Salin Artikel

El Nino, Bansos, dan Lonjakan Harga Beras

Namun secara umum, harga rata-rata nasional beras memang jauh lebih mahal dibandingkan level harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Panel Harga Badan Pangan mencatat, harga beras pada Jumat (22/2/2024), bertengger di level Rp 16.270 per kg untuk varian premium. Sementara untuk beras medium berada di level Rp 14.210 per kg.

Sebagai perbandingan, berdasarkan Peraturan Badan Pangan Nasional No. 7/2023, Harga Eceran Tertinggi (HET) beras berlaku sejak Maret 2023 adalah Rp 10.900/kg untuk beras medium, sedangkan beras premium sebesar Rp 13.900/kg untuk Zona 1 yang meliputi Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi.

Lalu HET beras di Zona 2 meliputi Sumatera selain Lampung dan Sumsel, lalu NTT, dan Kalimantan dipatok Rp 11.500/kg untuk varian medium dan untuk varian beras premium sebesar Rp 14.400/kg.

Di Zona ke-3 meliputi Maluku dan Papua, HET beras medium sebesar Rp 11.800/kg, dan untuk beras premium sebesar Rp 14.800/kg.

Jadi lonjakan harga beras memang sudah sangat tinggi, mencerminkan betapa pasokan sudah tidak seimbang lagi dibandingkan dengan kondisi permintaan.

Apalagi saat ini sudah mendekati masa-masa puncak permintaan. Pasalnya, pada bulan Maret dan April akan ada momen Ramadhan dan Lebaran.

Padahal sebenarnya dalam kondisi normal, terutama dua tahun terakhir, Ramadhan dan Lebaran di bulan Maret dan April tidak akan terlalu terjadi gejolak harga beras, karena bersamaan dengan masa panen raya yang juga terjadi di bulan yang sama.

Masalahnya musim kemarau yang panjang dan kebijakan bansos pemerintah membuat pasokan optimal semakin sulit dipenuhi.

Nyatanya memang sejak pertengahan tahun 2023 lalu, pemerintah terkesan setengah hati dalam mengatasi fluktuasi harga beras.

Jauh hari sebelum akhir 2023, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah berkali-kali mengingatkan bahwa El Nino akan berlangsung lama, tapi pemerintah kurang responsif menanggapinya dengan cara aktif dalam memastikan sumber pasokan.

Setelah berhasil mendapatkan komitmen impor beras dari China dan beberapa negara lain menjelang akhir tahun, pemerintah terpantau sempat cukup berhasil menahan kenaikan harga di akhir tahun. Namun gagal dalam membawa harga kembali ke level normal.

Harga berhenti naik pada level yang terbilang cukup tinggi, sehingga mau tak mau menggerus daya beli masyarakat. Pasalnya, tidak ada lagi beras dengan harga di bawah Rp 11.000 per kg di pasaran beberapa bulan sebelum akhir tahun.

Padahal sebelum masalah pasokan mengemuka, masih banyak beredar beras untuk kalangan menengah ke bawah di pasaran dengan kisaran harga Rp 8.500 - Rp 10.000.

Keberadaan beras ekonomis ini sebenarnya sangat membantu masyarakat kelas menengah ke bawah dalam mempertahankan daya belinya setelah lebih kurang dua tahun dihadang pandemi.

Apa boleh buat, pemerintah justru terlambat dalam memberikan kepastian pasokan karena terlalu sibuk dengan urusan politik dan pemilu.

Lalu di saat harga mulai berhenti naik di November 2023, pemerintah memulai bansos berupa BLT El Nino dalam bentuk beras. Kebijakan ini memang sangat diperlukan untuk menstabilisasi daya beli kalangan menengah ke bawah.

Namun karena kondisi pasokan sangat terbatas, maka kebijakan tersebut justru mengalihkan cadangan di Bulog yang seharusnya bisa dipakai untuk mengguyur pasaran agar tekanan harga semakin melemah langsung ke orang per orang yang terdata ke dalam daftar penerima BLT beras.

Tak pelak, menjelang akhir tahun di saat momen konsumsi tinggi datang lagi, harga kembali mulai berfluktuasi.

Namun karena sebagian pasokan impor mulai masuk, Bulog mulai rajin melakukan operasi pasar terbuka di beberapa pasar utama, sehingga harga tidak terlalu liar.

Walhasil, pada akhir dan awal tahun, harga tidak melompat terlalu tinggi, meski tetap terbilang tetap tinggi karena harganya gagal ditekan ke bawah akibat pasokan yang pas-pasan.

Namun memasuki Januari 2024, di mana bulan paling krusial secara politik, karena di awal Februari ada momen pemilihan umum, justru pemerintah mengambil langkah berani melanjutkan BLT beras dan BLT cash, padahal belum ada data inflasi untuk Januari 2024 yang bisa dijadikan patokan.

Selain itu, kebijakan bansos berupa BLT dan sejenisnya memang tak biasa dilakukan di awal tahun. Selama ini, kebiasaan pemerintah dalam memberikan bansos berlangsung di bulan Maret atau April, setelah ada data inflasi untuk kurun waktu dua bulan, yakni Januari dan Februari di satu sisi dan karena mendekati momen Ramadhan pun Lebaran di sisi lain.

