Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Furqan Jurdi
Praktisi Hukum dan Penulis

Aktivis Muda Muhammadiyah

Refleksi 2023: Hilangnya Etika dan Pembusukan Institusi

Kompas.com - 01/01/2024, 08:43 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Begitu juga yang terjadi di Bawaslu. Sebagai pengawas pemilu tentu etika Bawaslu harus lebih tinggi dari KPU, namun dalam kenyataannya Bawaslu juga tidak jauh berbeda dengan KPU dalam pelanggaran etik tersebut.

Lolosnya orang-orang partai politik dalam seleksi Bawaslu di tingkat provinsi, kabupaten/kota merupakan bentuk kerusakan demokrasi yang parah. Namun, mereka masih aman, meskipun terbukti melakukan pelanggaran etik berat. Inilah Indonesia.

Sebagai salah salah satu pelapor dari pimpinan lembaga negara seperti ketua MK, ketua KPK, ketua KPU, ketua dan anggota Bawaslu, saya merasa miris betapa rendahnya moral dan etika pejabat kita.

Semua laporan itu terbukti dan pimpinan lembaga-lembaga negara itu dihukum dengan pelanggaran etik berat.

Sebagai pelapor tentu saya mengetahui bagaimana mereka melakukan pelanggaran etik itu. Namun “style” putusan lembaga penegak etik masih “setengah hati”, sehingga pejabat-pejabat nakal masih bisa memegang jabatan, kecuali Firli yang diberhentikan langsung oleh presiden berdasarkan bukti pelanggaran etik yang diputus oleh Dewas KPK.

Lembaga-lembaga independen itu sekarang sudah berada dalam pembusukan institusional dari dalam. Akomodasi kepentingan politik dan tukar-menukar kepentingan para elite dilakukan secara diam-diam, bahkan dalam keadaan tertentu dilakukan secara terang-terangan.

Pembusukan institusional dan konstitusional terjadi akibat sistem politik yang pragmatis dengan mementingkan diri sendiri.

Hal ini tidak bisa dipisahkan dari proses pembuatan sistem hukum yang dilakukan oleh lembaga legislatif dan eksekutif. Produk hukum yang dikeluarkan kedua lembaga itu sering menyalahi prinsip-prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan.

Dalam kasus Undang-Undang Omnibus Law, misalnya, kita bisa melihat “kolusi” antara eksekutif dan legislatif dalam memuluskan berlaku kembalinya UU yang telah dibatalkan oleh MK itu.

Presiden disuruh menggunakan kekuasaan maksimal tanpa ada alasan darurat apapun dengan mengeluarkan Perpu untuk mengembalikan omnibus law Cipta Kerja. Sementara DPR menerima Perppu, meski tidak konstitusional.

Ini merupakan praktik autocracy legalisme, kekuasaan seakan-akan menjalankan hukum, padahal mereka berlindung di balik hukum untuk merusaknya. Inilah yang terjadi sepanjang 2023.

Tentu ini semakin memperlihatkan bahwa lembaga-lembaga inti negara (main state organ) sudah tidak dapat lagi diharapkan untuk menegakkan kepentingan bersama atau common good.

Kerusakan mengarah pada “Gridlock Total”

Setelah mempertimbangkan semua yang terjadi di atas, saya sampai pada kesimpulan cukup beralasan untuk pesimistis menghadapi 2024 nanti dan epilog-epilog yang menyertainya.

Potensi kemandekan dan kemacetan mengintai sistem hukum dan politik kita, dan bukan mustahil pada gilirannya akan memicu “ledakan besar”.

Semua pesimisme ini disebabkan antara lain: self interest atau sikap yang mementingkan diri sendiri, tidak menghormati hukum, tidak disiplin, integritas, moral dan etika yang rendah di antara para pejabat dan mengesampingkan kepentingan bersama (common good).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

Nasional
Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Nasional
Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Nasional
Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Nasional
Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Nasional
Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Nasional
Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Nasional
PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Nasional
Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Nasional
Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Nasional
Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Nasional
Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Nasional
Tinjau TKP Kecelakaan Maut Bus di Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Tinjau TKP Kecelakaan Maut Bus di Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com