Ia menganalogikan tindakan komunikator yang memaksakan argumen sebagai sebuah pemerkosaan. Lawan bicara dipandang sebagai objek untuk dimanipulasi.
Komunikator mempertahankan superioritasnya di bidang intelektual agar argumennya berhasil atau di bidang interpersonal untuk merendahkan orang lain.
Jenis komunikator kedua adalah komunikator perayu. Jika komunikator pemerkosa bertindak secara coercive, maka komunikator perayu bersikap secara persuasif.
Teknik komunikasi yang dipakai di antaranya mengabaikan pertanyaan, membenarkan kesimpulan, menarik isu yang tidak relevan, dan melahirkan prasangka. Semuanya untuk memastikan persetujuan melalui wacana rayuan.
Penyalahgunaan bukti juga mengandung sikap dan niat rayuan. Praktik-praktik seperti menyembunyikan informasi, mengutip di luar konteks, mengutip otoritas atau saksi secara keliru, merusak suatu situasi faktual, menarik kesimpulan yang tidak dapat dijamin dari bukti serta mencari persetujuan melalui penggunaan argumen yang menarik. Hal ini sering muncul di iklan politik walau tidak semua iklan.
Komunikator ketiga, menurut Wayne, disebut komunikator pecinta. Komunikator pecinta adalah komunikator yang memandang lawan bicaranya sebagai manusia.
Ia ingin menciptakan keseimbangan kekuasaan ketika berkomunikasi. Hubungan antara komunikator dengan komunikan adalah bilateral.
Ia peduli dengan argumen rekannya untuk menghindari fanatisme yang mungkin mendorongnya untuk melakukan pemerkosaan atau rayuan. Ia juga rela untuk dikritik oleh lawan bicaranya.
Jika komunikator pemerkosa dan komunikator perayu adalah pelaku monolog, maka komunikator pecinta adalah pelaku dialog.
Dapat disimpulkan pula bahwa yang menentukan suatu percakapan (baca: kampanye) termasuk monolog bukanlah bentuknya. Melainkan karakter dan perilaku komunikatornya.
Agar kampanye pilpres 2024 makin bermutu, maka karakter dan perilaku para juru kampanye diharapkan termasuk kategori komunikator pecinta.
Jika hal itu terjadi, dalam bahasa Martin Buber, maka itulah situasi ketika Ich-Es diganti oleh Ich-Du; ketika liyan (yang lain) tidak lagi dipandang sebagai objek yang dapat dimanipulasi.
Melainkan dianugrahi kebebasan dan tanggungjawab yang mengubah individu semula benda menjadi persona (sebagai bukan benda).
Karena hanya pecinta yang mempertaruhkan diri, hanya pecinta yang dapat tumbuh, dan hanya pecinta yang sama-sama dapat mencapai interaksi yang sungguh-sungguh.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.