutan suara (TPS) yang menyumbang 19.000 suara PSI. Dari data itu diperkirakan setiap TPS terdapat 173 pemilih PSI.

Menurut Romi, jika diasumsikan partisipasi pemilih seperti 2019, yakni 81,69 persen dari 300 hak suara, maka di setiap TPS terdapat 245 surat suara yang dicoblos.

Baca juga: Suara PSI Melonjak, Anies Singgung Ketuanya Anak Presiden

Dengan demikian, perolehan PSI setiap TPS mencapai 173 suara sementara partai lainnya secara keseluruhan hanya 29 persen.

“Sebuah angka yang sangat tidak masuk akal mengingat PSI sebagai partai baru yang tanpa infrastruktur mengakar dan kebanyakan caleg RI-nya saya monitor minim sosialisasi ke pemilih,” ujar Romi.

Masyarakat sipil duga digelembungkan

Kritik dan kecurigaan juga disampaikan belasan lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi.

Ketua Perhimpunan bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Julius Ibrani mengatakan, kenaikan suara PSI tidak masuk akal karena data pemilu yang masuk dari TPS saat ini sudah di atas 60 persen.

“Koalisi sudah menduga penggelembungan suara akan terjadi bersamaan dengan penghentian penghitungan manual di tingkat kecamatan dan penghentian Sirekap (Sistem Rekapitulasi) KPU,” kata Julius dalam keterangannya kepada Kompas.com, Minggu (3/3/2024).

Baca juga: Suara PSI Meroket, Koalisi Masyarakat Sipil Duga Ada Penggelembungan

Menurut Julius, sejak 18 Februari KPU di tingkat kabupaten/kota sempat menghentikan pleno terbuka rekapitulasi penghitungan suara secara manual di tingkat kecamatan.

Pada waktu yang bersamaan, KPU juga menghentikan penghitungan pada Sirekap dengan alasan sinkronisasi data. Hal itu membuat Sirekap tidak bisa diakses.

Kondisi itu, menurut Julius, merupakan gelagat yang mencurigakan.

“Itu menguatkan kecurigaan publik bahwa Pemilu 2024 telah dibajak oleh rezim Jokowi,” ujar Julius.

Baca juga: Suara PSI Melonjak, Anies: Kalau Memang Tidak Ada, Jangan Diada-adakan

KPU enggan komentar

Sementara itu, Komisioner KPU Idham Holik mengaku enggan mengomentari lonjakan suara PSI.

Lonjakan itu membuat perolehan suara PSI berdasarkan hitung cepat dan hitung manual KPU selisih jauh.

“Berkenaan dengan jumlah perolehan suara lalu dikaitkan dengan quick count itu tentu belum bisa kami komentari,” kata Idham saat ditemui awak media di Gedung KPU RI, Jakarta Pusat, Minggu (3/3/2024).

Idham mengatakan, pihaknya masih melakukan rekapitulasi secara berjenjang dari tingkat paling bawah hingga nasional.

Baca juga: Enggan Komentari Lonjakan Suara PSI, KPU: Hasil Resminya Nanti

Menurut dia, proses hitung manual berjenjang itu pada umumnya masih di tingkat kabupaten/kota meski terdapat beberapa di tingkat nasional.

“Hasil resmi perolehan suara peserta pemilu itu akan ditetapkan berdasarkan hasil rekapitulasi secara berjenjang tersebut,” ujar Idham.

Adapun lonjakan suara PSI mulai terjadi dari hanya 2,86 persen atau 2.171.907 suara pada Kamis (29/2/2024) pukul 10.00 WIB menjadi 3,13 persen atau 2.402.268 suara pada Sabtu (2/3/2024) pukul 15.00 WIB.

Dalam jangka waktu yang sama, hasil tempat pemungutan suara (TPS) yang dilaporkan di situs real count KPU bertambah dari 539.084 menjadi 541.324 TPS. Terdapat tambahan data dari 2.240 TPS.

Dari data tersebut, bisa diasumsikan PSI mendapatkan tambahan 203.361 suara dari 2.240 TPS.

Data itu memiliki selisih cukup jauh dengan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei.

Berdasarkan data hitung cepat Tim Litbang Kompas yang sudah terkumpul 100 persen misalnya, PSI hanya meraup 2,8 persen suara.

Baca juga: [POPULER NASIONAL] Cerita Jimly soal Megawati yang Terima Kekalahan Lawan SBY | Lonjakan Suara PSI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com