Salin Artikel

Drama "Gaslighting" Dalam Debat Cawapres

Gaslighting dari akar kata “gaslight” pernah menjadi judul film karya sutradara Inggris Thorold Dickinson, yang dirilis pada 1940.

Narasinya, perilaku melecehkan, atau merendahkan orang lain. Arti lain, ekspresi pelaku yang seolah-olah elegan agar orang lain melihatnya sebagai sosok yang tampak berkuasa dan mampu mengontrol orang lain.

Gaslighting sebagai istilah dalam disipilin psikologi, memiliki kesamaan dalam banyak hal dengan komunikasi verbal antarmanusia dalam bentuk diskonfirmasi (DeVito, 2011).

Terdapat sejumlah karakter umum “gaslighting” dan “disconfirmation”: pelaku mengabaikan atau meremehkan orang lain, menyalahkan dan mengabaikan apa yang dikatakan orang lain (tidak empati), mengalihkan persoalan atau meloncat ke interpretasi lain, bukan memahami pembicaraan atau pertanyaan orang lain.

Karakter lainnya, pelaku mengutamakan pandangan sendiri, sebaliknya pandangan dan sikap orang lain selalu salah, mengabaikan harapan atau tidak menjawab pertanyaan orang lain, menanggapi pernyataan atau pertanyaan orang lain senyampang atau sepintas lalu saja, selanjutnya mengalihkan ke pembicaraan lain.

Bagaimana kondisi demikian dikaitkan dengan debat cawapres?

Membahas topik ekonomi beserta isu-isu terkait dengannya seperti investasi, pajak, perdagangan, pengelolaan APBN-APBD, infrastruktur, cawapres Muhaimin Iskandar (nomor urut satu), Gibran Rakabuming Raka (nomor urut dua), dan Mahfud MD (nomor urut tiga), mengawali debat dengan elegan dalam menyampaikan gagasan ekonomi masing-masing.

Suasana itu berubah total pada babak menjawab pertanyaan panelis, respons lawan debat, dan babak debater saling menanyakan dan merespons.

Perilaku cawapres tertentu mulai lepas kontrol meskipun pendukung dan sebagian pemirsa melihat sebagai tingkah yang hebat dan “powerfull”.

Saya menggambarkan perilaku yang tercipta saat itu, terdapat cawapres yang berperilaku kearah “gaslighting”dan “discommunication”. Untuk membayangkan situasi tersebut, saya memutar film “Gaslight”.

Pemahaman saya tentang ruang debat cawapres dengan situasi itu, orang lain bisa saja menilai pandangan saya ini sangat subjektif.

Itu benar adanya karena fokus perhatian saya pada sesi debat tersebut pada perilaku atau ekspresi cawapres tertentu yang paling menonjol dan terkesan terjadinya perilaku deviasi.

Kesan ini menyeruak usai saya mendengar beberapa kalimat berikut,“Bapak-bapak ini tidak paham apa yang saya bicarakan”, “Prof, pulang dari debat, bisa di-google sudah banyak yang masuk menjadi investor”, “Anda dulu mendukung IKN, sekarang tidak mendukung, Anda tidak konsisten”, “Maaf ya pertanyaan saya sulit”.

***

Penyebutan diksi IKN (Ibu Kota Nusantara), dalam pandangan saya, mengubah haluan alur dan suasana debat. Saya memahami soal pembangunan ibu kota baru sangat sensitif bagi pasangan capres yang bertekad untuk melanjutkan program dan kekuasaan petahana.

Respons lawan kubu petahana yang mengusung perubahan dan suksesi parsial, memicu suasana panik dan tersinggung kubu “status quo”. Indikasi-indikasi “gaslighting” dan “disconfirmation” terjadi pada situasi itu. Berikut ini transkrip dialog soal IKN.

Mahfud: “Saya tergelitik, anggaran IKN 20 persen dari APBN, sisanya, 80 persen, dari investor. Sampai sekarang, belum satupun investor masuk ke sana. Pembangunan sepenuhnya dari APBN. Kalau ada (investor) sebutkan satu atau dua. Saya dengar ratusan ribu hektare tanah dikuasi pengusaha-pengusaha tertentu.”

