JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Nasdem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) diperkirakan bakal memilih langkah strategis dengan mengamankan posisi dalam kabinet pemerintahan mendatang, ketimbang ikut mendorong wacana hak angket di Dewan Perwakilan Rakyat terkait penyelidikan dugaan kecurangan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Nasdem dan PKB adalah anggota Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang mengusung pasangan calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Menurut Peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro, partai-partai itu kemungkinan bakal memilih bersikap pragmatis menghadapi dinamika dalam 5 tahun mendatang, ketimbang terlibat dalam pertarungan politik mendorong hak angket di DPR.
Selain itu, Bawono juga meragukan ketahanan Nasdem dan PKB jika mengambil langkah berada di luar pemerintahan atau menajdi oposisi.
Baca juga: Soal Hak Angket Dugaan Kecurangan Pemilu, PKS: Kami Kaji Dulu
"Bagi partai-partai ini, terutama Partai Nasdem, Partai kebangkitan bangsa, di mana kedua partai ini belum pernah memiliki sejarah sebagai kekuatan oposisi, sebagai partai berada di luar pemerintahan, tentu mereka akan lebih berpikir panjang setelah nanti real count KPU diumumkan pada Maret mendatang," kata Bawono saat dihubungi pada Selasa (20/2/2024).
Menurut Bawono, jika hasil penghitungan tetap Pemilu dan Pilpres 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak jauh berbeda dengan hasil hitung cepat (quick count) sejumlah lembaga survei maka terbuka kemungkinan bagi Nasdem dan PKB buat mencari peluang politik lain yang lebih menguntungkan ketimbang menjadi oposisi.
"Kalau hasil real count tersebut mirip dengan temuan quick count lembaga-lembaga survei kredibel saat ini yang menunjukkan pasangan 2 (Prabowo-Gibran) unggul dan menang 1 putaran, tentu saja kedua partai tersebut akan lebih berpikir kepada hal-hal strategis," ucap Bawono.
Baca juga: Menilik Kans Kubu Anies dan Ganjar Dorong Hak Angket soal Dugaan Kecurangan Pemilu
Menurut Bawono, dari rekam jejak kiprah Nasdem dan PKB, keduanya kerap merapat ke pemerintah ketimbang menjadi penyeimbang melalui legislatif. Sedangkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang juga sama-sama mengusung Anies-Muhaimin memang sudah pernah berada dalam posisi sebagai oposisi.
Maka dari itu, Bawono menilai Nasdem dan PKB bakal condong mendekat ke penguasa ketimbang mendorong hak angket.
"Misal, bagaimana untuk bergabung, mencari peluang, mencari posisi di dalam kabinet pemerintahan mendatang ketimbang memaksakan bergabung dengan partai-partai yang akan mengusulkan hak angket ataupun hak interpelasi terhadap pemerintah terkait Pemilu 2024," papar Bawono.
Sebelumnya diberitakan, capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo yang pertama menyuarakan soal hak angket.
Baca juga: Ganjar Dorong Hak Angket DPR, Sekjen Gerindra: Sesuatu yang Tidak Perlu
Menurut Ganjar, Pemilu 2024 ditengarai dinodai aksi kecurangan melibatkan sejumlah lembaga negara.
"Dalam hal ini, DPR dapat memanggil pejabat negara yang mengetahui praktik kecurangan tersebut, termasuk meminta pertanggung jawaban KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) selaku penyelenggara Pemilu," kata Ganjar dalam keterangannya, Senin (19/2/2024) lalu.
Soal tuduhan kecurangan itu, kata Ganjar, harus diusut oleh oleh DPR dengan memanggil seluruh penyelenggara Pemilu sebagai wujud fungsi kendali dan pengawasan.
Menurut dia, jika kecurangan itu didiamkan maka DPR justru tidak menjalankan fungsi lembaga.
Baca juga: Ada Wacana Hak Angket Usut Kecurangan Pemilu, Jokowi: Itu Hak Demokrasi