Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengunduran Diri Mahfud dan Pertanyaan soal Penggantinya di Kabinet

Kompas.com - 02/02/2024, 07:25 WIB
Ardito Ramadhan,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD resmi mengundurkan diri dari jabatannya dengan menyerahkan surat pengunduran diri kepada Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (1/2/2024) kemarin.

"Saya menyampaikan surat kabar tentang kelanjutan tugas saya sebagai Menko Polhukam. Saya menyampaikan intinya saya mengajukan permohonan untuk berhenti," kata Mahfud dalam jumpa pers seusai bertemu Jokowi.

Drama pengunduran diri Mahfud ini pun memasuki babak baru terkait siapa yang akan menggantikannya sebagai Menko Polhukam. 

Baca juga: Menko Polhukam Baru Diyakini “Orangnya” Jokowi, Bukan Pendukung Ganjar-Mahfud

Untuk sementara, Mahfud masih menjabat sebagai Menko Polhukam hingga Jokowi mengeluarkan keputusan presiden tentang pemberhentian Mahfud.

Mahfud tidak mempunyai preferensi mengenai siapa yang menurutnya layak menjadi menko polhukam penggantinya.

Menurut dia, Jokowi punya hak prerogatif untuk menentukan pembantunya di kabinet dengan mempertimbangkan profesionalisme dan konstelasi politik.

"Kalau siapa-siapa nama yang cocok untuk menggantikan itu sama sekali saya hindari untuk bicara itu karena itu sepenuhnya hak prerogatif Presiden," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis petang.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini juga mengaku tidak punya pesan khusus kepada penerusnya kelak.

Menurut dia, Jokowi akan memberi arahan kepada menteri penggantinya, sebagaimana ia mendapat arahan saat menjabat sebagai Menko Polhukam serta pelaksana tugas sejumlah menteri.

"Biar Presiden yang membekali itu semua, kecuali nanti menteri barunya bertanya pada saya, saya tentu akan terbuka dengan senang hati," ujar Mahfud.

Baca juga: Mahfud MD Mundur, AHY hingga Dudung Diprediksi Masuk Bursa Calon Menko Polhukam

Walaupun demikian, Mahfud melaporkan kepada Jokowi bahwa ada 3 tugas menko polhukam yang mesti diteruskan.

Pertama, Mahfud meminta agar pemerintah tetap mengejar penagihan utang dalam kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Ia menyebutkan, jumlah tagihan utang BLBI mencapai Rp 111 triliun ketika ia mulai diberi tugas untuk menagih utang-utang tersebut.

"Dalam 1,5 tahun kami bekerja sekarang ini sudah terkumpul tagihan yang sudah ada di tangan kami sebesar Rp 35,7 triliun, yang kalau diitung dalam persentase itu 31,8 persen," ujar Mahfud.

Kedua, terkait penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu.

Mahfud menuturkan, pemerintah sudah menempuh cara nonyudisial yang berpihak pada korban dalam menangani pelanggaran HAM berat masa lalu.


Sementara itu, penyelesaian secara yudisial yang menyasar pelaku pelanggaran HAM dapat dilakukan oleh Menko Polhukam berikutnya.

"Saya katakan, penyelesaian HAM, pelanggaran HAM masa lalu ada 12, itu secara hukum sangat sulit, itu biar hukumnya berjalan, nanti dibicarakan oleh pemerintah atau Kemenko Polhukam berikutnya," kata Mahfud.

Ketiga, ia meminta agar Jokowi tidak melanjutkan revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang dinilai merugikan hakim konstitusi petahana.

Demokrat masuk kabinet?

Setelah Mahfud mengajukan pengunduran diri, belum ada tanda-tanda mengenai siapa sosok yang akan mengisi kursi menko polhukam berikutnya.

Pada Rabu (31/1/2024) kemarin, pihak Istana Kepresidenan mengaku masih menunggu arahan Jokowi untuk mengisi posisi menko polhukam.

Baca juga: Cak Imin Minta Prabowo-Gibran Tiru Langkah Mahfud Mundur dari Jabatan

Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan, Jokowi akan memutuskan apakah pos yang ditinggalkan Mahgud akan diisi oleh menteri ad interim atau langsung ditunjuk menteri definitif.

Pengamat politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menilai, kosongnya satu kursi menteri di Kabinet Indonesia Maju dapat menjadi pintu masuk bagi Partai Demokrat untuk mendapat kursi di kabinet.

Menurut Umam, tanda-tanda Jokowi merekrut kader Demokrat ke kabinet sudah terlihat saat Jokowi dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bersepeda lalu sarapan bersama di Yogyakarta akhir pekan lalu.

Umam berpandangan, dalam situasi politik yang penuh gonjang-ganjing ini, Jokowi tampaknya bakal mengambil menteri dari elemen politik ketimbang kalangan profesional.

Sebab, Jokowi membutuhkan kekuatan politik di pemerintahan mengantisipasi isu mundurnya para menteri yang bisa mengganghu stabilitas pemerintah.

"Di sisa pemerintahannya, Jokowi tentu butuh soft landing, yang semua itu bisa dilakukan dengan back-up kekuatan politik yang lebih kokoh, pascapilpres nanti," kata Umam kepada Kompas.com, Kamis.

Baca juga: Cak Imin Apresiasi Mahfud Mundur dari Menkopolhukam

Di samping itu, Umam menilai, Jokowi patut memberi ruang kepada Demokrat yang ikut mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming.

"Menjadi kurang adil jika Koalisi Indonesia Maju menuntut Demokrat benar-benar all out ikut mempertahankan narasi 02, sementara Demokrat dibiarkan menjadi satu-satunya partai politik elite Senayan di koalisi 02 yang tidak diberi ruang di pemerintahan," kata dia.

Umam tidak memungkiri bahwa Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono punya peluang untuk mengisi kursi yang ditinggalkan Mahfud.

"Jika Demokrat diminta Presiden Jokowi untuk membantu di pemerintahan, kemungkinan besar AHY yang selama ini diklaim sebagai salah satu kader terbaik dan ketum partainya," kata Umam.

"Selain itu, posisi menko polhukam juga rasanya cukup adil dan bergengsi sebagai kompensasi bagi Demokrat selaku partai yang memiliki jumlah kursi yang lebih besar dari PKS, PAN, dan PPP saat ini," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com