Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selamat Jalan Achmad Subechi, Wartawan Lucu yang Sederhana

Kompas.com - 03/12/2023, 22:54 WIB
Wisnubrata

Editor

KOMPAS.com - Mengenang Achmad Subechi seringkali sama artinya dengan menceritakan kisah-kisah konyol seputar dirinya yang membuat kita tertawa tergelak.

Pria tinggi kurus yang kerap kami panggil Mas Bechi ini memang punya segudang pengalaman dan cerita lucu yang membuat orang mudah dekat dengannya.

Cerita yang dikisahkan Ignatius Sawabi, rekan kerja selama menjadi wartawan adalah salah satunya.

"Aku biasa menyebutnya Bec, sesuai inisialnya dalam menulis berita," tulis Sawabi yang kami panggil Mas Abi.

"Aku kenal tahun 1989, tepatnya bulan Agustus, saat Kompas Gramedia hendak mendirikan harian Surya di Surabaya. Setahun setelah itu, aku ditugaskan ke Jakarta sedangkan Bec tetap di Surabaya."

Tahun 2003 keduanya kembali berkumpul, tetapi di Balikpapan. Nah di sinilah ada kenangan yang cukup menggelikan.

"Bec adalah orang yang kadang lucu meski tidak melawak. Aku sekamar dengan dia di mess Jl Indrakila, di mana dia suka bercerita soal hantu, supranatural dan hal-hal semacam itu."

"Suatu saat Bec mengatakan bahwa di samping bawah mesin cetak Tribun Kaltim ada jin penunggunya. Maka bersama beberapa kawan dia berencana menyelidiki lokasi tersebut. Waktu itu koran sudah selesai cetak sekitar pukul 02.00 pagi."

"Aku mendengar rencana itu, namun menolak saat diajak. Meski begitu, saat mereka berangkat aku mengikuti dari belakang. Ketika mereka sedang bersiap berdoa atau melakukan sesuatu di lokasi, aku melihat di dekat situ ada tong besi."

"Aku pun melempar tong besi itu dari atas, memakai batu, lalu balik ke kantor."

Sekitar 10 menit kemudian Bec kembali ke kantor dengan sepatu dan celana belepotan tanah.

Sawabi pura-pura cuek lalu bertanya, "Celanamu kok belepotan kenapa Bec?"

Jawabnya, "Jembuk Bi, dhemitnya ngelawan." (Jembuk adalah istilah Bec untuk membahasakan suasana yang kacau atau gagal).

"Sampai hari ini dia tidak tahu kalau aku yang melempar tong tersebut," cerita Sawabi.

Peristiwa lain disampaikan oleh Hery Prasetyo, wartawan senior yang juga pernah bekerja bersama Achmad Subechi.

Menurutnya Bechi kerap secara tidak sadar mengambil korek gas yang tergeletak di meja secara sembarangan, entah punya siapa. Sehingga di kantongnya kita sering mendapati banyak korek gas.

Suatu ketika, saat sedang rapat di Kompas.com, salah satu korek bocor dan berdesis keras. Bechi melompat dan kaget bukan kepalang, tapi peserta rapat lain tertawa terbahak-bahak.

Ternyata di saku belakang celananya, ada 5 korek gas. Mungkin karena tergesek-gesek, salah satu korek tersebut bocor dan gasnya menyembur dengan suara desis yang kencang.

Bechi juga tidak segan menceritakan "pengalaman bodohnya" sendiri untuk menghibur kami.

Saat mulai memiliki uang untuk mencicil rumah, ia memilih sepetak tanah yang hendak dibangun menjadi perumahan.

Di sela kesibukannya sebagai wartawan, ia selalu menyempatkan diri menengok kemajuan pembangunan calon rumahnya.

"Setiap kali datang, aku kasih uang ke tukang yang menggarapnya supaya dia sungguh-sungguh mengerjakannya," ujar Bechi suatu ketika dalam bahasa Jawa logat Surabaya.

"Kadang aku ajak ngobrol, kadang kubawain kopi atau rokok agar rumahku lebih diperhatikan."

Nah ketika tiba saat penyerahan, Bechi pun mengambil kunci dan segera ingin menikmati rumah. Tapi kunci itu ternyata tidak bisa digunakan untuk membuka rumah paling rapi di lokasi itu.

"Lalu aku tanya ke pengembang, namun dijawab bahwa aku memasuki rumah orang lain, rumahku ternyata bukan bangunan yang selama ini aku awasi," ujar Bechi sambil menepuk dahi.

Sontak kami semua tertawa mendengarnya.

Sebagai catatan, kebiasaan memegang dan menepuk dahi saat bicara ini memang menjadi ciri Achmad Subechi yang kerap diperagakan teman-temannya saat menceritakan tentang dirinya.

Memang sebagian besar kenangan terhadap Achmad Subechi adalah soal-soal yang lucu, meski dia tidak bermaksud melucu.

Namun ia juga menunjukkan diri sebagai wartawan lapangan yang bisa masuk ke mana saja.

Diceritakan Hery Prasetyo, saat bekerja di Tabloid Bangkit dan mulai jenuh menulis berita politik pasca reformasi, Bechi punya ide liputan ke Taman Lawang, mengungkap sisi humanisme para waria.

"Kita jadi tahu betapa dramatis kisah mereka, termasuk kegetiran mereka lari dikejar polisi," tulis Hery.

Pernah suatu ketika ada peristiwa penembakan di jalan tol. Waktu itu Kompas.com sedang mengembangkan diri dan bersinergi dengan media lain di Kompas Gramedia.