Muhaimin: “Bukan soal (mendahulukan atau tidak) Pembangunan infrastruktur atau SDM. Seluruh proyek ambisius, IKN sebagai contoh, mengandalkan APBN, anggarannya hampir Rp 500 triliun. Padahal 1 persen dari anggaran itu untuk membangun jalan seluruh kota-kota Kalimantan, beres, 3 persennya bisa membangun seluruh sekolah yang baik di Kalimantan. Itu contoh mengambil skala prioritas.”

Gibran: “Saya ingat Gus Muhaimin ikut meresmikan dan potong tumpeng di IKN. Ini bagaimana nggak konsisten. Dulu mendukung, sekarang nggak mendukung karena menjadi wakil Pak Anies Baswedan yang mengusung perubahan. Maaf Gus, IKN bukan hanya membangun bangunan pemerintah, juga simbol pemerataan dan transformasi pembangunan.”

“Prof Mahfud, pulang dari debat, bisa di-google sudah banyak yang masuk menjadi investor (IKN), contoh. Agung Sedayu. Investor,tambah lagi setelah pilpres, mereka masih lihat stabilitas politik.”

Saya memahami, dialog persoalan IKN memicu emosi cawapres tertentu. Sebagai responsnya, cawapres itu menciptakan “downward talk”, semacam pembicaan yang merendahkan lawan debat.

Respons substansi persoalan secara sambil lalu, selanjutnya membelokkan arah pembicaraan ke persoalan lain, dan tidak menjawab secara proporsional pertanyaan lawan debat.

Situasi itu dipertegas dengan perilaku “kekerasan” yang terekam kamera televisi. Usai cawapres merespons soal nihilnya investor IKN, cawapres yang merasa unggul dari lawan debat, menampilkan unjuk kekuatan (power play). Peristiwa terjadi saat dialog soal IKN.

Capres tertentu memanggil anggota tim sukses. Seorang berseragam tim sukses, dibalut jaket warna gelap, berstatus menteri kabinet, mendekat ke capres yang memanggilnya.

Kamera TV menangkap perilaku capres itu yang menarik jaket tim sukses yang dipanggilnya. Pada saat lainnya seorang cawapres mengajak pendukungnya untuk bersorak, mengekspresikan situasinya di atas angin.

Saat itu saya membayangkan, pola komunikasi persuasif yang seharusnya terjadi, yang memosisikan para debater selevel, berubah menjadi komunikasi antara superior Vs inferior.

Situasi itu mengingatkan situasi debat capres-cawapres 2024 putaran pertama ketika capres tertentu tidak menjawab substansi persoalan, mengalihkan ke persoalan lain, dan mengekspresikan gestur-gestur komunikasi non-verbal yang mendistorsi posisi lawan debat.

Saya berharap cawapres mengambil pelajaran dari pada debat capres 2024 putaran pertama (12/12/2023). Harapan debat cawapres sebagai tontonan yang menjadi tuntutan politik tidak terjadi.

Orang-orang awam sering bilang, siapa pun presiden-wakil presidennya nasib rakyat biasa sama saja. Pandangan ini mengindikasikan, pemilih lebih baik cuek saja dengan apa yang terjadi dalam proses pemilu, mau debat kacau atau sebaliknya, mau yang mengacau debat terpilih memimpin, biar waktu yang membuktikan.

Fatalistik itu perlu dibuang dalam menentukan presiden-wakil presiden lima tahun ke depan. Melihat debat dan perilaku capres-cawapres tertentu yang keluar dari fatsun politik, saya mengajak pembaca (pemilih) untuk menjadi pemilih cerdas dan logis, dalam partisipasi menentukan pemimpin masa depan.

