Itu berarti, semua sesi debat capres-cawapres akan dihadiri oleh seluruh pasangan calon secara bersama-sama. Tidak ada format khusus.
Kenyataan praktik politik tidak fair yang sudah tersaji, maupun yang nantinya bakal mengemuka, dampak dari netralitas semu, di era majunya teknologi digital dengan berbagai platform media sosial, memudahkan dipublikasi secara luas, level kepercayaan publik pada penyelenggaraan pemilu tentu makin rendah.
Kecacatan proses, nir netralitas akibat dari keberpihakan penyelenggara negara yang kemudian berbuah pada hasil yang menguntungkan kontestan tertentu, sesungguhnya adalah racun dalam prosedural demokrasi, potensi konflik jauh lebih besar.
Membiarkan terlalu banyak alasan publik untuk nantinya mendelegitimasi hasil pemilu, meski tersedia jalur konstitusi dalam penyelesaiannya, tentu saja bukan situasi yang menguntungkan.
Karena bicara kepercayaan adalah soal pemahaman dan persepsi kolektif. Bila persepsi itu menemukan relevansi pada fakta-fakta yang sulit dibantah, maka ruang bagi protes massal yang luas, tentu berisiko terhadap konflik politik yang tak terelakkan.
Pengalaman pada pemilu-pemilu sebelumnya, dan juga pada sejumlah negara yang terjebak dalam prahara politik karena pemilu yang curang, menjadi pelajaran bagi kita sebagai satu negara demokrasi.
Ketegangan dan tekanan dari masyarakat sipil, akibat pemilu curang kerap menciptakan situasi yang kompleks. Situasi politik yang berkecamuk atas dugaan ketidakadilan pemilu bakal berujung ketidakstabilan ekonomi, inflasi dan pelanggaran HAM.
Dalam pada itu, dengan kondisi eksisting, siapapun kita, terutama penyelenggara negara, dan pemangku kewajiban terkait langsung dengan urusan pemilu, harus menyadari betul setiap langkah yang dibuat, Ini bukan kondisi yang main-main.
Ibarat bidak catur yang sedang atau mau dimainkan, bukan saja mempertimbangkan langkah yang akan dibuat, tapi pada dampak serta mitigasi dari langkah itu, apalagi bila kemudian ternyata ada kekeliruan.
Demokrasi dan kelangsungan bangsa ini jangan dibiarkan terus berjalan pada situasi yang tidak menentu, karena avonturir dan pragmatisme, seperti yang digambarkan dalam cerita drama “Waiting for Godot” karya Samuel Beckett.
Menunggu dalam ketidakpastian, menanti dan berharap pemilu yang demokratis, tapi membiarkan kerentanan dan potensi konflik terus mengiringi, gara-gara kepentingan kelompok atau orang per orang, sama saja mempertaruhkan kelangsungan dan masa depan bangsa dan negara ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.