Tak pelak kebijakan yang tidak biasa tersebut diteriaki oleh pendukung paslon yang tidak didukung oleh presiden sebagai kebijakan gentong babi atau Pork Barell Politics, karena memanfaatkan anggaran negara untuk mencari simpati publik demi meningkatkan elektabilitas salah satu paslon. Pasalnya, momen pencairan bansos sangat berdekatan dengan waktu pencoblosan pilpres.

Di sisi lain, secara ekonomi, karena pasokan belum benar-benar seimbang dengan permintaan akibat pasokan dari impor tidak bisa "ujuk-ujuk" datang sekaligus, maka kebijakan BLT beras kembali menyedot cadangan beras di Bulog.

Dan lagi-lagi imbasnya cadangan pasokan untuk pasaran yang kekurangan pasokan ikut mengering.

Sementara itu, kebijakan cash transfer yang dirapel tiga bulan di akhir Januari dan awal Februari juga berpotensi dipakai oleh para penerimanya untuk mengamankan stok beras pribadi (keluarga) dengan melakukan pembelian dalam jumlah besar, sehingga semakin menguras pasokan di pasaran dan mengerek harga setinggi yang kita saksikan per hari ini.

Memang tiga hari menjelang hari pencoblosan semua jenis bansos berhenti. Namun kebijakan sudah berjalan masif sebelumnya.

Apalagi, beberapa hari setelah itu, pemerintah membuka kembali keran kebijakan bansos berupa BLT beras, yang justru ditetapkan tanpa mempertimbangkan kondisi keseimbangan pasokan dan permintaan yang ada.

Nyatanya kebijakan tersebut memang berpadu dengan musim panen raya awal di bulan Maret dan April, yang setidaknya bisa meningkatkan kepastian pasokan di pasaran.

Namun sialnya, kebijakan tersebut juga dilakukan di saat menjelang masuknya bulan Ramadhan di Maret dan Lebaran di April, dua momen kritis yang semestinya sangat diantisipasi oleh pemerintah.

Sementara di sisi lain, pasokan dari pasar global atau impor datang secara bertahap dengan jumlah yang tidak terlalu besar.

Walhasil, setiap pasokan yang masuk akan terserap oleh pasar di satu sisi, tapi juga memberikan sinyal bahwa permintaan sangat tinggi di sisi lain. Artinya, harga sama sekali tak bisa dibendung untuk naik, karena kondisi pasokan dinilai sangat kritis oleh pelaku pasar.

Sinyal pasar tidak bisa disalahkan. Jika setiap pasokan yang datang selalu terserap secara cepat, maka sinyalnya tak lain adalah kekurangan pasokan.

Distributor akan menahan harga tinggi untuk mengantisipasi kekeringan stok. Walhasil, pengecer juga akan mendapatkan harga tinggi. Dan dalam kondisi itu, tak mungkin pengecer akan melepas dengan harga rendah ke konsumen, karena risikonya adalah kerugian.

Jadi sekalipun pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menolak untuk menaikkan Harga Eceran Tertinggi (HET), kebijakan tersebut tidak akan memengaruhi pergerakan harga yang telah terjadi.

Kebijakan pemerintah hanya bisa memengaruhi pasar jika kondisi permintaan dan penawaran berada dalam relasi normal.

Namun jika kondisi pasokan ternyata tidak berimbang dengan permintaan, maka kebijakan pengendalian harga dari pemerintah tidak akan efektif, karena fundamental pasar tidak mendukung untuk terjadinya stabilisasi harga.

Harga pasaran akan selalu melampaui harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah, jika relasi pasokan dan konsumsi tidak dikelola dengan baik.

Jika pemerintah memaksakan harga, maka ada pihak yang akan mengalami kerugian besar karena disparitas harga yang masih sangat besar di pasaran.

Artinya, jika pengecer tidak memiliki insentif untuk mengikuti harga yang telah ditetapkan pemerintah, misalnya seperti kompensasi kerugian, maka tak akan ada satu pun pengecer yang akan bersedia menjual beras dalam keadaan rugi.

Untuk itu, pemerintah harus segera mempercepat datangnya pasokan dari impor. Selain itu, saat panen raya datang di Maret nanti, pemerintah harus segera mempercepat distribusinya ke pasaran dengan cara gerakan cepat Bulog dalam menyerap hasil panen raya dan menyalurkannya segera ke pasar-pasar tradisional.

Bersamaan dengan itu, pemerintah harus menerapkan kebijakan BLT beras secara kondisional. Segmen penerimanya harus dibatasi dulu hanya untuk kalangan yang benar-benar miskin dan dilakukan secara bertahap, yakni disesuikan dengan kondisi pasokan yang ada, baik di Bulog maupun di pasaran.

Dengan kata lain, pasokan untuk pasaran harus diprioritaskan terlebih dulu agar harga kembali stabil.

Setelah harga mulai bereaksi pada penambahan pasokan di pasaran, baru kemudian bansos mulai digulirkan lagi secara bertahap dan kondisional, di mana penyalurannya tetap harus disesuaikan dengan perkembangan informasi pasokan yang ada. Demi rakyat, semoga saja hal itu bisa diterapkan.

https://nasional.kompas.com/read/2024/02/24/07100961/el-nino-bansos-dan-lonjakan-harga-beras

Terkini Lainnya

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke