Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hamid Awaludin

Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia.

Tatkala Megawati Sudah Berpekik

Kompas.com - 30/11/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MEGAWATI Soekarnoputri, Presiden Republik Indonesia yang kelima, tiba-tiba menghentak. Melalui tayangan video yang beredar luas, Megawati seolah mengaum, hendak menerkam. Ia mengguntur bagai badai yang menyapu.

Gelegar Megawati kali ini, adalah gelegar yang memberi isyarat jelas, ia tak tahan lagi dengan himpitan.

Megawati, sejatinya, adalah profil politisi yang selalu memilih jalan senyap. Tidak menempuh metode riak. Tak senang dengan kobaran api yang membakar ke mana-mana.

Perjalanan politik yang dilewatinya, penuh liku, padat dengan duri tajam yang setiap saat menggores dan menusuk sekujur tubuhnya.

Namun, ia tidak mengumbar kemarahan yang penuh amuk. Ia lebih banyak diam menerima realitasnya.

Selama ini, kondisi apa pun yang melilitnya, Megawati cenderung memilih metode urut dada ketimbang tepuk dada. Ia lebih terampil mengusap dada ketimbang busung dada sebagai maklumat perkelahian.

Ia cenderung memilih cara-cara seperti yang diajarkan oleh Mahathma Gandhi, Ahimsa: menghindari konflik fisik dan kekerasan.

Megawati sebenarnya sangat potensial melakukan perang dengan kekerasan demi komitmennya pada demokrasi dan kebebasan.

Ia memiliki struktur organisasi kepartaian yang solid ke bawah. Ia mempunyai kader-kader yang sangat ideologis dan militan serta sangat loyal pada dirinya.

Megawati mampu memelihara garis komando yang sangat rapi dan kuat terhadap kader-kadernya. Namun, ia tidak memiliki kehendak seperti itu, menempuh perang atau berkonflik.

Tak terampil mengasah golok perang, karena ia memang selalu memilih keterampilan mengasah intuisi melalui kedalaman kontemplasi.

Karena itu, Megawati dalam penampakan politik, cenderung berdiam diri, menempuh jalur sunyi. Di lintasan senyap itulah ia mengasah hati nuraninya. Karena itu, sensitivitas intuisinya sangat tajam.

Rasanya, di negeri kita sekarang ini, tidak ada lagi pemimpin partai politik, ataukah politisi, yang memiliki pengalaman dan jam terbang politik, sebanyak yang dipunya Megawati.

Ia pernah melewati masa-masa pelik yang melampaui akal sehat untuk memahaminya. Ia tak surut sedikit pun.

Kini, Megawati seolah menghardik terhadap praktik kekuasaan. Malah, ia membandingkan kekuasaan sekarang dengan praktik kekuasaan zaman Orde Baru. Masa kelam bagi demokrasi, kebebasan dan hak asasi manusia.

Dalam perspektif ini, Megawati memiliki hak-hak istimewa untuk mengekspresikan dirinya dengan cara membandingkan praktik kekuasaan masa silam dengan sekarang.

Megawati pernah dilumat dan dirampok oleh rezim masa lalu. Ia pernah digiling habis. Ketika ia terpilih sebagai ketua umum partai melalui mekanisme demokrasi yang fair, di Surabaya pada 1993, kemenangannya dianulir oleh pat gulipat kekuasaan. Ia dirampok di siang hari.

Belum habis di situ. Kemenangan mutlak partainya di zaman yang telah berubah, era reformasi, juga tidak membuatnya menjadi orang nomor satu di negeri ini.

Melalui mekanisme persekongkolan di MPR, harapan Megawati dan para kadernya, terhempas oleh persekutuan tak sehat.

Megawati sejak berusia dini, sudah mengalami pasang surutnya politik. Karena itu, naluri politiknya sangat sensitif terhadap apa yang terjadi di sekitarnya.

Radar politiknya peka sangat luar biasa. Ia dengan enteng mampu memilah, hiruk pilitik politik mana yang menguntungkan sesaat, dan mana yang memberi berkah jangka panjang.

Pekik Megawati hari-hari belakangan ini, adalah pekik hati nuraninya yang dipicu oleh ketajaman intuisi politiknya itu.

Ia tentu merasakan sekarang bahwa kekuasaan sudah memberi sinyal tentang bakal lumpuhnya demokrasi, kebebasan dan hati nurani, yang diperjuangkannya sedari dulu.

Pekiknya bukan sekadar reaksi sesaat. Pekiknya adalah akumulasi dari rentetan peristiwa ke belakang.

Ironi memang bagi seorang Megawati. Ia ditindih dan dilumat oleh rezim Orde Baru. Ia sukses keluar dari tindihan, dan menjadi pemenang.

Lalu, ia pun memelihara dan menokohkan kadernya sendiri. Dan ternyata, orang-orang yang dipelihara dan yang diperjuangkannya dengan segala ongkos itu, kembali menunjukkan gelagat menindih. Maka, ia pun meradang.

Saya pikir, Megawati tak tahan lagi menyaksikan adanya mobilisasi aparat negara yang didesain dan didesakkan untuk memenangkan orang tertentu dalam kontestasi demokrasi yang mestinya fair.

Megawati tak mampu lagi memahami bahwa demokrasi dan kebebasan yang dipejuangkannya mulai diakali.

Megawati menyaksikan bagaimana lembaga negara yang dibuat di eranya, seperti Mahkamah Konstitusi, institusi yang harusnya merawat konstitusi, dijadikan sebagai lembaga pengabsah keinginan politik yang melabrak dan mempreteli konstitusi.

Ia tentu sakit. Apalagi, pemanfaatan institusi tersebut terang benderang menohoknya dari belakang. Ia merawat, tetapi juga diterkam secara sistematis.

Dada Megawati saya yakin, sangat tersesak menyaksikan praktik kekuasaan kini, yang sudah menekan sedemikian rupa.

Ruang kebebasan sudah kian sempit. Konstitusi sebagai penjaga keutuhan bangsa, mulai dipreteli untuk kepentingan dan kepuasan kekuasaan itu sendiri.

Partai-partai politik sebagai jangkar demokrasi dan pilar hak asasi manusia, sudah dipaksa jadi barang komoditi yang tunduk dengan mekanisme pasar: supply and demand.

Yang lebih menyakitkan bagi seorang Megawati, ialah, rumahnya yang bernama Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P), yang ia bangun dan rawat sendiri dan banyak orang menumpang dan mengambil keuntungan dari rumah itu, justru orang-orang yang diberi tumpangan itu, hendak merobohkan rumah tersebut.

Maka, pantaslah ia berpekik, mengingatkan, dan memberi ultimatum.

Pekik Megawati adalah pekik banyak orang. Protes Megawati adalah protes anak-anak bangsa, yang sudah melihat gelagat ketidakberesan dalam berdemokrasi.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Nasional
Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Nasional
WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

Nasional
Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Nasional
Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Nasional
Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Nasional
SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

Nasional
Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com