Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andang Subaharianto
Dosen

Antropolog, dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, Rektor UNTAG Banyuwangi, Sekjen PERTINASIA (Perkumpulan Perguruan Tinggi Nasionalis Indonesia)

Tanduk Banteng Tak Patah

Kompas.com - 19/02/2024, 08:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PISAH jalan politik antara Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 ternyata tak berpengaruh pada perolehan suara PDIP.

Tanduk banteng tak patah. Banteng berpotensi menang tiga kali (hattrick) dan berpeluang kembali memimpin parlemen di Senayan.

Hitung cepat hasil Pemilu 2024 sejumlah lembaga survei (Litbang Kompas, Charta Politika, Indikator, LSI, Poltracking, Populi Center) menempatkan PDIP pada posisi tertinggi perolehan suara partai politik (parpol).

Partai asuhan Megawati itu mendapatkan suara 16,35 persen versi Litbang Kompas. Disusul Partai Golkar (14,63 persen), Partai Gerindra (13,51 persen), dan Partai Kebangkitan Bangsa (10,72 persen). Hanya empat parpol itu yang memperoleh suara dua digit.

Hasil tersebut memang berbanding terbalik dengan perolehan suara pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang diusung PDIP (bersama sejumlah parpol) berada pada posisi terendah.

Pasangan nomor urut 03 itu hanya mendapatkan 16,31 persen versi Litbang Kompas. Terpaut jauh dari pasangan nomor urut 01 (25,21 persen) dan nomor urut 02 (58,48 persen).

Bahkan, terjadi pula di wilayah yang selama ini dikenal “kandang banteng”, seperti Jawa Tengah dan Bali. Perolehan suara PDIP tertinggi, sementara suara pasangan Ganjar-Mahfud kalah dengan Prabowo-Gibran.

Hanya pada pilpres

Telah diprediksi sebelumnya bahwa pasangan nomor 03, Ganjar-Mahfud, akan terdampak oleh memburuknya hubungan politik antara Megawati dan Jokowi.

Kepuasan masyarakat yang tinggi atas kinerja Jokowi, yang semula cenderung menguntungkan Ganjar, bergeser menguntungkan Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi.

Mustahil Jokowi akan membiarkan putra sulungnya memasuki medan laga Pilpres 2024 sendirian.

Keberadaan Gibran sebagai calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto, kompetitor Jokowi pada dua kali pilpres sebelumnya, tak lepas dari campur tangan Jokowi.

Ada ungkapan Jawa, “tega larane ora tega patine” (tega melihat sakitnya, tapi tidak akan tega melihat kematiannya). Sang ayah tentu saja akan “cawe-cawe” untuk putranya.

Karena itulah, Pilpres 2024 ditengarai banyak kecurangan. Pilpres tak berlangsung jujur dan adil. Jokowi dipandang memanfaatkan kekuasaannya untuk memenangkan pasangan 02, Prabowo-Gibran.

Namun, yang pasti, berdasarkan hitung cepat sejumlah lembaga survei, pasangan 02 meraih suara tertinggi. Bahkan, sebaran suara itu diprediksi cukup untuk pilpres satu putaran.

Semula saya menduga dampak elektoral langkah politik Jokowi bukan hanya pada pilpres. Suara PDIP pada pemilihan anggota legislatif (pileg) pun akan terimbas oleh keretakan hubungan antara Megawati dan Jokowi.

Pemilih Jokowi akan bermigrasi meninggalkan PDIP. Mereka akan mengikuti sikap politik Jokowi yang berpaling dari PDIP.

Lalu, yang akan mengambil untung secara elektoral adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang dikomandani Kaesang Pangarep, putra bungsu Jokowi.

Dengan Kaesang sebagai ketua umum, PSI tentu saja berharap memperoleh dampak elektoral dari keretakan hubungan Megawati dan Jokowi.

Slogan “PSI Partai Jokowi” di baliho-baliho yang tersebar di seluruh pelosok negeri jelas merupakan jurus politik elektoral untuk memanfaatkan keretakan tersebut. PSI sengaja disiapkan sebagai kendaraan politik Jokowi pasca-Pemilu 2024.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com