Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Afif
Hakim PTUN Palembang

Lulusan Program Doktor Fakultas Hukum Universitas Andalas.

Pengabaian Hak Hukum Adat: Risiko Eskalasi Perampasan Tanah

Kompas.com - 16/01/2024, 11:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA 8 Desember 2023, Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 tahun 2023 tentang perubahan Perpres Nomor 62 Tahun 2018 terkait teknis penanganan dampak sosial kemasyarakatan dalam rangka penyediaan tanah untuk pembangunan nasional.

Perpres ini mengancam keberadaan masyarakat hukum adat dan mempermudah perampasan tanah oleh negara.

Bila dicermati, lahirnya Perpres ini tidak lepas dari penolakan yang marak terjadi terhadap rencana proyek strategsi nasional (PSN) yang terjadi belakangan.

Indikasi ini menguat karena melalui Perpres a quo, masyarakat hukum adat dibebankan pembuktian bahwa tanah yang hendak “dirampas” atas dasar PSN adalah miliknya.

Tentu hal ini kontras dengan semangat konstitusi yang melindungi hak masyarakat hukum adat yang pengakuannya hanya mensyaratkan “sepanjang masih ada”.

Peraturan a quo memang memberikan kompensasi berupa uang dan/atau pemukiman kembali kepada masyarakat yang menempati tanah yang akan digunakan untuk pembangunan nasional.

Namun hal itu tidak menutup fakta bahwa regulasi membenarkan tindakan Pemerintah untuk melakukan pemindahan paksa masyarakat dari tanah leluhurnya.

Menilik catatan historis, dalam beberapa tahun terakhir, ada puluhan koflik masyarakat dengan negara dan swasta akibat PSN.

Dalam hal ini, masyarakat selalu berada pada posisi yang tidak menguntungan. Bahkan pembebasan lahan yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat dilakukan secara paksa menggunakan aparat keamanan.

Misalnya: pembangunan sirkuit Mandalika Nusa Tenggara Barat (NTB), Bendungan Bulango Ulu Gorontalo, pembangunan tol Padang-Pekanbaru, proyek kawasan ekonomi khusus di Gresik, pembangunan PLTA di Pinrang.

Lalu penambangan Wadas untuk Bendungan Bener, proyek Movieland MNC Lido City Sukabumi, proyek lumbung pangan atau food estate di Sumatera Utara, pembangunan Bolaang Mongondow di Sulawesi Utara, Bandara Kayong Utara di Kalimantan Barat, Bendungan Karalloe di Goa, Waduk Lambo di Nusa Tenggara Timur.

Selain itu, tol Serang-Panimbang, tol Balikpapan dan Samarinda, pembangunan PLTU Muna, proyek cetak sawah baru di Pulau Pisang Kalimantan, pembangunan bandara dan kilang minyak di Air Bangis Sumatera Barat, Pembangunan Rempang Eco-city di Kepulauan Riau dan lain sebagainya.

Bila ditelisik, penyebab terjadinya konflik di atas adalah “negara”. Dalam hal ini, negara dalam menyusun perencanaan pembangunan terkait tidak melihat kepentingan masyarakat adat sebagai sesuatu yang seharusnya dilindungi.

Pola komunikasi yang dibangun hanya sebatas kepentingan ekonomi, di mana pemberian ganti rugi dianggap dapat menyelesaikan persoalan dengan masyarakat hukum adat.

Padahal, fungsi tanah bagi masyarakat hukum adat tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dan keberlangsungan hidup semata, tapi juga menjaga budaya leluhur yang sifatnya tidak bisa dikomersialkan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com