JAKARTA, KOMPAS.com - Calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan mengatakan, Indonesia kembali mengalami proses sentralisasi pemerintahan.
Padahal, proses desentralisasi dengan memberlakukan otonomi daerah telah diperjuangkan seiring dengan proses reformasi pada 1998.
“Beberapa waktu ini terjadi resentralisasi, dengan ada revisi-revisi perundang-undangan dan keputusan-keputusan,” ujar Anies dalam diskusi bersama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Gambir, Jakarta, Jumat (1/12/2023).
Baca juga: Sudirman Said Optimistis Anies-Muhaimin Lolos ke Putaran Kedua Pilpres 2024
Ia lantas memberikan contoh praktik sentralisasi itu. Anies menyebutkan, setiap membuat aturan, seorang gubernur harus mendapatkan persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Menurutnya, tujuan dari kebijakan itu sebenarnya baik untuk menyamakan visi pembangunan antara pemerintah pusat dan daerah.
“Sesungguhnya itu mau merespons keadaan banyak yang bikin aturan macam-macam karena itu harus dilempengkan,” sebutnya.
“Tapi yang dikerjakan bukan melempengkan, tapi melakukan resentralisasi. Akhirnya apa? Back log, pergubnya sudah keluar baru sekian bulan, minggu kemudian baru (persetujuan pemerintah pusat) itu keluar,” papar dia.
Baca juga: Anies-Muhaimin Kampanye Bareng di Jakarta Hari Ini, Temui Keluarga Besar Muhammadiyah dan MUI
Baginya, situasi itu memperlambat kinerja gubernur karena Kemendagri harus mengecek semua peraturan gubernur (pergub) yang ada.
Tak hanya itu, kebijakan tersebut baginya berisiko memunculkan pemufakatan jahat.
“Ya bayangkan di sini (pusat) harus menampung seluruh pergub dari seluruh indonesia lalu diverifikasi, diproses, dan potensi hengki pengki di dalam. Potensi. Karena ini kan perubahan peraturan mendadak (terjadi) di ujung,” imbuh dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.