Ataupun mungkin juga tak perlu berproses lebih lama, karena di tengah aktor-aktor politik (elite dan partai) semakin pragmatis, dan pemilih yang kian permisif, segala yang ‘karbit’ atau instan termasuk politisi instan mudah eksis dan diterima, apalagi punya ‘ordal’.
Simpulannya, kehadiran influencer dalam politik dapat memberikan dampak signifikan. Mereka memiliki jangkauan luas melalui media sosial, memungkinkan mereka memengaruhi opini dan sikap publik terhadap isu-isu politik.
Dengan keterlibatan influencer, pesan politik dapat disampaikan secara lebih mudah dan cepat, menyasar dan mempersuasi khalayak atau pemilih potensial.
Sekalipun begitu, perlu dicatat adalah, kurangnya kedalaman pemahaman dari para influencer terhadap isu-isu kompleks sehingga terkesan lebih ke budaya populer dan kurangnya konsistensi pada isu yang sedang didorong atau diadvokasi.
Mereka mungkin kerap fokus pada aspek-aspek yang menarik perhatian atau kontroversial, tanpa menyelami secara mendalam hal-hal yang sifatnya substantif.
Selain itu, risiko adanya bias atau dukungan pribadi dari influencer dapat memengaruhi objektivitas informasi politik yang disampaikan kepada ‘pengikut’ mereka. Dalam konteks ini, manipulasi bisa terjadi.
Sehingga kedepannya, adalah penting untuk dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas di kalangan influencer politik, termasuk aliran dana yang mereka terima atau dapatkan dari aktivitas politik itu.
Regulasi yang lebih ketat dan pedoman etika perlu segera diinisiasi, era disrupsi termasuk dalam ranah politik harus dapat pula dipagari dengan aturan yang relevan, selain agar dapat membantu memastikan peran influencer menjadi profesional, juga objektif.
Begitu pula dengan pendidikan politik yang lebih baik juga perlu diperkuat untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan para influencer.
Termasuk pula kepada masyarakat agar memahami isu-isu politik yang mengemuka, sehingga pengaruh influencer dapat diimbangi dengan pengetahuan dari masyarakat.
Meskipun influencer dapat berperan dalam membentuk opini dan kesadaran politik, peran mereka tentu saja tidak sebanding dengan partai politik yang memiliki struktur organisasi dan tanggung jawab pemerintahan yang lebih formal dan jauh lebih besar.
Partai politik umumnya memiliki program, kebijakan, dan ada dalam mekanisme resmi untuk mengelola negara. Partai politik memiliki peran yang lebih besar dalam proses demokrasi, sirkulasi elite dan pemerintahan yang formal.
Keberadaan influencer memang tidak bisa dinafikan, justru dapat diberdayakan secara sehat. Dalam era digital, memahami dan memanfaatkan keberadaan influencer bisa strategis.
Namun parpol juga mesti terus berbenah, jangan sampai peran mereka kalah pamor dari kelompok atau ‘partai’ influencer.
Di sisi lain, penting juga untuk terus memastikan bahwa para influencer juga bertanggung jawab dalam menyampaikan informasi atau aktivitas politiknya, sementara masyarakat juga harus tetap kritis terhadap informasi dari para influencer tersebut.
Begitu pula dengan lembaga-lembaga maupun institusi sosial, yang bekerjasama dengan influencer sebagai tanggung jawab sosial, juga dapat terbantu, memanfaatkan pengaruh positif para influencer dalam perubahan sosial ke arah yang lebih baik.
Selamat datang “partai” influencer di era disrupsi politik!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.