Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Kebijakan Kelapa Sawit, Menlu Malaysia Sebut Uni Eropa Bikin Aturan Tanpa Perhatikan Negara Lain

Kompas.com - 06/02/2024, 21:31 WIB
Fika Nurul Ulya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Luar Negeri (Menlu) Malaysia Mohamad Bin Hasan mengatakan, kebijakan negara-negara Uni Eropa mengenai kelapa sawit dibuat tanpa mengerti keadaan negara penghasil minyak sawit terbesar, termasuk Indonesia dan Malaysia.

Adapun kebijakan yang dimaksud adalah Regulasi Komoditas Bebas Deforestasi Uni Eropa (EU Deforestation Regulation/EUDR). Lewat UU tersebut, Uni Eropa mengatur perdagangan sejumlah produk yang menjadi pemicu berkurangnya kawasan hutan di seluruh dunia, termasuk kelapa sawit.

Sedangkan Indonesia dan Malaysia merupakan negara produsen dan pengekspor minyak sawit terbesar di dunia.

Baca juga: Bela Palestina, Menlu Malaysia: Mereka Punya Hak Hidup, Bukan Dibunuh Macam Binatang Buruan

"Berkenaan dengan kepentingan ekonomi negara dan bagaimana cara kita supaya deforestasi yang dikemukakan oleh mereka (Uni Eropa) adalah benar untuk mengekang pemasukan minyak kelapa sawit ke negara mereka, ke Eropa. Dia buat UU yang tidak kira keadaan di negara kita," kata Mohamad usai bertemu Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (6/2/2024).

Mohamad menyebut, Indonesia dan Malaysia perlu menyuarakan keprihatinannya secara jelas mengenai kebijakan ini.

Sebab menurutnya, kebijakan ini tidak diterbitkan dengan itikad baik.

"Ini mesti kita suarakan karena jelas UU tersebut bukan merupakan UU yang established in good faith but merely just to support the other product. Jadi ini suara yang perlu kami bawa dan akan terus kami bawa bersama Indonesia dan juga Malaysia," ucap Mohamad.

Baca juga: Menlu Malaysia: Konflik Palestina Isu Kemanusiaan, Bukan Isu Agama

Sementara itu, Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi menyebut, EUDR memang menjadi salah satu pembahasan kedua negara, saat Menlu Hasan melakukan kunjungan kehormatan kepada Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, siang ini.

Indonesia, kata Retno, memiliki kesamaan posisi saat berbicara masalah kepala sawit. Keduanya bahkan sempat menyuarakan isu yang sama dalam pertemuan ASEAN-EU Ministerial Meeting di Brussels, pekan lalu.

"Kita memiliki kesamaan posisi pada saat bicara masalah kelapa sawit, kemudian EU Deforestation Regulation. Jadi waktu kita di EU minggu kemarin bersama-sama menyuarakan mengenai masalah sawit dan masalah deforestation regulation yang berasal dari Eropa," jelas Retno.

Sebagai informasi, puluhan negara anggota Uni Eropa secara resmi mengadopsi dan memberlakukan aturan baru, EUDR, yang bertujuan untuk mengurangi kontribusi Uni Eropa terhadap deforestasi global.

Baca juga: Menlu Retno Minta Malaysia Segera Realisasikan Minat Investasi di IKN

Aturan ini akan mengatur perdagangan sejumlah produk yang menjadi pemicu berkurangnya kawasan hutan di seluruh dunia.

Menurut UE, aturan baru bertujuan untuk memastikan produk konsumsi dan komoditas perdagangan Uni Eropa tidak berkontribusi terhadap deforestasi dan degradasi lebih lanjut pada ekosistem hutan.

Dalam regulasi baru ini, perusahaan-perusahaan yang melakukan perdagangan minyak kelapa sawit, ternak, kayu, kopi, kakao, karet, dan kedelai harus memastikan barang-barang yang mereka jual di Uni Eropa tidak menyebabkan deforestasi dan kerusakan hutan di manapun di dunia sejak tahun 2021.

Regulasi juga mencakup produk turunan yang harus memenuhi persyaratan, seperti coklat dan kertas cetak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com