Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komarudin Watubun Pertanyakan Sanksi DKPP ke Ketua KPU: Mestinya Jelas Berapa Kali

Kompas.com - 05/02/2024, 18:58 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR RI Komarudin Watubun mempertanyakan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari melanggar etik karena meloloskan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka.

Dalam putusannya, DKPP memberikan sanksi peringatan keras terakhir pada Hasyim. Namun, sanksi itu sebelumnya sudah pernah dijatuhkan terkait perkara Hasnaeni Moein atau Wanita Emas.

“Ya keputusan DKPP itu kan sudah ada berapa putusan terhadap Ketua KPU ya, yang lalu kan ada putusan juga tentang masalah Wanita Emas,” ujar Komarudin pada Kompas.com, Senin (5/2/2024).

Baca juga: Eks Ketua: Kalau DKPP Progresif, KPU Bisa Diminta Koreksi Pencalonan Gibran

Ia menilai, semestinya DKPP jelas. Sanksi berupa teguran keras terakhir diberi batas berapa kali hingga berujung pada sanksi administratif, misalnya, pemecatan.

Komarudin menyatakan, saat ini tak ada hukuman yang jelas atas pelanggaran etika yang dilakukan oleh pimpinan KPU dan jajarannya.

“Mestinya jelas DKPP teguran keras itu berapa kali itu loh. Jadi hukuman itu kan berjenjang, saya kebetulan ketua bidang kehormatan di partai besar di republik ini, jadi tahu sedikit-sedikit urusan itu,” ucap dia.

“Nah putusan kan berjenjang, ada mungkin teguran ringan, berat, nah dulu ada hukuman berat, sekarang berat lagi, bagaimana (kelanjutannya) ya?” sebutnya.

Ia menekankan, jika berbagai pelanggaran etika tak berdampak apapun, lebih baik DKPP tak perlu memberikan sanksi pada Hasyim.

Meski begitu, baginya putusan DKPP kian menunjukan bahwa pencalonan Gibran cacat secara etik. Sebab, sebelumnya Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) juga menyatakan keputusan MK soal uji materi usia capres-cawapres yang meloloskan Gibran juga merupakan pelanggaran etik berat.

“Jadi sekarang kalau mereka mau menyelamatkan, putusan itu mau menyelamatkan Gibran, ya sudah tidak usah dikasih hukuman apa-apa (Ketua KPU). Bilang saja tidak ada pelanggaran, tidak usah basa-basi,” imbuh dia.

Baca juga: DKPP Sanksi Ketua KPU, Sekjen PDI-P: Jadi Legalitas dan Legitimasi Penetapan Paslon 02 Alami Persoalan Serius

Adapun Ketua DKPP Heddy Lugito menyatakan Hasyim terbukti melakukan pelanggaran etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu. Hasyim terbukti melanggar kode etik dalam 4 perkara.

Pertama, nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, 136-PKE-DKPP/XII/2024, 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan 141-PKE-DKPP/XII/2023.

Dalam pertimbangan putusan, DKPP menganggap KPU mestinya melakukan konsultasi dulu dengan DPR dan pemerintah setelah putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2024 yang mengubah syarat batas usia capres-cawapres pada 16 Oktober 2023.

Baca juga: Tanggapi Putusan DKPP, KPU Sebut Bawaslu Nyatakan Pencalonan Gibran Penuhi Syarat

Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi menuturkan, tindakan KPU tidak dapat dibenarkan. Pasalnya, KPU harus tetap berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah sebelum mengubah PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang pencalonan peserta Pemilu dan capres-cawapres.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Anies ke Warga Jakarta: Rindu Saya Enggak? Saya Juga Kangen, Pengen Balik ke Sini...

Anies ke Warga Jakarta: Rindu Saya Enggak? Saya Juga Kangen, Pengen Balik ke Sini...

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Titip 4 Nama ke Kabinet Prabowo | Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

[POPULER NASIONAL] Jokowi Titip 4 Nama ke Kabinet Prabowo | Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

Nasional
Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com