Kedua, panelis menjadi penonton, pertanyaannya kepada capres telah dicetak dan dibacakan oleh moderator.
Andaikata panelis melontarkan pertanyaan, secara interaktif terhadap capres, suasananya bisa lentur, gestur panelis dan capres yang berinteraksi memungkinkan pemahaman capres lebih dalam terhadap soal-soal yang ditanyakan panelis.
Bahkan, panelisi bisa menyusulkan pertanyaan lanjutan apabila durasi waktu masih tersisa dan mencukupi.
Dalam debat capres-cawapres, audiens ingin mendapat tuntunan sekaligus tontonan. Sejauh ini tuntunan belum dapat karena capres-cawapres sangat formal dalam menyampaikan gagasan, kemasannya tidak menarik.
Tontotannya--kalau dianggap ada-- lebih dominan soal ekspresi capres marah, melontarkan ejeken verbal.
Saya membayangkan debat beriktunya ada tawa, ada canda, ada serius, dan formalitas mekanis debat dilenturkan agar forum menjadi tontonan sekaligus tuntunan yang memberi pengetahuan dan menghibur suasana pada hari libur Ahad.
Apakah itu berarti para capres-cawapres harus mengubah diri menjadi sosok komika atau komedian?
Dalam kapasitas sebagai komunikator, mereka tidak bisa langsung disulap menjadi komika, roastinger. Namun, komunikasi dengan narasi bahasa yang cair, memancing tawa sedikit saja, itu sudah menjadi prestasi besar untuk mengubah ruang debat yang berdebar-debar menjadi ruang publik yang hingar-bingar oleh tawa hadirin.
Dalam konteks itu, panggung demokrasi tidak selalu dikesankan sangar, ajang pertarungan yang sakral.
Demokrasi biarkan hidup dengan canda-tawa karena menertawakan kekurangan di panggung demokrasi justru menjadikan pesta demokrasi menjadi hidup, meriah dan menarik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.