Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jawab Gugatan MAKI, KPK Bawa 14 Bukti Pengusutan Kasus Harun Masiku

Kompas.com - 19/02/2024, 15:41 WIB
Irfan Kamil,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membawa 14 bukti surat melawan gugatan praperadilan yang dilayangkan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (19/2/2024).

Praperadilan yang teregister dengan nomor 10/Pid.Pra/2024/PN. Jkt. Sel ini diajukan MAKI lantaran KPK dinilai telah melakukan penghentian penyidikan tersangka suap pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR RI 2019-2024, Harun Masiku.

Dalam sidang ini, Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan memeriksa seluruh bukti yang dibawa tim hukum KPK. Bukti itu adalah Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprind Dik/07/DIK.00/01/2020 tanggal 9 Januari 2020 atas nama Harun Masiku.

Kemudian, Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprind. Dik/078.2020/DIK.00/01/05/2023 tanggal 5 Mei 2023 atas nama Harun Masiku. Lalu, Surat Perintah Penyitaan Nomor Sprin. Sita/76/DIK.01.05/01/05/2023 tanggal 5 Mei 2023.

Baca juga: MAKI Khawatir Kasus Harun Masiku Hilang jika Tak Diselesaikan Pimpinan KPK Periode Ini

Selanjutnya, Surat Perintah Penangkapan Nomor Sprin. Kap/ 11 / DIK.01.02/01/10/2023 tanggal 26 Oktober 2023 dan Putusan Praperadilan Nomor: 83/Pid.Pra/2021/PN.Jkt. Sel pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Kemudian, Putusan Praperadilan Nomor: 92/Pid.Pra/2019/PN.Jkt Sel pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Putusan Praperadilan Nomor: 117/Pid. Pra/2019/PN. Jkt. Sel pada Pengadilan Neger Jakarta Selatan.

Berikutnya, Putusan Praperadilan Nomor: 1/Pid.Pra/2022/PN. TgI pada Pengadilan Negeri Tegal dan Putusan Perdata Nomor: 7/Pdt. G/2020/PN. Sri pada Pengadilan Negeri Sarolangun.

Selanjutnya, Putusan Praperadilan Nomor: 3/Pid.Pra/2019/PN.Bpp pada Pengadilan Negeri Balikpapan, Putusan Praperadilan 157/Pid. Pra/2019/PN.Jkt.Sel; Putusan Prap 2/Pid. Pra/2023/PN.Pal Pemohon MAKI dan Putusan Prap 13/Pid. Pra/2016/PN. Jkt. Sel dan Putusan prap 32/Pid.Pra/2022/PN.Jkt.Sel.

Baca juga: KPK: Harun Masiku Enggak Penting, yang Dicari-cari Kan Siapa di Belakangnya

Ditemui usai persidangan, Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengungkapkan, hanya ada empat bukti pengusutan Harun Masiku dari dari 14 bukti yang disampaikan kepada Hakim.

“Ada 14 tapi yang utama cuma empat karena yang bukti lima sampai terkahir itu hanya putus praperadilan di mana kami sering berkelahi (berhadapan di persidangan),” kata Boyamin.

Dia pun menjelaskan bahwa KPK mengeluarkan surat perintah penyidikan (spindik) Harun Masiku pada pertengahan tahun 2023 yang ditandatangani mantan Ketua KPK Firli Bahuri.

 

Namun, menurut Boyamin, Komisi Antirasuah itu tidak lagi ada tindakan untuk mengusut kasus Harun Masiku di bawah Ketua Sementara KPK Nawawi Pomolango.

“Ada sprindik baru tanggal 5 Mei 2023 ditandatangani oleh Firli waktu masih jadi ketua KPK. Dilengkapi surat perintah penyitaan, tapi yang disita alatnya apa aja saya enggak baca hanya perintah penyitaan terkait dengan pelakunya Harun Masiku,” ujar Boyamin.

“Terus surat perintah penangkapan terbaru tanggal 26 Oktober 2023. Ini juga berarti tidak ada surat perintah yang di-endorse oleh Pak Nawawi Pomolangi setelah dia dilantik jadi ketua Sementara,” katanya lagi

Baca juga: MAKI Gugat KPK di PN Jaksel Karena Dinilai Hentikan Penyidikan Harun Masiku

Dalam permohonannya, Boyamin berpandangan, penyidikan kasus Harun Masiku telah dihentikan lantaran KPK itu belum juga menggelar sidang in absentia atau tidak dihadiri terdakwa.

Selain itu, sampai saat ini KPK belum berhasil menangkap Harun Masiku.

"Atas keengganan KPK sidang in absentia, maka aku dalilkan KPK telah menghentikan penyidikan secara materiil sehingga untuk mendobraknya perlu langkah gugatan praperadilan," ujar Boyamin pada 21 Januari 2024.

Melalui praperadilan ini, pihaknya berharap hakim tunggal PN Jaksel akan memerintahkan KPK menggelar sidang in absentia.

Menurut dia, gugatan ini juga bertujuan mencegah perkara Harun Masiku menjadi sandera atau komoditas politik menjelang pemilihan umum (pemilu) ketika itu.

"KPK harus menuntaskan perkara ini untuk mencegah perkara ini dijadikan gorengan politik untuk saling sandera atau serangan lawan politik," kata Boyamin.

"Dengan berlarut-larutnya perkara ini, maka akan selalu didaur ulang untuk kepentingan politik," ujarnya lagi.

Baca juga: Dewas Sebut KPK Sudah Cari Harun Masiku sampai ke Filipina, tapi Belum Juga Ketemu

Kasus dugaan suap Harun Masiku berawal saat tim KPK menggelar operasi tangkap tangan pada 8 Januari 2020.

Dari hasil operasi tersebut, tim KPK menangkap delapan orang dan menetapkan empat orang sebagai tersangka. Keempat tersangka adalah Wahyu Setiawan, eks Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, serta kader PDI-P Saeful Bahri dan Harun Masiku.

Namun, saat itu Harun lolos dari penangkapan. Tim penyidik KPK terakhir kali mendeteksi keberadaannya di sekitar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan.

Harun Masiku hingga kini masih berstatus buronan dan masuk daftar pencarian orang (DPO).

Dalam perkara ini, Harun Masiku diduga menyuap Wahyu dan Agustiani untuk memuluskan langkahnya menjadi anggota DPR melalui pergantian antar waktu (PAW).

Baca juga: Bacakan Gugatan, MAKI Minta KPK Gelar Sidang In Absentia Kasus Harun Masiku

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com