Situasi sudah berkembang demikian jauh-rusak, dan siapapun harus tahu, apalagi seorang RI 1, bahwa komunikasi publik itu sulit ditarik kembali, sangat alot dipulihkan!
Pernyataan Jokowi akan cawe-cawe Pilpres, kian hari kian menebal saja dalam praktik yg tidak/kurang baik. Paling kerasnya tentu saja adalah saat sang anak, Gibran, bisa masuk gelanggang Pilpres berkat ketok palu sang adik ipar.
Mahkamah Kehormatan MK kemudian menyebut keputusan itu buah intervensi. Walau tak sebut siapa yang intervensi, hampir tak mungkin yang intervensi Ketua MK adalah seorang kepala desa, bukan?
Ini seolah tak ada suri tauladan dari Presiden RI sebelumnya di era modern. Jika Soeharto tak bisa jadi contoh, penulis kira Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tak meninggalkan titisan trah apapun kecuali warisan inklusivitas yang bergema sampai sekarang.
Megawati Soekarnoputri tidak memopulerkan amat keras kedua anaknya, Puan Maharani atau Prananda Prabowo, saat menuntaskan periode dengan Gus Dur kala itu.
BJ Habibie setali tiga uang, tak satupun upaya simpan putranya, Ilham Habibie, di periode lanjutannya.
Begitu pula Susilo Bambang Yudhoyono tidak mengorbit putranya, Agus Harimurti Yudhoyono, yang sedang menanjak dinas militer-nya, sama seperti dia tidak berusaha keras membuat besannya, Hatta Rajasa, untuk menang di Pemilu 2014.
Selayaknya seorang pemimpin publik tahu, mulai dari Kades apalagi Presiden RI, saat dia mentas, saat itu pula dia jadi ayah semua anaknya. Baik anak yang penurut, cuek, sedang-sedang, jujur, hingga yang bandel-bandel.
Tiadalah mungkin dalam satu keluarga super besar bernama NKRI, sang ayah menerima semua anaknya baik, jujur, dan penurut. Maka, kebijaksanaan dan kesabaran ekstra, sampai-sampai Iwan Fals sebut "Manusia Setengah Dewa", harus dimiliki seorang presiden.
Konsekuensinya, terutama saat jelang akhir jabatan, tak patut kemudian memaksakan keinginan ada penerus yang tak jauh-jauh. Ini berarti tingkat kebijaksaannya belum paripurna; Dia belum selesai dengan dirinya sendiri.
Singkat kata, secara komunikasi publik, sang ayah pantang perlihatkan istimewakan salah satu anak, apalagi menghukum sang anak depan khalayak (pasti akan dendam berat).
Pepatah bijak mengatakan: Satu saja anak diemaskan, maka .... akan lahir seribu anak tiri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.