"Dua pekan menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum 2024, perkembangan politik nasional kian menunjukkan tanpa rasa malu gejala praktik penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan," kata Fathul.
Dia menyebut bahwa kekuasaan digunakan untuk kepentingan politik praktis sekelompok golongan dengan mengerahkan sumber daya negara. Oleh karenanya, demokrasi Indonesia kian tergerus dan mengalami kemunduran.
"Kondisi ini kian diperburuk dengan gejala pudarnya sikap kenegarawanan dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo," ujar Fathul.
Baca juga: Setelah UGM, Giliran UII Sampaikan Pernyataan Sikap, Sebut Kenegarawanan Jokowi Memudar
Indikator utamanya adalah pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) yang didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara No. 90/PUU-XXI/2023.
Fathul mengatakan putusan yang proses pengambilannya sarat dengan intervensi politik dinyatakan terbukti melanggar etika. Bahkan, membuat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman diberhentikan dari jabatannya.
"Gejala ini kian jelas ke permukaan saat Presiden Joko Widodo menyatakan ketidaknetralan institusi kepresidenan dengan membolehkan Presiden berkampanye dan berpihak," katanya.
Perkembangan termutakhir, menurutnya, distribusi bantuan sosial melalui pembagian beras dan bantuan langsung tunai (BLT) oleh Presiden Jokowi juga ditengarai sarat dengan kepentingan politik.
Bansos dinilai diarahkan pada personalisasi penguatan dukungan terhadap pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu.
Baca juga: Soal Petisi Bulaksumur UGM, Anies: Kalau Kampus Mulai Bersuara, Artinya Ada Persoalan Serius
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.