Para pemilih perlu mengambil pelajaran dari perilaku capres-cawapres dalam debat. Pemimpin yang memiliki indikasi “gaslighting” dan “disconfirmation”, bisa memicu disharmoni sosial, ketidakkesetaraan, ketidak-adilan, meremehkan hak asasi manusia, dan menciptakan pemerintahan yang inklusif.

Mereka terobsesi oleh kekuasaan oligarki, yang mengendalikan kekuasaan secara tirani, mengandalkan kepatuhan, penindasan publik untuk menjaga kekuasaannya eksis.

https://nasional.kompas.com/read/2023/12/25/10000081/drama-gaslighting-dalam-debat-cawapres-

Terkini Lainnya

Hari ke-10 Keberangkatan Haji: 63.820 Jemaah Tiba di Madinah, 7 Orang Wafat

Hari ke-10 Keberangkatan Haji: 63.820 Jemaah Tiba di Madinah, 7 Orang Wafat

Nasional
Jokowi: Butuh 56 Bangunan Penahan Lahar Dingin Gunung Marapi, Saat Ini Baru Ada 2

Jokowi: Butuh 56 Bangunan Penahan Lahar Dingin Gunung Marapi, Saat Ini Baru Ada 2

Nasional
Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 Bersandar di Jakarta, Prajurit Marinir Berjaga

Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 Bersandar di Jakarta, Prajurit Marinir Berjaga

Nasional
Erupsi Gunung Ibu, BNPB Kirim 16 Juta Ton Bantuan Logistik untuk 1.554 Pengungsi

Erupsi Gunung Ibu, BNPB Kirim 16 Juta Ton Bantuan Logistik untuk 1.554 Pengungsi

Nasional
Pesawat Terlambat Bisa Pengaruhi Layanan Jemaah Haji di Makkah

Pesawat Terlambat Bisa Pengaruhi Layanan Jemaah Haji di Makkah

Nasional
Indonesia-Vietnam Kerja Sama Pencarian Buron hingga Perlindungan Warga Negara

Indonesia-Vietnam Kerja Sama Pencarian Buron hingga Perlindungan Warga Negara

Nasional
Survei IDEAS: Penghasilan 74 Persen Guru Honorer di Bawah Rp 2 Juta

Survei IDEAS: Penghasilan 74 Persen Guru Honorer di Bawah Rp 2 Juta

Nasional
Dewas KPK Tunda Putusan Sidang Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Dewas KPK Tunda Putusan Sidang Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Nasional
Jokowi Minta Relokasi Rumah Warga Terdampak Banjir di Sumbar Segera Dimulai

Jokowi Minta Relokasi Rumah Warga Terdampak Banjir di Sumbar Segera Dimulai

Nasional
JK Sampaikan Duka Cita Wafatnya Presiden Iran Ebrahim Raisi

JK Sampaikan Duka Cita Wafatnya Presiden Iran Ebrahim Raisi

Nasional
PKS: Kami Berharap Pak Anies Akan Dukung Kader PKS Sebagai Cagub DKJ

PKS: Kami Berharap Pak Anies Akan Dukung Kader PKS Sebagai Cagub DKJ

Nasional
Pilih Bungkam Usai Rapat dengan Komisi X DPR soal UKT, Nadiem: Mohon Maaf

Pilih Bungkam Usai Rapat dengan Komisi X DPR soal UKT, Nadiem: Mohon Maaf

Nasional
Anggota DPR Cecar Nadiem soal Pejabat Kemendikbud Sebut Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier

Anggota DPR Cecar Nadiem soal Pejabat Kemendikbud Sebut Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier

Nasional
Jokowi Disebut Berpotensi Masuk Partai Lain Usai Bobby Gabung Gerindra

Jokowi Disebut Berpotensi Masuk Partai Lain Usai Bobby Gabung Gerindra

Nasional
Jokowi Minta Pembangunan Jalan-Jembatan Darurat di Daerah Terdampak Banjir Sumbar Segera Tuntas

Jokowi Minta Pembangunan Jalan-Jembatan Darurat di Daerah Terdampak Banjir Sumbar Segera Tuntas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke