Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat Usul Anggota BPK Diseleksi Panitia Independen Agar Tak Dimanfaatkan Parpol

Kompas.com - 10/05/2024, 17:11 WIB
Tria Sutrisna,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Transparency International Indonesia (TII) Alvin Nicola mengusulkan agar proses seleksi anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dilakukan oleh panitia independen.

Hal itu dapat dilakukan dengan merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK.

Beleid ini mengatur proses seleksi anggota BPK dilakukan oleh Komisi IX DPR RI.

“Karena peran BPK yang sentral dalam pemberantasan korupsi, sudah sepatutnya untuk segera merevisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK, agar proses pemilihan itu dilakukan oleh panitia seleksi yang independen atau yang dibentuk oleh pemerintah,” ujar Alvin saat dihubungi, Jumat (10/5/2024).

Baca juga: Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Menurut Alvin, panitia independen diperlukan untuk mengantisipasi adanya partai politik yang ingin memanfaatkan kewenangan BPK demi kepentingan kelompoknya.

Selama ini, kata Alvin, para anggota BPK banyak diisi oleh kader maupun orang-orang dari partai politik. Kondisi tersebut cenderung membuat BPK sulit bersikap independen dalam mengaudit.

“Saat ini kelima anggota lembaga audit negara merupakan kader partai politik. Artinya BPK tidak lagi independen, terutama dalam hal memeriksa akuntabilitas keuangan negara,” kata Alvin.

Kecenderungan itu, lanjut Alvin, juga kerap dimanfaatkan untuk bisa memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP), dengan memberikan laporan hasil pemeriksaan keuangan yang sesuai kenyataan.

“Hasil audit BPK pada akhirnya juga rentan diselewengkan demi proteksi partai politik tertentu, hingga perdagangan opini WTP,” pungkasnya.

Baca juga: Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Diberitakan sebelumnya, Sidang lanjutan kasus korupsi eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) pada Rabu (7/5/2024) lalu, menguak masih adanya indikasi jual-beli opini WTP dalam proses audit yang dilakukan oleh BPK.

Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Sesditjen PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Hermanto yang dihadirkan sebagai saksi mengungkapkan bahwa seorang auditor BPK bernama Victor pernah meminta uang Rp 12 miliar kepada Kementan.

Hermanto menyebutkan, uang itu diminta supaya hasil audit Kementan mendapatkan status WTP dari BPK.

Status WTP Kementan terganjal karena adanya indikasi fraud dengan nilai besar dalam pelaksanaan program food estate atau lumbung pangan nasional.

“Ada. Permintaan itu disampaikan untuk disampaikan kepada pimpinan untuk nilainya kalau enggak salah diminta Rp 12 miliar untuk Kementan,” kata Hermanto, Rabu.

Baca juga: KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait Food Estate Ke Kementan

Namun, Hermanto mengatakan, Kementan tidak langsung memenuhi permintaan Victor.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta, Kementan hanya memberi Rp 5 miliar ke BPK.

“Enggak, kita tidak penuhi. Saya dengar tidak dipenuhi. Saya dengar mungkin (kalau) enggak salah sekitar Rp 5 miliar,” kata Herman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 7 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

Nasional
SYL Ngaku Bayar Eks Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara dengan Uang Pribadi

SYL Ngaku Bayar Eks Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara dengan Uang Pribadi

Nasional
PDI-P Sebut Pemanggilan Hasto oleh Polda Metro Jaya Upaya Bungkam Suara Kritis

PDI-P Sebut Pemanggilan Hasto oleh Polda Metro Jaya Upaya Bungkam Suara Kritis

Nasional
Apresiasi Perwira Inovatif, Annual Pertamina Awards Ke-14 Resmi Dibuka

Apresiasi Perwira Inovatif, Annual Pertamina Awards Ke-14 Resmi Dibuka

Nasional
Bertanya ke Saksi, SYL Tegaskan Bagikan Sembako hingga Sewa Pesawat untuk Kepentingan Masyarakat

Bertanya ke Saksi, SYL Tegaskan Bagikan Sembako hingga Sewa Pesawat untuk Kepentingan Masyarakat

Nasional
162.961 Jemaah Haji Sudah Tiba di Arab Saudi, 36 Wafat

162.961 Jemaah Haji Sudah Tiba di Arab Saudi, 36 Wafat

Nasional
34 dari 37 WNI yang Berhaji Tanpa Visa Haji Dibebaskan dan Dipulangkan ke Tanah Air

34 dari 37 WNI yang Berhaji Tanpa Visa Haji Dibebaskan dan Dipulangkan ke Tanah Air

Nasional
KPU Akan Rapat Internal dan Konsultasi dengan DPR Usai MA Ubah Batas Usia Calon Kepala Daerah

KPU Akan Rapat Internal dan Konsultasi dengan DPR Usai MA Ubah Batas Usia Calon Kepala Daerah

Nasional
TNI Siap Dikirim ke Gaza untuk Operasi Perdamaian

TNI Siap Dikirim ke Gaza untuk Operasi Perdamaian

Nasional
Istri Terima Uang Rp 30 Juta Per Bulan dari Kementan, SYL: Ada Kegiatan Dharma Wanita

Istri Terima Uang Rp 30 Juta Per Bulan dari Kementan, SYL: Ada Kegiatan Dharma Wanita

Nasional
PN Jakpus Tak Berwenang Adili Gugatan soal Pencalonan Gibran, Pengacara Jokowi: Tak Terbukti Lawan Hukum

PN Jakpus Tak Berwenang Adili Gugatan soal Pencalonan Gibran, Pengacara Jokowi: Tak Terbukti Lawan Hukum

Nasional
Hasto Curiga Ada 'Orderan' di Balik Pemanggilannya ke Polda Metro Jaya

Hasto Curiga Ada "Orderan" di Balik Pemanggilannya ke Polda Metro Jaya

Nasional
Kata PP Muhammadiyah soal Jokowi Beri Izin Usaha Tambang untuk Ormas

Kata PP Muhammadiyah soal Jokowi Beri Izin Usaha Tambang untuk Ormas

Nasional
Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur, Jokowi: Pembangunan IKN Terus Lanjut

Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur, Jokowi: Pembangunan IKN Terus Lanjut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com