Dalam melaksanakan hak angket, panitia khusus berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan.
Dalam catatan Kompas.id, selama dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo atau sejak 2014, DPR baru sekali menggunakan hak angket, yakni pada 2017. Hak itu bukan digunakan terhadap kebijakan pemerintah, melainkan terhadap kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penggunaan hak angket ini buntut dari penolakan KPK atas permintaan Komisi III DPR RI untuk membuka rekaman Miryam S Haryani, anggota DPR yang menjadi tersangka dalam pemberian keterangan palsu dalam kasus korupsi pengadaan KTP elektronik.
Sementara, menurut catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang dikutip dari Kompas.id, pada dua periode masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejak 2004 hingga 2014, hak angket digunakan sebanyak 16 kali. Hak tersebut dipakai untuk mempersoalkan sejumlah kebijakan pemerintah yang bersifat strategis, penting, dan berdampak luas.
Beberapa di antaranya, yakni, hak angket untuk menyelidiki kebijakan Pertamina terkait penjualan dua tanker ukuran sangat besar (very large crude carrier/VLCC), hak angket skandal Bank Century, lalu hak angket atas kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
Hak angket masa pemerintahan SBY juga pernah dipakai untuk menyelidiki penyelenggaraan ibadah haji pada tahun 2008 yang dinilai sangat buruk. Lalu, tahun 2009, hak angket digunakan untuk mengurai kesemrawutan daftar pemilih tetap (DPT) pada Pemilu 2009.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret, Agus Riewanto, mengatakan, hak angket pada prinsipnya merupakan hak institusional DPR untuk melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kinerja pemerintah. Objeknya berupa kebijakan pemerintah yang strategis dan berpengaruh terhadap masyarakat, yang diduga melanggar peraturan perundang-undangan.
Sementara, pemilu bukan merupakan kerja pemerintah. Pemilu diselenggarakan oleh lembaga independen bernama Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Baca juga: Soal Wacana Hak Angket Kecurangan Pemilu 2024, AHY Sebut Tidak Ada Urgensi
Oleh karenanya, jika hak angket ditujukan ke pemerintah, DPR akan menyelidiki kerja-kerja dan kegiatan pemerintah yang menyangkut pemilu, bukan terkait penyelenggaraan pemilu itu sendiri.
Agus menerangkan, hasil dari hak angket berupa rekomendasi. Misalnya, rekomendasi untuk memperbaiki hal-hal yang dilanggar oleh eksekutif, bisa juga berupa teguran tertulis.
“Sehingga hak angket ini kan ranahnya politik. Makanya sering disebut sebagai right of impeachment (hak memakzulkan), jadi semacam meng-impeach (memakzulkan) tindakan pejabat publik dalam jabatan,” kata Agus kepada Kompas.com, Sabtu (24/2/2024).
Agus menjelaskan, hak angket tidak dapat memengaruhi hasil pemilu. Sebab, menurut ketentuan konstitusi, kewenangan untuk menangani perselisihan hasil pemilu berada di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Pembatalan, penghitungan ulang soal pemilu itu ranahnya di Mahkamah Konstitusi, bukan ranah politik. Jadi pembatalan pemilu itu hanya bisa dilakukan menurut ranah hukum, bukan ranah politik. Hak angket dan seterusnya di DPR itu ranah politik,” ujar Agus.
Sementara, terkait pemakzulan terhadap Presiden, Agus bilang bahwa itu hal yang berbeda. Hak angket berada di ranah hukum, sementara pemakzulan Presiden masuk ke aspek hukum dan politik.
Baca juga: Jimly Sebut Hak Angket Gertakan, Hidayat Nur Wahid: Itu Hak Konstitusional DPR
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, seorang Presiden dapat dimakzulkan jika memenuhi sejumlah syarat. Misalnya, jika Presiden melakukan tindak pidana, perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden.