JAKARTA, KOMPAS.com - Sesi terakhir debat kelima Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang digelar pada Minggu (4/2/2024) menjadi sorotan saat calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo memberikan pernyataan penutup.
Dalam pernyataannya, Ganjar mengaku sependapat dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengatakan untuk tidak memilih calon pemimpin yang melanggar hak asasi manusia (HAM), berpotongan diktator, serta punya rekam jejak masalah korupsi.
Ganjar mengatakan, pesan itu disampaikan Jokowi lima tahun lalu pada debat Pilpres 2019 saat menjadi capres.
"lima tahun yang lalu dalam debat capres 2019, saya tim kampanye Joko Widodo, beliau menyampaikan dan kita diingatkan untuk tidak memilih calon yang punya potongan diktator dan otoriter, dan yang punya rekam jejak pelanggar HAM," kata Ganjar dalam debat kelima yang digelar di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Minggu malam.
"Yang punya rekam jejak untuk melakukan kekerasan, yang punya rekam jejak masalah korupsi, saya sangat setuju apa yang beliau sampaikan," ujarnya melanjutkan.
Baca juga: Eks Pimpinan KPK Periode 2003-2019 Ingatkan Jokowi Perbaiki Tata Kelola Bansos
Politikus PDI-P itu mengatakan, kriteria yang disampaikan Jokowi lima tahun lalu hendaknya menjadi pegangan rakyat untuk memilih pemimpin pada Pilpres 2024.
Ganjar pun berpesan supaya rakyat memilih kandidat yang konsisten, visioner, mampu mendengarkan rakyat, negarawan, reformis, dan tidak punya persoalan.
"Selanjutnya kita harus menjaga proses politik demokrasi dengan baik, kita mesti melawan politik dinasti itu yang didukung oleh mereka yang statement-nya sangat terbuka, menguasai sepertiga kekayaan Indonesia, sungguh-sungguh rakyat merasa terluka karena statement itu," kata Ganjar.
Dia menyebutkan, publik harus menjaga agar demokrasi tetap berada pada jalur yang benar dan jangan sampai korupsi, kolusi, dan nepotisme kembali tumbuh subur di Indonesia.
Mantan Gubernur Jawa Tengah ini pun berjanji tidak bakal mengecewakan rakyat apabila terpilih sebagai presiden kelak.
"Kita mulai sebuah era baru Indonesia era di mana tidak satu rakyat pun ditinggalkan, no one left behind, dan kita memasuki era gotong-royong menuju Indonesia unggul," ujar Ganjar.
Baca juga: Ganjar: 5 Tahun Lalu, Jokowi Ingatkan Jangan Pilih Calon yang Punya Rekam Jejak Pelanggar HAM
Dilansir arsip pemberitaan Kompas.com pada 2019 lalu, Presiden Jokowi memang pernah menegaskan tidak punya rekam jejak soal pelanggaran HAM.
Saat itu, Jokowi sedang berstatus sebagai capres yang didampingi calon wakil presiden (cawapres) Ma'ruf Amin dan menjadi peserta Pilpres 2019 sedang mengikuti debat kelima pilpres pada 13 April 2019.
Sebagaimana diketahui, dalam kontestasi Pilpres 2019 lalu Jokowi-Ma'ruf Amin merupakan rival dari pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Mula-mula, Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno diminta menyampaikan pernyataan penutup yang menyejukkan serta menyampaikan hal positif tentang lawan debat.
"Kami tidak punya potongan diktaktor atau otoriter. Kami tidak punya rekam jejak melanggar HAM, kami tidak punya rekam jejak melakukan kekerasan, kami juga tidak punya rekam jejak melakukan korupsi," kata Jokowi.
"Jokowi-Amin akan pertaruhkan jabatan dan reputasi dan akan kami gunakan semua kewenangan yang kami miliki untuk perbaikan bangsa," ujarnya lagi.
Baca juga: Prabowo: Pak Anies dan Pak Ganjar Kami Mohon Maaf jika Saat Kampanye Ada Kata-kata Kurang Berkenan
Di akhir pernyataannya, Jokowi masih memiliki waktu 1 menit 20 detik untuk berbicara.
Ketika ditanya apakah ingin menambahkan pernyataan, Jokowi merasa sudah cukup.
"Cukup, kami ingin bekerja," kata Jokowi lalu membuka kedua kancing lengan kemeja panjangnya lalu menggulungnya.
"Ada hal-hal positif yang diapreasi dari lawan debat?" tanya Ira Koesno selaku moderator debat.
"Cukup," jawab Ma'ruf. Jokowi kemudian mengamini.
Baca juga: Setelah Kampus, Eks Pimpinan KPK Ramai-ramai Peringatkan Jokowi soal Standar Etika dan Moral
Sebelumya, capres nomor urut 1, Anies Baswedan pun pernah mengutip pernyataan Presiden Jokowi saat debat Pilpres 2019.
