Keputusannya untuk memilih putra Presiden Jokowi sebagai calon wakil presiden telah dilihat oleh banyak orang sebagai langkah oportunis, sentimen yang tidak ragu-ragu dimanfaatkan oleh Anies.
Tanggapan Prabowo, yang sering dianggap marah dan defensif, tidak banyak meredakan kekhawatiran tentang temperamennya, aspek penting dari citra publiknya.
Terlepas dari upaya Prabowo Subianto untuk mengembangkan citra 'gemoy', yang bertentangan dengan reputasinya sebagai orang kuat yang sudah mapan, debat tersebut mengungkapkan batas-batas perubahan citra semacam itu.
Sesekali ia terjun ke dalam momen-momen yang lebih ringan, termasuk mencoba gerakan seperti tarian, terasa seperti dipaksakan untuk melunakkan citranya.
Namun, momen-momen ini tidak banyak membantu untuk menyamarkan temperamennya yang terkadang muncul ke permukaan.
Panggung debat dengan demikian menjadi lensa yang memperbesar sifat-sifat melekat yang mendefinisikan dirinya: Prabowo tetaplah Prabowo, dengan segala kekuatan dan kerentanan yang melekat pada karakternya.
Persepsi pemilih tentang keaslian versus kinerja akan menjadi faktor signifikan ketika mereka menimbang pencalonan Prabowo terhadap para pesaingnya.
Debat ini juga menyoroti putusan kontroversial Mahkamah Konstitusi yang membuka jalan bagi Gibran Rakabuming untuk mencalonkan diri sebagai wakil presiden, isu yang sulit diatasi oleh Prabowo dengan memuaskan.
Desakannya tentang kecerdasan dan kemampuan rakyat untuk membedakan kebenaran tampak seperti upaya untuk menangkis kritik tanpa secara langsung terlibat dengan substansi tuduhan yang dilontarkan kepadanya.
Ganjar Pranowo, meskipun memberikan penampilan yang mengesankan, awalnya tampil di luar tema. Namun, ia dengan cepat mendapatkan kembali ketenangannya dan secara efektif menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai tingkat pengangguran di Jawa Tengah dan program Kartu Tani.
Kemampuan Ganjar untuk berputar dan memberikan jawaban yang substantif menunjukkan tingkat persiapan dan kemampuan beradaptasi yang membantunya dengan baik dalam debat.
Sementara itu, Ganjar tampak bergulat dengan narasi kampanyenya. Dukungannya terhadap proyek-proyek seperti IKN, terlepas dari slogan "perbaiki" yang diusungnya, menunjukkan upaya untuk menyelaraskan diri dengan inisiatif-inisiatif Jokowi yang telah berhasil sambil tetap menegaskan visinya untuk perbaikan.
Keseimbangan antara advokasi untuk proyek-proyek yang sedang berjalan dan janji reformasi menunjukkan sikap yang harus diklarifikasi oleh Ganjar kepada para pemilih seiring berjalannya kampanye.
Selain itu, debat tersebut secara khusus menyoroti isu pelanggaran hak asasi manusia masa lalu, di mana Prabowo sangat rentan.
Selain itu, tanggapannya terhadap pertanyaan mengenai kerusuhan pemilu 2019 dan keputusan Mahkamah Konstitusi menunjukkan keengganannya untuk berkomitmen.