Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Kejanggalan, Yusril Minta Kasus Pemerasan Firli Bahuri Dihentikan

Kompas.com - 15/01/2024, 13:20 WIB
Fika Nurul Ulya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra meminta kasus pemerasan eks Ketua Komisi Pemberantasan (KPK) Firli Bahuri kepada eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dihentikan.

Menurut Yusril, ada banyak kejanggalan bukti-bukti dalam kasus ini. Dia bilang, bukti-bukti yang dipakai untuk menjerat Firli Bahuri sebagai tersangka belum cukup.

Ia menganggap bukti itu tidak menunjukkan secara jelas pemerasan dilakukan atau tidak.

"Sebenarnya kasus ini sebaiknya dihentikan. Bisa dihentikan lewat praperadilan, bisa juga dikeluarkan SP3," kata Yusril di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (15/1/2024).

Baca juga: Jadi Saksi Meringankan, Yusril Sebut Foto Pertemuan Firli-SYL Tak Bisa Jadi Bukti Pemerasan

Terlebih, kata Yusril, praperadilan kasus ini bukan ditolak, melainkan tidak dapat diterima. Jika dinyatakan tidak diterima, Firli bisa mengajukan praperadilan kembali.

"Artinya hakim tidak masuk ke perkara karena eksepsi dari termohon Polda Metro Jaya diterima, yaitu permohonan praperadilannya itu mencampuradukkan antara formil dan materil. Padahal praperadilan itu hanya formilnya saja, karena itu dianggap permohonan itu tidak jelas," ucap Yusril.

Yusril lantas merinci bukti-bukti yang memberatkan Firli. Termasuk foto pertemuan Firli dengan Syahrul Yasin di lapangan bulu tangkis, di mana tindakan pemerasan diduga terjadi.

Namun, menurut Yusril, foto tersebut tidak menerangkan apapun. Pasalnya, foto diambil pada tahun 2022 ketika kepolisian belum melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus Syahrul Yasin.

Baca juga: Tiba di Bareskrim, Yusril Diperiksa sebagai Saksi Meringankan Firli Bahuri

"Foto itu tidak menerangkan apa-apa, ya foto itu saja. Dalam foto itu enggak ada kelihatan satu orang memeras yang lain, itu enggak ada. Jadi pemerasan itu agak tidak mungkin terjadi," tuturnya.

Yusril menyebut, dugaan gratifikasi dalam kasus itu juga harus dibuktikan dengan pemberian sesuatu berupa janji, hadiah, maupun dalam bentuk uang oleh Syahrul Yasin kepada Firli.

Polri pun harus membuktikan di mana, kapan, dan dalam bentuk apa pemerasan terjadi. Jika tidak mencukupi, maka harus didukung oleh bukti-bukti lain.

"Jadi yang harus saya tekankan dalam penyidikan tindak pidana ini adalah bahwa, dua alat bukti permulaan yang cukup, yang dimaksud oleh KUHAP, itu betul-betul mempunyai kualitas," jelas Yusril.

Untuk diketahui, Yusril datang ke Bareskrim Mabes Polri untuk diperiksa sebagai saksi meringankan dalam kasus Firli Bahuri.

Baca juga: Jadi Saksi Meringankan Firli Bahuri, Yusril Ihza Mahendra Akan Diperiksa Polisi Hari Ini

Polisi sudah memeriksa Firli sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo tiga kali, yakni pada 1 Desember 2023, 6 Desember 2023, dan 27 Desember 2023.

Firli diduga memeras Syahrul Yasin Limpo atas perkara korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) di 2021.

Tak terima ditetapkan sebagai tersangka, Firli mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Namun, PN Jaksel menolak permintaan praperadilan Firli, 19 Desember 2023 lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com