Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Dugaan Korupsi Wamenkumham Eddy Hiariej, Sempat Revisi Praperadilan Berujung Menang

Kompas.com - 31/01/2024, 05:10 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah dibelit perkara sejak 2023, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memutuskan mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej.

Putusan PN Jakarta Selatan itu menjadi pukulan bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menetapkan Eddy sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi.

Penanganan perkara yang membelit Eddy juga menyeret serta asisten pribadi (aspri) Yogi Arie Rukmana dan seorang pengacara Yosi Andika Mulyadi.

Jika dirunut ke belakang, kasus itu dugaan korupsi yang menjerat Eddy berawal dari laporan Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso terkait dugaan penerimaan gratifikasi Rp 8 miliar pada 14 Maret 2023.

Baca juga: Praperadilan Eddy Hiariej Dikabulkan, Pengacara Minta KPK Revisi Prosedur Penetapan Tersangka

Mulanya Teguh melaporkan Yogi dan Yosi terkait dugaan gratifikasi terkait konsultasi dan bantuan pengesahan badan hukum PT Citra Lampia Mandiri (CLM).

Uang itu disebut diberikan oleh Direktur Utama PT CLM Helmut Hermawan. Eddy diduga membantu Helmut ketika hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT CLM terblokir dalam sistem administrasi badan hukum (SABH).

Menurut laporan, pemblokiran dilakukan karena terjadi sengketa di internal PT CLM. Eddy diduga menggunakan kewenangannya buat membuka pemblokiran itu.

Eddy Hiariej juga disebut menerima uang Rp 1 miliar dari Helmut untuk kepentingan menjadi Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).

Baca juga: Hakim: Penetapan Tersangka Eddy Hiariej Tak Penuhi 2 Alat Bukti yang Sah

Kasus itu kemudian diselidiki oleh KPK. Lembaga antirasuah itu juga sempat meminta keterangan Teguh, Eddy, Yogi, dan Yosi.

Setelah dilakukan gelar perkara pada Oktober 2023, penyidik KPK menetapkan Eddy beserta Yogi dan Yosi sebagai tersangka dugaan gratifikasi dan suap pada 9 November 2023.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat itu menyatakan, penyidik sudah memiliki cukup barang bukti buat menjerat Helmut sebagai tersangka pemberi suap dan gratifikasi, lalu Eddy, Yosi, dan Yogi sebagai tersangka penerima.

Menurut Ali, setelah ditemukan adanya unsur pidana, KPK kemudian menaikkan status perkara tersebut ke tahap penyidikan dengan menerbitkan surat perintah penyidikan atau Sprindik.

Sedangkan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyampaikan, Sprindik untuk Helmut, Eddy, Yogi, dan Yosi sudah diteken dua pekan sebelum pengumuman.

Baca juga: Praperadilan Eks Wamenkumham Eddy Hiariej Dikabulkan, Status Tersangka Dinyatakan Tidak Sah


Eddy kemudian mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Menurut kuasa hukum Eddy, Muhammad Luthfie Hakim, penetapan status tersangkan terhadap kliennya oleh penyidik KPK bertentangan dengan hukum.

"Sudah seharusnya menurut hukum para pemohon menyampaikan permohonan agar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berkenan menjatuhkan putusan. Menyatakan bahwa tindakan termohon (KPK cq Pimpinan KPK) yang menetapkan para pemohon sebagai tersangka tanpa prosedur adalah cacat yuridis atau bertentangan dengan hukum dan dinyatakan batal," kata Luthfie dalam sidang di PN Jakarta Selatan pada 18 Desember 2023.

Akan tetapi, berselang dua hari kemudian, Eddy beserta Yogi dan Yosi sempat mencabut permohonan praperadilan ke PN Jakarta Selatan. Alasannya adalah menambahkan substansi gugatan.

Baca juga: Kaji Praperadilan Eddy Hiariej yang Dikabulkan, KPK: Pertimbangan Hakim Masuk Akal atau Masuk Angin

"Ada yang mau direvisi dan ditambahkan. Setelah itu kita daftarkan kembali," kata kuasa hukum Eddy, Ricky Sitohang, melalui pesan tertulis.

Setelah diperbaiki, Eddy dan rekan-rekannya kembali mendaftarkan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan.

Setelah melewati proses persidangan, PN Jakarta Selatan lantas memutuskan mengabulkan gugatan praperadilan Eddy, Yosi, dan Yogi pada Selasa (30/1/2024).

