Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peluang Delegitimasi Pemilu lewat Hak Angket Lebih Besar ketimbang Sengketa di MK

Kompas.com - 21/02/2024, 15:15 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana menggulirkan hak angket atau hak interpelasi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) buat menyelidiki dugaan kecurangan pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dianggap menjadi pilihan pihak yang tidak puas karena jika bersengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) maka kemungkinan besar bakal kalah.

"Adanya upaya untuk menggulirkan hak angket dan interpelasi, menurut hemat saya, adalah karena ada anggapan bahwa perlawanan melalui jalur hukum di MK tidak akan membuahkan kemenangan," kata pengamat politik Jannus TH Siahaan saat dihubungi pada Selasa (20/2/2024).

Wacana hak angket disampaikan oleh calon presiden (capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo. Gagasan itu kemudian disambut oleh capres nomor urut 1 Anies Baswedan.

Menurut Jannus, wacana itu dilontarkan karena kedua belah pihak berkaca dari Pilpres 2014 dan 2019, di mana Prabowo Subianto yang ketika itu 2 kali berhadapan dengan Joko Widodo mengajukan gugatan sengketa Pilpres ke MK dan berujung kalah.

Baca juga: Formappi: Hak Angket untuk Ubah Hasil Pemilu Itu Mimpi

"Karena jika memakai jalur MK, ujungnya yang akan diperhitungkan adalah hasil perolehan suara akhir sehingga akan sangat kecil kemungkinan untuk memenangi gugatan," ucap Jannus.

Menurut Jannus, pihak penggugat sengketa Pilpres melalui MK mesti membuktikan aksi kecurangan dari ratusan ribu tempat pemungutan suara (TPS) atau dalam penghitungan bertingkat buat membatalkan kemenangan kandidat tertentu.

Tentu saja proses mengumpulkan bukti dan mengujinya di depan persidangan di MK membutuhkan upaya yang sangat besar dan terperinci.

Alhasil, kata Jannus, ketimbang menelan kekalahan di MK, salah satu jalan yang ditempuh adalah menyelidiki dugaan kecurangan itu melalui proses politik di DPR dengan hak angket maupun interpelasi.

Baca juga: Dukung Hak Angket Kecurangan Pilpres, Djarot PDI-P: Ini Pemilu Terburuk


Jika permohonan hak angket disetujui oleh DPR melalui sidang paripurna, upaya buat menyelidiki dugaan kecurangan itu tidak terlampau besar seperti jika mengajukan sengketa melalui MK.

Akan tetapi, faksi yang menginginkan supaya wacana hak angket disetujui mesti mencari dukungan politik sebesar-besarnya di DPR.

"Jika berhasil menggiring kekuatan untuk dimulainya hak angket atau interpelasi maka akan ada peluang untuk adu kekuatan politik, bukan adu fakta hukum sebagaimana di MK," papar Jannus.

Jannus juga menilai soal peluang dampak politik dari hak angket itu meluas jika saat penyelidikan DPR menemukan berbagai fakta dugaan kecurangan. Bahkan, kata dia, salah satu dampak lainnya bisa menyentuh pada wacana pemakzulan presiden.

Baca juga: Soal Hak Angket Dugaan Kecurangan Pemilu, PKS: Kami Kaji Dulu

"Meskipun juga kecil peluangnya untuk mengarah ke impeachment, tapi peluangnya tetap ada, karena pertimbangannya adalah kemampuan masing-masing pihak dalam melobi sebanyak-banyaknya anggota DPR lainnya," ucap Jannus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com