JAKARTA, KOMPAS.com - Langkah Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang menggelar operasi buat meredam potensi konflik dengan meminta kalangan akademisi membuat video testimoni tentang pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai sebagai sikap tidak dewasa.
Operasi Polri itu dinilai tidak sensitif dengan tensi tinggi di tengah pusaran persaingan politik pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan presiden (Pilpres).
“Kepolisian dengan melakukan langkah-langkah yang sangat 'naif' ya, kalau saya melihatnya seperti itu dengan masuk ke ranah-ranah politik dalam pemilu ini, ini menunjukkan ketidakdewasaan kepolisian menempatkan posisi politiknya di struktur kenegaraan kita,” kata Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto, seperti dikutip dari program Sapa Indonesia Pagi di Kompas TV, Jumat (9/2/2024).
Bambang juga menilai sikap Polri perlu dievaluasi dan meminta supaya para pemangku kepentingan tidak menyeret lembaga penegak hukum buat kepentingan politik kelompok tertentu.
Baca juga: Jokowi Minta TNI-Polri dan ASN Netral, Cak Imin: Ya, Ini Kan Setelah Dikritik
Menurut Bambang, Polri sebagai lembaga penegak hukum harus independen dan profesional supaya tidak merusak praktik demokrasi.
“Posisi kepolisian yang sangat ‘naif’ ini harus dievaluasi. Kalau penegakan hukum sudah ditarik-tarik kepentingan politik tentunya akan merusak cita-cita demokrasi kita,” ujar Bambang.
Bambang mengkritik tindakan Polri yang meminta kalangan akademisi untuk membuat video testimoni terkait pemilu.
Dia mengatakan, langkah diambil kepolisian tidak sesuai dengan Undang-undang No 2 Tahun 2002 tentang Polri, yakni tugas Polri adalah menjaga keamanan ketertiban masyarakat dan menjadi penegak hukum.
Baca juga: Netralitas Jadi Sorotan Lagi, Polri: Tugas Kita Mengamankan Kontestasi
“Terkait dengan Pemilu, ini tentu adalah sudah menjadi tugas KPU misalnya untuk menciptakan suasana kondusif. Tugas kepolisian harus fokus pada menjaga keamanan masyarakat,” ujar Bambang.
Informasi soal pengakuan kalangan akademisi yang diminta Polri membuat video testimoni tentang pemerintahan Presiden Jokowi muncul di tengah gelombang kritik kalangan kampus dan sivitas akademika terhadap sikap pemerintah yang dianggap tidak netral dan menyimpang dari praktik demokrasi.
Hal tersebut diungkapkan Rektor Universitas Katolik Soegiyapranata Semarang, Ferdinandus Hindarto. Dia mengaku didatangi oleh polisi dan diminta membuat video testimoni terkait penilaian positif kinerja Presiden Jokowi.
Akan tetapi, Ferdinandus menolak karena permintaan itu dinilai tidak sesuai dengan sikap universitas tersebut.
Baca juga: Sivitas Akademika Unnes Minta TNI dan Polri Tak Mau Diperalat Kekuasaan
Polda Jawa Tengah (Jateng) mengakui mereka mendatangi Ferdinandus Hindarto dan memintanya membuat video testimoni. Menurut Polda Jateng hal itu bukan bermaksud politis dan hanya bagian dari upaya meredam potensi konflik atau cooling system.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.