Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei Charta Politika: 61,3 Persen Responden Tahu Isu Dinasti Politik di Pilpres

Kompas.com - 22/01/2024, 12:37 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Survei Charta Politika turut menanyakan responden soal isu dinasti politik pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Dalam survei yang dilaksanakan pada 4-11 Januari 2024 ini, sebanyak 61,3 responden mengaku tahu soal isu dinasti politik.

Survei ini digelar dengan metode multistage random sampling terhadap 1.220 responden di seluruh Indonesia. Margin of error dari survei ini di angka 2,82 persen.

"Jadi kita menanyakan apakah masyarakat atau responden masih mengetahui atau tidak mengetahui isu dinasti politik pada pemilihan presiden dan wakil presidn tahun 2024 ini," kata Peneliti Utama Charta Politika, Nahrudin ketika memaparkan hasil survei dikutip dari kanal YouTube Charta Politika Indonesia, Senin (22/1/2024).

"Sebanyak 61,3 persen menyatakan mengetahui," sambung dia.

Baca juga: Pengakuan Mahasiswa yang Bagikan Selebaran di Depan Kampus UIN: Tolak Politik Dinasti dan Punya Sejarah Kelam

Dari pertanyaan survei yang sama, sebanyak 28,7 persen responden menyatakan tidak mengetahui isu dinasti politik. Lalu, ada 10,0 persen menyatakan tidak tahu atau tidak jawab.

Lebih lanjut, responden yang mengetahui soal isu ini juga ditanyakan terkait seberapa setuju mereka dengan politik dinasti yang ada di Indonesia.

Hasilnya, mayoritas responden menyatakan tidak setuju.

"Sebetulnya masyarakat tidak setuju dengan dinasti politik di Indonesia. Ada 63,0 persen yang menyatakan tidak setuju terkait adanya dinasti politik di Indonesia," ujar dia.

Baca juga: Ketika Isu Politik Dinasti Tak Membumi

Sebanyak 20,2 persen menyatakan setuju dan ada 16,7 persen yang menjwb tidak tahu atau tidak jawab.

Setelahnya, tim peneliti Charta Politika memberikan pertanyaan lebih jauh kepada responden yang tak setuju dengan isu politik dinasti.

Mereka ditanyakan "apakah saudara cemas atau tidak cemas keberadaan politik dinasti menghambat demokrasi di Indonesia?".

Dari total 63,0 persen responden yang menyatakan tidak setuju politik dinasti, ternyata hanya 46,9 persen yang mengaku cemas itu akan menghambat demokrasi.

"Kalau saya hipotesakan bahwa memang penolakan ini belum 100 persen itu implementasinya diketahui masyarakat apakah betul ketika politik dinasti dilakukan demorkasi itu akan terhambat, apakah proseduralnya tetap tiba-tiba tidak ada, apakah proses demokrasi pemilu itu ketika politik dinasti dijalankan apakah tidak ada," kata Nahrudin.

"Jadi masih ada gap pengetahuan masyarakat terkait penghambatan demorkasi lewat politik dinasti," imbuh dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com