JAKARTA, KOMPAS.com - PDI Perjuangan dan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 1, Muhaimin Iskandar, kompak mengkritik kebijakan pemerintah terkait pembelian alat utama sistem pertahanan (alutsista).
Baik PDI-P maupun Muhaimin menilai, keputusan pemerintah berutang guna membeli alutsista tidak tepat, mengingat banyak kebutuhan masyarakat yang masih harus dipenuhi oleh negara.
Belakangan, sentilan itu dijawab oleh Partai Gerindra. Partai pimpinan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto itu justru menuding pihak yang mengkritik pembelian alutsista tak paham persoalan geopolitik.
Kritik PDI-P perihal ini berulang kali disampaikan oleh sekretaris jenderal (sekjen) Hasto Kristiyanto. Menurut Hasto, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) di bawah pimpinan Prabowo mengambil langkah yang tak berpihak kepada rakyat.
"Ketika rakyat menghadapi kenaikan harga kebutuhan pokok, di kehidupan sehari-hari, Pak Prabowo menambah hutang luar negeri sebesar Rp 386 triliun untuk beli alat utama sistem persenjataan (alutsista)," ujar Hasto di Kantor DPP PDI-P, Jakarta Pusat, Selasa (2/1/2024).
"Bukan dengan cara memberdayakan industri nasional, kemampuan anak bangsa untuk melakukan kemajuan, loncatan dan percaya pada kemampuan sendiri," lanjutnya.
Hasto juga menyoroti kebijakan Kemenhan mengenai pembentukan perusahaan teknologi militer untuk pengadaan alutsista. Katanya, perusahaan tersebut justru diisi oleh sahabat-sahabat Prabowo selaku Menteri Pertahanan.
"Hal ini yang membedakan antara kekuatan yang berintikan rakyat yang membangun pertahanan dari kemampuan anak bangsa dalam mengembangkan industri alutsista nasional daripada sekedar beli, beli dan beli bahkan pakai pinjaman luar negeri yang meningkat hingga mencapai Rp 386 triliun rupiah," katanya.
Kritik senada juga disampaikan Muhaimin Iskandar. Pria yang karib disapa Cak Imin ini heran pemerintah rela utang triliunan rupiah untuk membeli alutsista di tengah kondisi negara sedang tidak berperang.
Padahal, menurut dia, banyak kebutuhan masyarakat yang seharusnya dipenuhi oleh pemerintah, misalnya memberikan alat pertanian untuk para petani agar bisa memproduksi bahan pangan.
“Kita enggak perang kenapa kebanyakan utang beli alat perang? Lebih baik utang untuk beli alat pertanian,” kata Muhaimin saat bertemu dengan para petani dalam acara "Nitip Gus" di area sawah kawasan Sijalak Harupat Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (3/1/2024).
“Kita punya uang setahun itu Rp 3.000 triliun, cash, fresh, tapi 30 persen langsung dipotong untuk utang. Itu berarti Rp 490-an triliun untuk utang. Itu berarti tinggal Rp 2.500-an triliun sisanya,” kata Imin.
“Buat apa kita utang ratusan triliun tapi tidak untuk sesuatu yang nyatanya tidak dibutuhkan? Nyatanya kita butuh pangan,” lanjutnya.
Sentilan-sentilan tersebut lantas dijawab oleh Partai Gerindra. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman, menuding, pihak yang mengkritik pembelian alutsista tak paham persoalan geopolitik.