Menurut Hakim Tunggal PN Jaksel, Estiono, alat bukti penetapan tersangka tidak sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Estiono menyampaikan ini dalam sidang putusan gugatan praperadilan di Ruang Sidang PN Jaksel, Jakarta, Selasa (30/1/2024).

Baca juga: Kalah di Praperadilan, KPK Buka Peluang Kembali Tetapkan Eks Wamenkumham Tersangka

“Menimbang, bahwa oleh karena penetapan tersangka terhadap Pemohon tidak memenuhi minimum dua alat bukti yang sah sebagaimana ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,” kata Estiono dalam sidang.

“Maka Hakim sampai kepada kesimpulan tindakan Termohon yang telah menetapkan Pemohon sebagai Tersangka tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum,” sambungnya.

Dia menjelaskan, selama persidangan praperadilan pihak termohon yakni KPK dan pemohon yakni Eddy memberikan bukti dan saksi.

Berdasarkan sejumlah bukti yang diserahkan, Hakim menemukan fakta bahwa penetapan tersangka dilakukan KPK pada tanggal 27 November 2023.

Penetapan ini berbarengan dengan surat KPK nomor B/714/DIK.00/23/11/2023 tanggal 27 November 2023 tentang pemberitahuan dimulainya Penyidikan yang ditujukan kepada Eddy.

Baca juga: Tersangka Penyuap Eks Wamenkumham Cabut Praperadilan Lawan KPK

Dari sejumlah bukti yang diserahkan KPK ke Hakim di persidangan, Hakim menemukan bahwa sejumlah bukti tersebut berupa berita acara permintaan keterangan berdasarkan surat perintah penyelidikan, bukan berdasarkan kepada surat perintah penyidikan.

Dipelajari

Ketua KPK Nawawi Pomolango menyatakan, pihaknya bakal mempelajari putusan praperadilan Eddy.

"Kita akan lihat, kita akan baca, kita akan pelajari terlebih dahulu produk putusannya," kata Nawawi saat ditemui Kompas.com di Menara KOMPAS, Palmerah, Jakarta Barat, Selasa (30/1/2024).

Secara terpisah, Alexander menyatakan, KPK masih mempunyai peluang buat menjerat sang Wamenkumham meski gugatan praperadilan Eddy dikabulkan.

Baca juga: Tak Tahan Eddy Hiariej, KPK Digugat MAKI ke PN Jakarta Selatan

“Kalau menurut hakim bukti tidak cukup ya kita lengkapi/cukupi buktinya dan tetapkan tersangka lagi,” kata Alex saat dihubungi Kompas.com, Selasa (30/1/2024).

(Penulis: Syakirun Ni'am, Rahel Narda Chaterine | Editor: Krisiandi, Ihsanuddin)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Nasional
Waspada MERS-CoV, Jemaah Haji Indonesia Diminta Melapor Jika Alami Demam Tinggi

Waspada MERS-CoV, Jemaah Haji Indonesia Diminta Melapor Jika Alami Demam Tinggi

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Datangi Rumah Airlangga, Klaim Sudah Didukung Golkar Maju Pilkada Jatim

Khofifah-Emil Dardak Datangi Rumah Airlangga, Klaim Sudah Didukung Golkar Maju Pilkada Jatim

Nasional
Kemenag Ingatkan Jemaah Haji Dilarang Bentangkan Spanduk dan Bendera di Arab Saudi

Kemenag Ingatkan Jemaah Haji Dilarang Bentangkan Spanduk dan Bendera di Arab Saudi

Nasional
Imigrasi Tangkap DPO Penyelundupan Manusia, Kerjasama dengan Istri Pelaku

Imigrasi Tangkap DPO Penyelundupan Manusia, Kerjasama dengan Istri Pelaku

Nasional
Canangkan Gerakan Literasi Desa, Wapres Ingin SDM Indonesia Unggul

Canangkan Gerakan Literasi Desa, Wapres Ingin SDM Indonesia Unggul

Nasional
DPR Sentil Kemendikbud yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin

DPR Sentil Kemendikbud yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin

Nasional
Respons Istana Soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P: Presiden Selalu Menghormati

Respons Istana Soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P: Presiden Selalu Menghormati

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Prabowo Ajak PKS atau PDI-P ke Dalam Koalisi?

GASPOL! Hari Ini: Prabowo Ajak PKS atau PDI-P ke Dalam Koalisi?

Nasional
Ngabalin: Revisi UU Kementerian Negara untuk Kebutuhan Masyarakat, Paten Itu Barang...

Ngabalin: Revisi UU Kementerian Negara untuk Kebutuhan Masyarakat, Paten Itu Barang...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com