Tayangan videotron Anies yang dihentikan paksa terjadi di salah satu pusat perbelanjaan di Bekasi. Pihak pengelola mal mengatakan bahwa take down dilakukan karena pemilik lahan tempat Videotron berdiri, tidak mengizinkan tayangan kampanye muncul di Videotron.
Pada dasarnya, jika tayangan yang direncanakan muncul selama seminggu itu tidak dihentikan, perbincangan tentang Anies tidak akan seviral pascapenghentian tayangan. Efek Streisand dari take down ini justru membuat promosi dan popularitas Anies naik.
Kashdan, Rose & Finchan (2004) menjelaskan aksi penyensoran yang tersebar di masyarakat dapat memunculkan rasa ingin tahu. Ada dua jenis rasa ingin tahu yang muncul ketika mendapat informasi penyensoran.
Pertama, rasa ingin tahu yang bersifat aktif. Masyarakat berupaya untuk mencari tahu dengan prinsip 5W 1 H atas hal yang disensor.
Apa yang disensor (what), siapa yang melakukan sensor (who), kenapa disensor (who), di mana disensor (where), kapan disensor (when) dan bagaimana penyensorannya (how).
Kedua, rasa ingin tahu untuk mendalami hal yang kompleks. Dalam hal ini, masyarakat mencari tahu relevansi penyensoran, keterkaitan dengan praktik penyensoran sebelumnya, penyensoran dalam bentuk lain dan mengaitkannya dengan momentum, seperti Pilpres 2024.
Nah, kedua jenis rasa ingin tahu ini, terjadi pada informasi take down Videotron Anies yang menyebabkan Efek Streisand.
Banyak penelitian dan kajian menyebutkan bahwa praktik sensor, apalagi di momentum tahun politik, membawa risiko lebih besar dibandingkan manfaatnya.
Menurut Dean Burnett (2015) dalam artikelnya di The Guardian, hanya orang yang paling tertipu, yang ngotot melakukan sensor dan seolah-olah itu adalah ide yang bagus.
Di sisi lain, sudah banyak juga ramuan untuk melakukan sensor secara smooth. Brian Martin (2015) dari University of Wollongong, Australia mengurai lima taktik agar sensor mengurangi kemarahan dan antipati masyarakat.
Pertama, menyembunyikan keberadaan sensor. Kedua, mendevaluasi target sensor. Ketiga, menafsirkan ulang tindakan dengan berbohong, meminimalkan konsekuensi, menyalahkan orang lain, dan menggunakan pembingkaian yang baik.
Keempat, menggunakan jalur resmi untuk memberikan kesan keadilan. Dan terakhir kelima, mengintimidasi lawan.
Beberapa di antaranya sudah dilakukan pemerintah melalui instrumen peraturan maupun Undang-undang, yang cenderung lebih smooth.
Persoalannya sekarang, banyak masyarakat mengalamatkan pelaku sensor tayangan videotron Anies ke pemerintah atau rezim berkuasa. Padahal, praktik penyensoran yang smooth sudah sering dilakukan rezim berkuasa.
Pasalnya, penguasa hari ini sadar dengan kekuatan media dan mass power. Aksi penyensoran akan dikaitkan sebagai praktik kekuasaan yang dilakukan oleh rezim berkuasa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.