Pernyataan yang dikutip Anies yakni mengenai kepemilikan lahan capres nomor urut 2, Prabowo Subianto.
Anies menyebutkan, Prabowo memiliki lahan 340.000 hektar, sedangkan lebih dari setengah prajurit TNI tidak memiliki rumah dinas.
Menurut Anies, ketimpangan antara kekayaan Prabowo dengan kesejahteraan prajurit ini bukan persoalan yang seharusnya ditutup-tutupi karena merupakan fakta.
"Tidak ada yang perlu dirahasiakan, Bapak Presiden (Jokowi) menyampaikan Bapak punya lahan lebih dari 340.000 hektar sementara TNI kita, prajurit kita lebih dari separuh tidak punya rumah dinas," ujar Anies dalam debat ketiga Pilpres 2024 di Istora Senayan, Jakarta Pusat pada 7 Januari 2024.
"Itu fakta, tidak perlu dibicarakan secara tertutup. itu kekurangan yang harus kita perbaiki," katanya lagi.
Baca juga: Deja Vu Anies dan Jokowi: Singgung 340.000 Hektar Tanah Prabowo, Dilaporkan ke Bawaslu
Anies mengatakan, jika dirinya terpilih sebagai presiden 2024, pihaknya akan menaikkan gaji prajurit TNI setiap tahun dan membangun rumah dinas bagi prajurit TNI.
Dengan demikian, menurut Anies, prajurit TNI tidak perlu menyewa kamar kos atau mengontrak rumah dan bisa bertugas dengan tenang.
"Mereka diminta mempertahankan setiap jengkal tapi tidak memberikan tempat tinggal bagi mereka berdinas itu tidak benar, itu harus dikoreksi," ujar Anies.
Masih dilansir arsip pemberitaan Kompas.com, Jokowi pernah menyebut Prabowo Subianto memiliki lahan yang sangat luas di Kalimantan Timur dan Aceh Tegah.
Hal itu disampaikan Jokowi saat debat kedua capres di Hotel Sultan, Jakarta pada Minggu, 17 Februari 2019.
Awalnya, Jokowi membanggakan pemerintahannya yang sudah membagikan konsesi lahan untuk masyarakat adat, hak ulayat, petani hingga nelayan.
Totalnya, kata Jokowi, sudah sekitar 2,6 juta hektar dari 12,7 hektar yang disiapkan pemerintah.
Selain itu, Jokowi mengungkapkan, pemerintah mendampingi mereka agar tanah-tanah yang diberikan menjadi produktif. Tanah tersebut ada yang ditanam kopi, buah, hingga jagung.
Jokowi juga menyinggung pembagian sertifikat tanah kepada rakyat. Pada 2017 dan 2018, menurutnya, sekitar 12 juta sertifikat sudah diberikan kepada rakyat.
Sertifikat tersebut, kata Jokowi, bisa digunakan untuk permodalan dengan diagunkan ke bank.
Dia kemudian berjanji akan terus menyelesaikan masalah sertifikat tanah hingga 12,7 juta hektar.
Menanggapi pernyataan Jokowi, capres Prabowo mengaku memiliki padangan berbeda.
Baca juga: Eks Pimpinan KPK Periode 2003-2019 Ingatkan Jokowi Perbaiki Tata Kelola Bansos
Menurut dia, program pembagian sertifikat tersebut memang menarik dan populer. Tetapi, program itu hanya menguntungkan satu atau dua generasi.
Di sisi lain, Prabowo mengatakan, rakyat Indonesia terus bertambah hingga 3,5 juta setiap tahun, sementara tanah tidak bertambah.
"Jadi kalau bapak bangga dengan bagi-bagi 12 juta, 20 juta (sertifikat), pada saatnya tidak ada lagi lahan untuk dibagi. Bagaimana nanti masa depan anak cucu kita," kata Prabowo.
Jokowi kemudian mengomentari pernyataan Prabowo. Dia menekankan bahwa sekitar 2,6 juta tanah produktif tersebut tidak diberikan untuk kelompok kaya.
Dia lantas menyebut soal lahan yang dimiliki Prabowo.
"Kita tidak berikan kepada yang gede-gede. Saya tahu Pak Prabowo memiliki lahan yang sangat luas di Kalimantan Timur sebesar 220.000 hektar, juga di Aceh Tengah 120.000 hektar. Saya hanya ingin sampaikan bahwa pembagian-pembagian seperti ini tidak dilakukan masa pemerintahan saya," ujar Jokowi.
Baca juga: Tanya soal Bansos ke Anies, Ganjar: Kalau Kesempatan Bertanya ke Pak Prabowo, Saya Tanyakan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.