Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Sufyan Abd
Dosen

Dosen Digital Public Relations Telkom University, Lulusan Doktoral Agama dan Media UIN SGD Bandung. Aktivis sosial di IPHI Jabar, Pemuda ICMI Jabar, MUI Kota Bandung, Yayasan Roda Amal & Komunitas Kibar'99 Smansa Cianjur. Penulis dan editor lebih dari 10 buku, terutama profil & knowledge management dari instansi. Selain itu, konsultan public relations spesialis pemerintahan dan PR Writing. Bisa dihubungi di sufyandigitalpr@gmail.com

Analisa "Public Speaking" Debat Perdana Cawapres

Kompas.com - 23/12/2023, 08:28 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TIDAK seseru debat calon presiden (Capres). Boleh jadi ini impresi umum yang muncul setelah melihat debat calon wakil presiden (Cawapres), Jumat (22/12/2023) malam.

Hal wajar karena ketika impresi pertama mencuat dari Debat Capres, sudah pasti ekspektasi tak mungkin jadi turun. Khalayak menuntut "keseruan" sejenis.

Ada beberapa hal yang bisa kita petik dari apa yang terjadi. Pertama, boleh jadi tema seputar ekonomi dan bisnis, memang bukan tema yang memungkinkan banyak improvisasi dan kelihaian berorasi.

Tema ini adalah bahasan spesifik, dengan sendirinya hanya segmen masyarakat tertentu yang mendalaminya. Masyarakat umum hanya tahu mudah dan murah saja.

Sementara tema debat Cawapres, justru banyak bertanya proses rumit untuk mencapai mudah dan murah tersebut, sehingga apa yang ada dalam mayoritas keinginan masyarakat luas kemudian tidak kongruen dengan bahasan relatif "berat" dalam mencapai hal itu.

Ketika kemudian muncul istilah-istilah teknis ekonomi bisnis dari ketiga narasumber (semacam Carbon Capture & Storage, ICOR, Ratifikasi Perjanjian Perdagangan Bebas, Digitalisasi, Unicorn, Disrupsi dst), yang memang tidak gampang dicari diksi lebih sederhana, otomatis tidak bisa dengan mudah nyetel di benak audiens.

Pun demikian, bukan berarti tidak ada upaya untuk membumi. Semisal Cawapres nomor urut satu di kesempatan pertama sengaja membawa sarung, yang kemudian di-istilahkan slepet sebagai pengganti kata akselerasi untuk perubahan.

Kedua, merujuk teori DeVito (2015), debat semalam lebih kental pelaksanaan pidato demonstratif dan pidato persuasif an sich, sehingga pertukaran ide secara frontal (sebagaimana Debat Capres) relatif tidak terjadi sepanjang acara.

Dinamika dan riak memang ada terkait hal ini, tetapi tensinya relatif masih hangat-hangat kuku.

Kembali ke Devito. Bahwa pola orasi demonstratif itu memaparkan sisi “What, Where, Who, When, Why, hingga terutama How”, sehingga orator menyampaikan cara-cara melakukan sesuatu.

Pada sisi ini, harus diakui bahwa Cawapres nomor urut dua lebih mampu menjelaskan cara-cara dari ide yang disampaikannya.

Hal yang cukup menjadi kejutan karena warganet sebelumnya banyak yang under estimate terhadap sosok satu ini.

Cawapres nomor urut tiga juga mampu menjelaskan sisi How dengan kehandalannya selama ini sebagai Pendekar Hukum, namun ini pun tak bisa lama dalam mengupas tema “berat” ini.

Sementara pola persuasif itu lebih mengedepankan ide dan gagasan pembicara tentang suatu informasi dan mengarahkan atau membujuk hadirin untuk menerima ide tersebut.

Pidato ini relatif pidato yang sulit karena tujuannya untuk menyakinkan orang lain, baik untuk memperkuat atau memperlemah sikap, nilai-nilai, dan keyakinan lawan bicara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com