Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mukhijab
Dosen Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Dr. Mukhijab, MA, dosen pada Program Studi Ilmu Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

Drama "Gaslighting" Dalam Debat Cawapres

Kompas.com - 25/12/2023, 10:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Penyebutan diksi IKN (Ibu Kota Nusantara), dalam pandangan saya, mengubah haluan alur dan suasana debat. Saya memahami soal pembangunan ibu kota baru sangat sensitif bagi pasangan capres yang bertekad untuk melanjutkan program dan kekuasaan petahana.

Respons lawan kubu petahana yang mengusung perubahan dan suksesi parsial, memicu suasana panik dan tersinggung kubu “status quo”. Indikasi-indikasi “gaslighting” dan “disconfirmation” terjadi pada situasi itu. Berikut ini transkrip dialog soal IKN.

Mahfud: “Saya tergelitik, anggaran IKN 20 persen dari APBN, sisanya, 80 persen, dari investor. Sampai sekarang, belum satupun investor masuk ke sana. Pembangunan sepenuhnya dari APBN. Kalau ada (investor) sebutkan satu atau dua. Saya dengar ratusan ribu hektare tanah dikuasi pengusaha-pengusaha tertentu.”

Muhaimin: “Bukan soal (mendahulukan atau tidak) Pembangunan infrastruktur atau SDM. Seluruh proyek ambisius, IKN sebagai contoh, mengandalkan APBN, anggarannya hampir Rp 500 triliun. Padahal 1 persen dari anggaran itu untuk membangun jalan seluruh kota-kota Kalimantan, beres, 3 persennya bisa membangun seluruh sekolah yang baik di Kalimantan. Itu contoh mengambil skala prioritas.”

Gibran: “Saya ingat Gus Muhaimin ikut meresmikan dan potong tumpeng di IKN. Ini bagaimana nggak konsisten. Dulu mendukung, sekarang nggak mendukung karena menjadi wakil Pak Anies Baswedan yang mengusung perubahan. Maaf Gus, IKN bukan hanya membangun bangunan pemerintah, juga simbol pemerataan dan transformasi pembangunan.”

Prof Mahfud, pulang dari debat, bisa di-google sudah banyak yang masuk menjadi investor (IKN), contoh. Agung Sedayu. Investor,tambah lagi setelah pilpres, mereka masih lihat stabilitas politik.”

Saya memahami, dialog persoalan IKN memicu emosi cawapres tertentu. Sebagai responsnya, cawapres itu menciptakan “downward talk”, semacam pembicaan yang merendahkan lawan debat.

Respons substansi persoalan secara sambil lalu, selanjutnya membelokkan arah pembicaraan ke persoalan lain, dan tidak menjawab secara proporsional pertanyaan lawan debat.

Situasi itu dipertegas dengan perilaku “kekerasan” yang terekam kamera televisi. Usai cawapres merespons soal nihilnya investor IKN, cawapres yang merasa unggul dari lawan debat, menampilkan unjuk kekuatan (power play). Peristiwa terjadi saat dialog soal IKN.

Capres tertentu memanggil anggota tim sukses. Seorang berseragam tim sukses, dibalut jaket warna gelap, berstatus menteri kabinet, mendekat ke capres yang memanggilnya.

Kamera TV menangkap perilaku capres itu yang menarik jaket tim sukses yang dipanggilnya. Pada saat lainnya seorang cawapres mengajak pendukungnya untuk bersorak, mengekspresikan situasinya di atas angin.

Saat itu saya membayangkan, pola komunikasi persuasif yang seharusnya terjadi, yang memosisikan para debater selevel, berubah menjadi komunikasi antara superior Vs inferior.

Situasi itu mengingatkan situasi debat capres-cawapres 2024 putaran pertama ketika capres tertentu tidak menjawab substansi persoalan, mengalihkan ke persoalan lain, dan mengekspresikan gestur-gestur komunikasi non-verbal yang mendistorsi posisi lawan debat.

Saya berharap cawapres mengambil pelajaran dari pada debat capres 2024 putaran pertama (12/12/2023). Harapan debat cawapres sebagai tontonan yang menjadi tuntutan politik tidak terjadi.

Baca juga: Debat Cawapres: Beri Tuntunan, Bukan Kekerasan

Orang-orang awam sering bilang, siapa pun presiden-wakil presidennya nasib rakyat biasa sama saja. Pandangan ini mengindikasikan, pemilih lebih baik cuek saja dengan apa yang terjadi dalam proses pemilu, mau debat kacau atau sebaliknya, mau yang mengacau debat terpilih memimpin, biar waktu yang membuktikan.

Fatalistik itu perlu dibuang dalam menentukan presiden-wakil presiden lima tahun ke depan. Melihat debat dan perilaku capres-cawapres tertentu yang keluar dari fatsun politik, saya mengajak pembaca (pemilih) untuk menjadi pemilih cerdas dan logis, dalam partisipasi menentukan pemimpin masa depan.

Para pemilih perlu mengambil pelajaran dari perilaku capres-cawapres dalam debat. Pemimpin yang memiliki indikasi “gaslighting” dan “disconfirmation”, bisa memicu disharmoni sosial, ketidakkesetaraan, ketidak-adilan, meremehkan hak asasi manusia, dan menciptakan pemerintahan yang inklusif.

Mereka terobsesi oleh kekuasaan oligarki, yang mengendalikan kekuasaan secara tirani, mengandalkan kepatuhan, penindasan publik untuk menjaga kekuasaannya eksis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Disebut Berpotensi Masuk Partai Lain Usai Bobby Gabung Gerindra

Jokowi Disebut Berpotensi Masuk Partai Lain Usai Bobby Gabung Gerindra

Nasional
Jokowi Minta Pembangunan Jalan-Jembatan Darurat di Daerah Terdampak Banjir Sumbar Segera Tuntas

Jokowi Minta Pembangunan Jalan-Jembatan Darurat di Daerah Terdampak Banjir Sumbar Segera Tuntas

Nasional
Kompolnas Yakin Polisi Bakal Bekuk 3 Buronan Pembunuhan “Vina Cirebon”

Kompolnas Yakin Polisi Bakal Bekuk 3 Buronan Pembunuhan “Vina Cirebon”

Nasional
Menkes Sebut Efek Samping Vaksin AstraZeneca Terjadi di Wilayah Jarang Kena Sinar Matahari

Menkes Sebut Efek Samping Vaksin AstraZeneca Terjadi di Wilayah Jarang Kena Sinar Matahari

Nasional
PKS Terbuka Usung Anies dalam Pilkada Jakarta 2024

PKS Terbuka Usung Anies dalam Pilkada Jakarta 2024

Nasional
Singgung Sejumlah PTN Terkait UKT, Kemendikbud: Justru UKT Rendah Tetap Mendominasi

Singgung Sejumlah PTN Terkait UKT, Kemendikbud: Justru UKT Rendah Tetap Mendominasi

Nasional
Dewas KPK Belum Diperiksa Bareskrim Terkait Laporan Nurul Ghufron

Dewas KPK Belum Diperiksa Bareskrim Terkait Laporan Nurul Ghufron

Nasional
Jokowi Berharap Meninggalnya Presiden Iran Tak Pengaruhi Harga Minyak Dunia

Jokowi Berharap Meninggalnya Presiden Iran Tak Pengaruhi Harga Minyak Dunia

Nasional
Fakta soal Istana Merdeka, Tempat Soeharto Nyatakan Berhenti dari Jabatannya 26 Tahun Lalu

Fakta soal Istana Merdeka, Tempat Soeharto Nyatakan Berhenti dari Jabatannya 26 Tahun Lalu

Nasional
Bobby Nasution Gabung Gerindra, Politikus PDI-P: Kita Sudah Lupa soal Dia

Bobby Nasution Gabung Gerindra, Politikus PDI-P: Kita Sudah Lupa soal Dia

Nasional
Kunjungi Pentagon, KSAD Maruli Bahas Latma dan Keamanan Pasifik dengan US Army

Kunjungi Pentagon, KSAD Maruli Bahas Latma dan Keamanan Pasifik dengan US Army

Nasional
Di WWF Ke-10, Jokowi Ungkap 3 Komitmen Indonesia untuk Wujudkan Manajemen Sumber Daya Air Terintegrasi

Di WWF Ke-10, Jokowi Ungkap 3 Komitmen Indonesia untuk Wujudkan Manajemen Sumber Daya Air Terintegrasi

Nasional
Terdakwa Sadikin Rusli Dituntut 4 Tahun Penjara Kasus Pengondisian BTS 4G

Terdakwa Sadikin Rusli Dituntut 4 Tahun Penjara Kasus Pengondisian BTS 4G

Nasional
Di WWF 2024, Pertamina NRE Paparkan Upaya Mencapai Pertumbuhan Bisnis Rendah Emisi

Di WWF 2024, Pertamina NRE Paparkan Upaya Mencapai Pertumbuhan Bisnis Rendah Emisi

Nasional
Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Jokowi: Ditanyakan ke yang Tak Mengundang, Jangan Saya

Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Jokowi: Ditanyakan ke yang Tak Mengundang, Jangan Saya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com