PUBLIK akan kembali disuguhkan empat debat calon presiden-wakil presiden. Debat selanjutnya pada Jumat 22 Desember 2023, akan digelar debat antarcalon wakil presiden.
Memang banyak dinamika dan narasi politik dari debat pertama yang jadi pembicaraan publik luas. Namun, salah satu yang tidak boleh luput dari pusaran pembicaraan, yakni peran juru bicara isyarat (JBI) dalam debat capres lalu.
Hal ini memang kurang dapat sorotan dalam pusaran pembahasan politik. Saya pun baru tercelikkan atas isu ini manakala beberapa teman yang termasuk disabilitas (tuna rungu) berdiskusi perihal ini.
Salah satunya disampaikan Leonardo, anggota Indonesia Deaf Basketball. Menurut Leo (sapaan akrabnya), kotak JBI terlalu kecil, sehingga menyulitkan untuk melihat isyarat JBI.
Bagi Leo dan rekan-rekan tuna rungu lainnya, peran JBI tidak bisa dipandang sebelah mata. JBI penting sebagai perantara komunikasi antara orang-orang dengan gangguan pendengaran dan masyarakat umum.
Selain itu, JBI membantu memastikan bahwa informasi yang disampaikan oleh pembicara dapat diakses dan dipahami oleh semua orang, termasuk mereka yang menggunakan bahasa isyarat sebagai alat komunikasi utama.
Dengan demikian, JBI berperan penting dalam memastikan inklusi dan kesetaraan akses bagi orang-orang dengan gangguan pendengaran dalam masyarakat.
Memang ada sebagian rekan tuna rungu yang bisa membaca gerak bibir para capres, tetapi tidak keseluruhan dapat melakukannya. Praktik membaca gerak bibir memerlukan konsentrasi penuh, sehingga sangat melelahkan.
Dalam pengamatan saya, JBI yang berpartisipasi dalam debat capres lalu hanya satu orang. Durasi debat yang hampir dua jam, tentu dapat menggerus energi dan fokus dari JBI untuk menyampaikan pesan secara berkualitas.
Alokasi tempat mereka juga tidak terlalu besar. Tampilan di layar kaca, JBI patut mendapat tempat yang lebih proporsional.
Berdasarkan data Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015, terdapat 21 juta penyandang disabilitas, sekitar 26.000 di antaranya penyandang tuna rungu.
Tentu angkanya bisa berubah, mengingat saat ini sudah 2023 dan menuju 2024. Sejauh saya menulis, belum ditemukan data yang lebih baru.
Singkatnya, penting sekali menaruh perhatian bagi rekan-rekan disabilitas yang memerlukan bantuan JBI untuk bisa menyerap secara maksimal pesan-pesan politik para capres-cawapres.
Selain itu, perlu menambah jumlah JBI dalam setiap debat mendatang, agar tenaganya tidak terkuras dan pesan-pesan politik para capres dapat sampai dengan baik kepada mereka penyandang tuna rungu.
Oleh karena itu, KPU dan pihak terkait lainnya perlu memberi perhatian lebih kepada rekan penyandang disabilitas dan para anggota JBI.
Perlu pula adanya upaya untuk meningkatkan aksesibilitas bagi para rekan-rekan disabilitas dalam menyerap informasi politik. Hal lain yang dapat dilakukan adalah menyediakan teks alternatif bagi mereka yang memiliki gangguan pendengaran, seperti "subtitle".
Perlu ditekankan bahwa JBI membawa dimensi transparansi dan keterbukaan dalam komunikasi politik. Dengan memberikan kotak JBI yang lebih besar, para capres dapat memasukkan pesan-pesan politiknya dengan lebih lengkap dan detail.
Selain itu, dengan meningkatkan aksesibilitas bagi para rekan-rekan disabilitas, mereka juga dapat ikut serta dalam proses politik dengan lebih baik.
Perhatian terhadap penyandang disabilitas serta juru bicara isyarat dapat menjadi bukti konkret dari tanggung jawab sosial dan kesediaan para calon presiden dan wakil presiden untuk melayani seluruh masyarakat.
Para capres juga sebaiknya menaruh perhatian pada para penyandang disabilitas. Misal, salah satu usul saya, para tim pemenangan capres-cawapres bisa mengadakan nonton bareng (nobar) yang ramah bagi penyandang disabilitas.
Politik haruslah inklusif kepada seluruh lapisan masyarakat, termasuk para penyandang disabilitas.
Dalam proses kampanye saat ini, para capres dan cawapres harus memastikan bahwa tempat-tempat kampanye mereka dapat diakses dengan mudah dan ramah bagi penyandang disabilitas, termasuk saat debat publik.
Tulisan ini tidak eksklusif bagi penyandang tuna netra saja, melainkan juga mengajak para pihak terkait untuk bisa sama-sama bergerak dan memberikan yang terbaik bagi seluruh penyandang disabilitas.
Selain itu, mereka juga harus menyediakan fasilitas memadai, seperti kursi roda dan toilet yang sesuai dengan standar aksesibilitas.
Dengan adanya inisiatif ini, para capres dan cawapres akan menunjukkan komitmen mereka untuk memperjuangkan hak-hak dan kesejahteraan para penyandang disabilitas.
Kreativitas untuk memberi keramahan bagi penyandang disabilitas bisa saja meniru langkah baik klub-klub raksasa sepakbola Inggris mengayomi fans mereka yang disabilitas.
Sebagai contoh, Manchester United dengan Stadium Old Trafford, memiliki fasilitas sensory lengkap bagi penyandang disabilitas agar mereka tetap bisa menikmati pertandingan sepakbola.
Bagi yang tuna netra diberi audio deskripsi yang menjelaskan situasi di lapangan maupun sensori lainnya yang membantu.
Hal ini menunjukkan bahwa klub sepakbola besar seperti Manchester United telah memperhatikan dan memberikan aksesibilitas yang baik bagi para penyandang disabilitas sehingga mereka juga dapat menikmati olahraga yang mereka cintai.
Artinya, dengan mengadopsi langkah-langkah ini, para capres dan cawapres dapat menunjukkan komitmen mereka untuk memperjuangkan hak-hak dan kesejahteraan para penyandang disabilitas.
Semoga debat capres-cawapres mendatang bisa lebih memperhatikan penyandang disabilitas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.