Ini adalah anomali politik di tengah arus demokrasi liberal yang hari ini merusak tatanan sosial masyarakat kita.
Sebagian besar politisi selalu membutuhkan tiga tas, yaitu popularitas, elektabilitas, dan terakhir adalah isi tas. Biasanya paling dominan di era demokrasi liberal adalah penggunaan “isi tas”.
Riset yang dilakukan LPM FE UI, modal seorang menjadi caleg untuk tingkat Nasional berkisar Rp 1,5 miliar – Rp 4,6 miliar (CNBCIndonesia.com).
Mahalnya biaya elektoral hari ini disokong juga oleh pragmatisme publik. Pemilu 2019 saja hampir 19,4 persen hingga 30,1 persen pemilih terlibat politik uang (detik.com).
Artinya kontestasi elektoral kita memang dekat dengan glamoritas. Politisi butuh isi tas untuk mengisi kotak suara.
Fenomena pemilih hedon dan pragmatis menjadi ruang empuk bagi politisi untuk siap disantap.
Terdapat kontradiksi antara UU Pemilu dengan praktik kehidupan politik. UU menyebutkan setiap warga negara memilki hak untuk dipilih dan memilih.
Anehnya kompetisi elektoral hanya diisi oleh individu-individu yang kuat secara ekonomi. Hasilnya, Indonesia menjadi negara dengan praktik politik uang nomor tiga di dunia.
Bukankah sangat ironis di mana beberapa kalangan sedang memperjuangkan kesetaraan dalam demokrastisasi. Di lain sisi, demokrasi hanya milik orang kaya dengan modal raksasa.
Individu seperti Komeng diperlukan untuk membenahi benang kusut demokrasi. Anomali politik yang dihadirkan komedian Komeng bisa menjadi tragedi bagi politisi konvensional.
Ternyata menjadi politisi tidak mahal dan bisa dengan cara-cara halal. Foto Komeng adalah bentuk ekspresi kaget terhadap budaya elektoral yang cukup mahal dan memberi luka pada generasi berikut.
Demokrasi datang untuk kepentingan bersama bukan bagi segelintir golongan. Ekspresi Komeng seperti ungkapan Einstein kepada Chaplin “Anda tidak berbicara, tetapi dunia memahami pesan Anda”.
Memang terkadang dunia politik tidak selalu tragis seperti perkiraan. Terdapat sifat jenaka yang menuntun demokrasi untuk bisa lebih reflektif terdahap praktik suap.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.