Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

El Nino, Bansos, dan Lonjakan Harga Beras

Kompas.com - 24/02/2024, 07:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Keberadaan beras ekonomis ini sebenarnya sangat membantu masyarakat kelas menengah ke bawah dalam mempertahankan daya belinya setelah lebih kurang dua tahun dihadang pandemi.

Apa boleh buat, pemerintah justru terlambat dalam memberikan kepastian pasokan karena terlalu sibuk dengan urusan politik dan pemilu.

Lalu di saat harga mulai berhenti naik di November 2023, pemerintah memulai bansos berupa BLT El Nino dalam bentuk beras. Kebijakan ini memang sangat diperlukan untuk menstabilisasi daya beli kalangan menengah ke bawah.

Namun karena kondisi pasokan sangat terbatas, maka kebijakan tersebut justru mengalihkan cadangan di Bulog yang seharusnya bisa dipakai untuk mengguyur pasaran agar tekanan harga semakin melemah langsung ke orang per orang yang terdata ke dalam daftar penerima BLT beras.

Tak pelak, menjelang akhir tahun di saat momen konsumsi tinggi datang lagi, harga kembali mulai berfluktuasi.

Namun karena sebagian pasokan impor mulai masuk, Bulog mulai rajin melakukan operasi pasar terbuka di beberapa pasar utama, sehingga harga tidak terlalu liar.

Walhasil, pada akhir dan awal tahun, harga tidak melompat terlalu tinggi, meski tetap terbilang tetap tinggi karena harganya gagal ditekan ke bawah akibat pasokan yang pas-pasan.

Namun memasuki Januari 2024, di mana bulan paling krusial secara politik, karena di awal Februari ada momen pemilihan umum, justru pemerintah mengambil langkah berani melanjutkan BLT beras dan BLT cash, padahal belum ada data inflasi untuk Januari 2024 yang bisa dijadikan patokan.

Selain itu, kebijakan bansos berupa BLT dan sejenisnya memang tak biasa dilakukan di awal tahun. Selama ini, kebiasaan pemerintah dalam memberikan bansos berlangsung di bulan Maret atau April, setelah ada data inflasi untuk kurun waktu dua bulan, yakni Januari dan Februari di satu sisi dan karena mendekati momen Ramadhan pun Lebaran di sisi lain.

Tak pelak kebijakan yang tidak biasa tersebut diteriaki oleh pendukung paslon yang tidak didukung oleh presiden sebagai kebijakan gentong babi atau Pork Barell Politics, karena memanfaatkan anggaran negara untuk mencari simpati publik demi meningkatkan elektabilitas salah satu paslon. Pasalnya, momen pencairan bansos sangat berdekatan dengan waktu pencoblosan pilpres.

Di sisi lain, secara ekonomi, karena pasokan belum benar-benar seimbang dengan permintaan akibat pasokan dari impor tidak bisa "ujuk-ujuk" datang sekaligus, maka kebijakan BLT beras kembali menyedot cadangan beras di Bulog.

Dan lagi-lagi imbasnya cadangan pasokan untuk pasaran yang kekurangan pasokan ikut mengering.

Sementara itu, kebijakan cash transfer yang dirapel tiga bulan di akhir Januari dan awal Februari juga berpotensi dipakai oleh para penerimanya untuk mengamankan stok beras pribadi (keluarga) dengan melakukan pembelian dalam jumlah besar, sehingga semakin menguras pasokan di pasaran dan mengerek harga setinggi yang kita saksikan per hari ini.

Memang tiga hari menjelang hari pencoblosan semua jenis bansos berhenti. Namun kebijakan sudah berjalan masif sebelumnya.

Apalagi, beberapa hari setelah itu, pemerintah membuka kembali keran kebijakan bansos berupa BLT beras, yang justru ditetapkan tanpa mempertimbangkan kondisi keseimbangan pasokan dan permintaan yang ada.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com