Achmad Subechi ketika itu hadir sebagai perwakilan dari harian Tribun dan duduk bersama kami di ruang redaksi.

Kami para wartawan baru saat itu tidak tahu harus menghubungi siapa dan konfirmasi ke mana karena peristiwa penembakan itu terjadi di luar kota, sementara kami biasanya hanya main di Jakarta.

Mengetahui kegundahan itu, Bechi segera membuka buku telepon, lalu memutar nomor di pesawat telpon. Ia berbicara kepada orang di seberang seolah seorang atasan sedang mencari informasi pada bawahannya.

Setelah selesai, ia meminta kami menuliskan hasil percakapannya.

Dengan heran kami bertanya, "Siapa itu Cak? Kenal tah, kok bisa langsung ngasih informasi?"

"Yo enggak. Mungkin aku dikira atasannya," ujar Bechi sambil tertawa.

Rupanya Bechi menelpon kantor polisi setempat, namun nada bicaranya membuat dia dikira orang dari pusat yang minta informasi.

Peristiwa tersebut mengajarkan bahwa seorang wartawan harus cerdik mencari berbagai jenis informasi walau situasinya sulit.

Namun sesungguhnya Bechi bukan tipe yang ingin terlihat berwibawa atau menghadirkan diri sebagai orang penting. Bechi justru kerap menempatkan diri sebaliknya, bahkan ketika menjabat sebagai pemimpin redaksi Kompas.com.

Rambutnya dibiarkan panjang, dengan bagian samping tipis yang dianggap ketinggalan jaman. Celananya pun jins lusuh dipadukan dengan kemeja flanel, membuatnya lebih mudah diterima banyak orang.

Hery Prasetyo menggambarkan bahwa gaya Bechi yang terkesan jalanan, justru mencairkan suasana hingga ia dikenal banyak orang, dari tokoh politik, artis, hingga konglomerat.

Dalam banyak kesempatan, hal yang dikenang oleh teman-teman wartawan juniornya adalah bahwa Bechi kerap menekankan agar kami mengangkat sisi humanisme dalam sebuah peristiwa.

Istilah yang digunakannya adalah "micro people". Maksudnya adalah agar kita mencari hal-hal detail, yang mikro, tentang orang-orang yang terlibat dalam sebuah peristiwa.

Pendekatan itu terbukti membuat berita lebih banyak dibaca dan mampu menggambarkan banyak sisi lain dari sebuah kejadian.

Sisi lain dari rasa percaya dirinya adalah soal berkesenian. Ia sering bermain gitar dan bernyanyi dengan suara yang digetar-getarkan.

Pernah pada awal pindah ke Jakarta, rumah kontrakannya yang sempit di Kebayoran Lama digedor tetangga karena ia menyanyi dan bermain gitar dengan suara keras.

Begitu cintanya Bechi terhadap musik, ia sempat mencoba membentuk grup bersama Hery Prasetyo untuk mengisi kekosongan ketika saat Iwan Fals sedang berduka karena kematian anaknya Galang Rambu Anarki.

Idenya memang kerap terdengar konyol, namun itulah Bechi yang hidupnya mengalir begitu saja tanpa banyak rencana.

Hari ini, Minggu 3 Desember 2023, kami tersentak mendengar kabar bahwa Achmad Subechi telah berpulang setelah sempat tidak sadarkan diri.

Meski kepulangannya membawa duka, namun kisah yang diceritakan tentangnya selalu membuat kita tertawa. Selamat jalan Mas Bechi...

Baca juga: Achmad Subechi, Wartawan Jalanan Berjiwa Proletar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

Nasional
Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Nasional
Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Nasional
Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Nasional
Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Nasional
Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik 'Cicak Vs Buaya Jilid 2'

Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik "Cicak Vs Buaya Jilid 2"

Nasional
JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

Nasional
Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

Nasional
Dukung Jokowi Gabung Parpol, Projo: Terlalu Muda untuk Pensiun ...

Dukung Jokowi Gabung Parpol, Projo: Terlalu Muda untuk Pensiun ...

Nasional
PT Telkom Sebut Dugaan Korupsi yang Diusut KPK Berawal dari Audit Internal Perusahaan

PT Telkom Sebut Dugaan Korupsi yang Diusut KPK Berawal dari Audit Internal Perusahaan

Nasional
Solusi Wapres Atasi Kuliah Mahal: Ditanggung Pemerintah, Mahasiswa dan Kampus

Solusi Wapres Atasi Kuliah Mahal: Ditanggung Pemerintah, Mahasiswa dan Kampus

Nasional
Ketua KPU Bantah Dugaan Asusila dengan Anggota PPLN

Ketua KPU Bantah Dugaan Asusila dengan Anggota PPLN

Nasional
Soal Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, Sekjen PDI-P: DPP Dengarkan Harapan Rakyat

Soal Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, Sekjen PDI-P: DPP Dengarkan Harapan Rakyat

Nasional
DPR Pastikan Hasil Pertemuan Parlemen di WWF Ke-10 Akan Disampaikan ke IPU

DPR Pastikan Hasil Pertemuan Parlemen di WWF Ke-10 Akan Disampaikan ke IPU

Nasional
Komisi II Pertimbangkan Bentuk Panja untuk Evaluasi Gaya Hidup dan Dugaan Asusila di KPU

Komisi II Pertimbangkan Bentuk Panja untuk Evaluasi Gaya Hidup dan Dugaan Asusila di KPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com